Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pemberontakan tahun 1740 di Batavia & jejak Etnis China di Semarang

Pemberontakan tahun 1740 di Batavia & jejak Etnis China di Semarang Foto repro buku Kota Semarang Dalam Kenangan Karya Jongkie Tio. ©2016 Merdeka.com

Merdeka.com - Peristiwa pemberontakan Batavia pada 1740 menjadi tonggak sejarah etnis Tionghoa hijrah ke Kota Semarang. Melalui perjalanan darat, mereka selalu melakukan perlawanan dengan Belanda dari Utara ke arah Timur. Perlawanan itu di bawah pimpinan Kapitan Nie Hoe Kong atau lebih dikenal sebagai Captain Souw Panjang, seorang pendekar silat. Setibanya di Semarang dia lebih terkenal dengan nama Sing She.

Souw Panjang kemudian menghimpun beberapa rekan sejawat sesama etnis Tionghoa yang juga pesilat-pesilat lainnya yang ada di Semarang untuk melawan Belanda. Pesilat-pesilat ini bersama para orang-orang pribumi biasa berlatih di Sobokarti, Gedung tempat kesenian dan latihan silat yang kini masih bertahan dan berada di Jalan Dr Tjipto, Kota Semarang.

Di bawah pimpinan Sing She, etnis Tionghoa sempat mengepung Belanda di Kabupaten Semarang pada tahun 1741. Belanda akhirnya meminta bantuan dari Batavia. Kemudian Belanda mengirimkan pula pasukannya yang berada di luar Jawa dan akhirnya, pada tahun 1743 pemberontakan kaum etnis Tionghoa bersama pribumi dapat ditumpas oleh Belanda.

Orang lain juga bertanya?

Saat itu banyak kaum etnis Tionghoa melarikan diri ke Surakarta atau Solo. Di sana para kaum etnis Tionghoa dan pribumi di bawah kepemimpinan Raden Pangeran Trunojoyo masa Raja Amangkurat I atau Mataram Kuno saat itu berperang melawan Belanda. Saat itulah, Belanda memulai politik 'Devide At Empera' dan hingga akhirnya Raja Amangkurat II berpihak pada Belanda. Sehingga kerajaan Mataram saat itu pecah kepemimpinannya.

"Tentara pribumi, Bupati koncoan (berteman dan berkoloni) melawan Amangkurat II, masuk Kartasura, Mataram pecah jadi dua. Amangkurat II minta tolong Batavia, ditumpas Semarang diserahkan kekuasaannya ke Belanda. Sama orang kerajaan Solo," ujar Sejarawan Kota Semarang Jongkie Tio kepada merdeka.com saat ditemui di rumahnya di Rumah Makan Semarang Jalan Gadjahmada, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (4/2) malam.

Akibat peristiwa itu, penguasa Belanda mendesak orang-orang etnis Tionghoa untuk pindah dari Kawasan Simongan ke sekitar daerah Kali Semarang. Tujuanya supaya gerak-gerik mereka mudah diawasi. Di sinilah awal muncul Kawasan Pecinan Kota Semarang. Kawasan itu terdiri dari wilayah sekitar; Beteng, Wotgandul, Cap Kau King, Gang Pinggir, Kalikoping.

Untuk mengamankan etnis Tionghoa, penjajah Belanda mendirikan tangsi militer di Jalan Jurnatan yang kini sudah menjadi kawasan perdagangan mesin. Dulu, kawasan itu dihuni oleh tentara yang direkrut oleh Belanda dan sekutunya dari berbagai negara dan diberi nama Kawasan 'De Werttenbergse Kazerre'. Gedung itu kini sudah dibongkar dan dijadikan Gedung Pertokoan Semarang Plaza yang kini dikenal dan diberi nama oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang dengan nama Jalan KH Agus Salim, Kota Semarang, Jawa Tengah.

