Pemberontakan tahun 1740 di Batavia & jejak Etnis China di Semarang
Merdeka.com - Peristiwa pemberontakan Batavia pada 1740 menjadi tonggak sejarah etnis Tionghoa hijrah ke Kota Semarang. Melalui perjalanan darat, mereka selalu melakukan perlawanan dengan Belanda dari Utara ke arah Timur. Perlawanan itu di bawah pimpinan Kapitan Nie Hoe Kong atau lebih dikenal sebagai Captain Souw Panjang, seorang pendekar silat. Setibanya di Semarang dia lebih terkenal dengan nama Sing She.
Souw Panjang kemudian menghimpun beberapa rekan sejawat sesama etnis Tionghoa yang juga pesilat-pesilat lainnya yang ada di Semarang untuk melawan Belanda. Pesilat-pesilat ini bersama para orang-orang pribumi biasa berlatih di Sobokarti, Gedung tempat kesenian dan latihan silat yang kini masih bertahan dan berada di Jalan Dr Tjipto, Kota Semarang.
Di bawah pimpinan Sing She, etnis Tionghoa sempat mengepung Belanda di Kabupaten Semarang pada tahun 1741. Belanda akhirnya meminta bantuan dari Batavia. Kemudian Belanda mengirimkan pula pasukannya yang berada di luar Jawa dan akhirnya, pada tahun 1743 pemberontakan kaum etnis Tionghoa bersama pribumi dapat ditumpas oleh Belanda.
-
Bagaimana Siti Manggopoh menyerang markas Belanda? Strategi mereka sangatlah cerdik, mereka menyusup tanpa dicurigai oleh tentara Belanda satupun.Mereka berbaur dalam pesta mewah dengan berbagai makanan dan minuman yang disajikan. Kemudian, Siti mematikan lampu dan memberikan komando untuk segera menyerang orang-orang Belanda.
-
Siapa yang mengeroyok warga di Semarang? Sementara itu, usai kasus sekelompok Bonek mengeroyok warga di Semarang pada Februari 2023 lalu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengundang perwakilan Bonek tiap tribun, Panpel, serta Manajemen Persebaya untuk menjajaki kemungkinan suporter tim Bajul Ijo berbadan hukum.
-
Siapa yang jadi pemimpin pertama Semarang? Pangeran Made Pandan kemudian diangkat sebagai pemimpin daerah tersebut dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang I.
-
Kenapa pasukan Mongol menyerang Kerajaan Singosari? Pasukan Mongol juga pernah berusaha menguasai Kerajaan Singosari di Jawa. Namun upaya itu tak berhasil
-
Apa yang dilakukan tentara Belanda di Tegal? Potret lawas selanjutnya adalah tentara Belanda sedang menikmati alunan musik keroncong yang diamkan oleh orang-orang Pribumi. Nampak 3 orang tentara sedang duduk di sebidang tanah di Kota Tegal kurang lebih tahun 1947. Seakan-akan foto itu berbicara, ketiga tentara itu begitu sumringah dan senang mendengarkan musik keroncong yang dibawakan oleh warga pribumi.
-
Siapa yang memimpin serangan ke markas Belanda? Dengan segala persiapan dan menyusun rencana untuk menyerang Belanda, akhirnya Siti Manggopoh bersama pasukannya mulai menyerang malam hari pada Kamis 15 Juni 1908. Tak tanggung-tanggung, Siti bersama pasukan langsung menyerang markas Belanda.
Saat itu banyak kaum etnis Tionghoa melarikan diri ke Surakarta atau Solo. Di sana para kaum etnis Tionghoa dan pribumi di bawah kepemimpinan Raden Pangeran Trunojoyo masa Raja Amangkurat I atau Mataram Kuno saat itu berperang melawan Belanda. Saat itulah, Belanda memulai politik 'Devide At Empera' dan hingga akhirnya Raja Amangkurat II berpihak pada Belanda. Sehingga kerajaan Mataram saat itu pecah kepemimpinannya.
"Tentara pribumi, Bupati koncoan (berteman dan berkoloni) melawan Amangkurat II, masuk Kartasura, Mataram pecah jadi dua. Amangkurat II minta tolong Batavia, ditumpas Semarang diserahkan kekuasaannya ke Belanda. Sama orang kerajaan Solo," ujar Sejarawan Kota Semarang Jongkie Tio kepada merdeka.com saat ditemui di rumahnya di Rumah Makan Semarang Jalan Gadjahmada, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (4/2) malam.
Akibat peristiwa itu, penguasa Belanda mendesak orang-orang etnis Tionghoa untuk pindah dari Kawasan Simongan ke sekitar daerah Kali Semarang. Tujuanya supaya gerak-gerik mereka mudah diawasi. Di sinilah awal muncul Kawasan Pecinan Kota Semarang. Kawasan itu terdiri dari wilayah sekitar; Beteng, Wotgandul, Cap Kau King, Gang Pinggir, Kalikoping.
Untuk mengamankan etnis Tionghoa, penjajah Belanda mendirikan tangsi militer di Jalan Jurnatan yang kini sudah menjadi kawasan perdagangan mesin. Dulu, kawasan itu dihuni oleh tentara yang direkrut oleh Belanda dan sekutunya dari berbagai negara dan diberi nama Kawasan 'De Werttenbergse Kazerre'. Gedung itu kini sudah dibongkar dan dijadikan Gedung Pertokoan Semarang Plaza yang kini dikenal dan diberi nama oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang dengan nama Jalan KH Agus Salim, Kota Semarang, Jawa Tengah.
"Tionghoa didesak pasukan Belanda. Dipaksa pindah. Dibatesi Kali Semarang yang kini diberinama Jalan Inspeksi. Tempate kecil orang Tionghoa kemudian berupaya untuk mencari celah dengan cara membangun lorong-lorong kecil. Untuk suplay bahan makanan mereka mencari akal dengan membangun pasar pembauran etnis Tionghoa dan etnis Jawa di Semarang. Dari cikal bakal pasar Johar muncullah Pasar Damaran. Nek pagi pedagang Damaran masuk pecinan di Pasar Gang Baru yang sampai sekarang menjadi pasar pembauran etnis Jawa dan China pertama di Kota Semarang," terang pengarang buku berjudul ‘Kota Semarang Dalam Kenangan’ ini.
Proses pembauran berlanjut, muncullah kegiatan pendidikan belajar mengajar sendiri yang diprakarsai etnis Tionghoa dan Jawa. Salah satunya sekolah 'Kuncup Melati' yang dulu bernama Hong Kow Wie. Mereka mayoritas bermuridkan anak-anak kurang mampu.
"Malah sekarang yang sekolah gratis banyak orang-orang Jawa bukan dari China saja. Kemudian juga muncul perkumpulan lintas social etnis bernama Kasa Dharma. Juga organisasi Bun Yang Thong yang di Ketua Hariyanto Halim yang merupakan pengusaha China. Lama-lama menjadi perkumpulan sosial jadi multi Etnik. Chie Lam Ceng,. Akhirnya kini, kawasan pecinan itu menjadi pusat perekonomian di Kota Semarang," jelasnya.
Di Kawasan yang ditinggalkan oleh orang Tionghoa didirikan loji-loji untuk para pedagang dari India dan Prancis di Daerah Petolongan dan Bustaman. Pascakemelut usai, kawasan di Kota Semarang ini maju pesat dan ramai perdagangan antar negara. Sebagai Kota Pelabuhan, awal pelabuhan muncul di Kawasan bernama Boomlama.
Ramainya kawasan itu akan para pedagang dan kapal yang mendarat maka kawasan itu berubah menjadi Kampung Ndarat. Sampai akhirnya kawasan itu disebut sebagai Kampung Melayu yang memiliki keterampilan membuat kapal. Sebagian lagi kampung itu dipenuhi penghuni dan penduduknya yang dikenal dengan komunitas orang-orang Arab di sekitar Jalan Peteh dan Jalan Mujahir.
"Pesatnya kemajuan perdagangan di Kawasan Pecinan Kota Semarang ini, memunculkan kebiasaan orang-orang China untuk berbisnis perjudian. Kegiatan perjudian ini terkonsentrasi di Gang Pinggir. Muncul pula tempat gadai jika para penjudi kalah menggadaikan barang-barangnya untuk berjudi di Gang Cilik. Lalu pemerintah Belanda saat itu menarik pajak dari perjudian tersebut. Saat itu orang menggunakan mata uang Keping. Uang ini berupa logam yang di tengahnya ada lubang persegi dikenal dengan uang Gobok. Jika membawa uang ini disunduk atau direnteng kemudian diikat di punggung dan uang itu biasa disebut Tangtji," pungkasnya. (mdk/hhw)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perang Batak, perjuangan mempertahankan tanah leluhur dari pasukan Belanda.
Baca SelengkapnyaPemberontakan ini sebagai bentuk reaksi rakyat terhadap sistem tanam paksa oleh Belanda.
Baca SelengkapnyaSisingamangaraja XII juga dikenal sebagai Raja Tuan Marhajan Siregar, adalah seorang pahlawan dari Tanah Batak.
Baca SelengkapnyaBangunan rumah ini merupakan perpaduan arsitektur khas Belanda, Cina, dan Jawa
Baca SelengkapnyaPemberontakan yang ia pimpin menjadi pemberontakan besar terhadap Belanda yang pertama di Pulau Jawa.
Baca SelengkapnyaPenetapan hari lahir itu didasarkan pada pembentukan daerah itu menjadi kabupaten oleh Sultan Hadiwijaya
Baca SelengkapnyaPerlawanan yang dilakukan kaum PKI terhadap pemerintah Hindia Belanda ini pecah di Minangkabau atau tepatnya di daerah Silungkang dekat tambang Sawahlunto.
Baca SelengkapnyaSetelah melewati pertarungan yang sengit, pada akhirnya Kota Purwokerto berhasil dikuasai Belanda.
Baca SelengkapnyaSerangan yang berlangsung selama 4 hari berturut-turut di Solo ini berhasil menyatukan seluruh elemen masyarakat melawan gempuran pasukan penjajah.
Baca SelengkapnyaSosok pahlawan wanita berdarah Minang ini berjuang di garda terdepan melawan dan menentang sistem kolonialisme Belanda.
Baca SelengkapnyaMuseum itu bisa menjadi destinasi wisata edukasi baru di Rembang
Baca SelengkapnyaKlenteng ini jadi saksi masa kejayaan orang Tionghoa di Kota Pahlawan
Baca Selengkapnya