"Tionghoa didesak pasukan Belanda. Dipaksa pindah. Dibatesi Kali Semarang yang kini diberinama Jalan Inspeksi. Tempate kecil orang Tionghoa kemudian berupaya untuk mencari celah dengan cara membangun lorong-lorong kecil. Untuk suplay bahan makanan mereka mencari akal dengan membangun pasar pembauran etnis Tionghoa dan etnis Jawa di Semarang. Dari cikal bakal pasar Johar muncullah Pasar Damaran. Nek pagi pedagang Damaran masuk pecinan di Pasar Gang Baru yang sampai sekarang menjadi pasar pembauran etnis Jawa dan China pertama di Kota Semarang," terang pengarang buku berjudul ‘Kota Semarang Dalam Kenangan’ ini.

Proses pembauran berlanjut, muncullah kegiatan pendidikan belajar mengajar sendiri yang diprakarsai etnis Tionghoa dan Jawa. Salah satunya sekolah 'Kuncup Melati' yang dulu bernama Hong Kow Wie. Mereka mayoritas bermuridkan anak-anak kurang mampu.

"Malah sekarang yang sekolah gratis banyak orang-orang Jawa bukan dari China saja. Kemudian juga muncul perkumpulan lintas social etnis bernama Kasa Dharma. Juga organisasi Bun Yang Thong yang di Ketua Hariyanto Halim yang merupakan pengusaha China. Lama-lama menjadi perkumpulan sosial jadi multi Etnik. Chie Lam Ceng,. Akhirnya kini, kawasan pecinan itu menjadi pusat perekonomian di Kota Semarang," jelasnya.

Di Kawasan yang ditinggalkan oleh orang Tionghoa didirikan loji-loji untuk para pedagang dari India dan Prancis di Daerah Petolongan dan Bustaman. Pascakemelut usai, kawasan di Kota Semarang ini maju pesat dan ramai perdagangan antar negara. Sebagai Kota Pelabuhan, awal pelabuhan muncul di Kawasan bernama Boomlama.

Ramainya kawasan itu akan para pedagang dan kapal yang mendarat maka kawasan itu berubah menjadi Kampung Ndarat. Sampai akhirnya kawasan itu disebut sebagai Kampung Melayu yang memiliki keterampilan membuat kapal. Sebagian lagi kampung itu dipenuhi penghuni dan penduduknya yang dikenal dengan komunitas orang-orang Arab di sekitar Jalan Peteh dan Jalan Mujahir.

"Pesatnya kemajuan perdagangan di Kawasan Pecinan Kota Semarang ini, memunculkan kebiasaan orang-orang China untuk berbisnis perjudian. Kegiatan perjudian ini terkonsentrasi di Gang Pinggir. Muncul pula tempat gadai jika para penjudi kalah menggadaikan barang-barangnya untuk berjudi di Gang Cilik. Lalu pemerintah Belanda saat itu menarik pajak dari perjudian tersebut. Saat itu orang menggunakan mata uang Keping. Uang ini berupa logam yang di tengahnya ada lubang persegi dikenal dengan uang Gobok. Jika membawa uang ini disunduk atau direnteng kemudian diikat di punggung dan uang itu biasa disebut Tangtji," pungkasnya. (mdk/hhw)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mengenang Perang Batak, Perjuangan Mempertahankan Wilayah Leluhur dari Gempuran Kolonial Belanda
Mengenang Perang Batak, Perjuangan Mempertahankan Wilayah Leluhur dari Gempuran Kolonial Belanda

Perang Batak, perjuangan mempertahankan tanah leluhur dari pasukan Belanda.

Baca Selengkapnya
Kisah Pemberontakan Batipuh 1841, Dampak Sistem Tanam Paksa Terhadap Rakyat Pantai Barat Sumatera
Kisah Pemberontakan Batipuh 1841, Dampak Sistem Tanam Paksa Terhadap Rakyat Pantai Barat Sumatera

Pemberontakan ini sebagai bentuk reaksi rakyat terhadap sistem tanam paksa oleh Belanda.

Baca Selengkapnya
18 Februari: Kelahiran Singsingamangaraja XII, Sosok Raja di Negeri Toba yang Getol Melawan Belanda
18 Februari: Kelahiran Singsingamangaraja XII, Sosok Raja di Negeri Toba yang Getol Melawan Belanda

Sisingamangaraja XII juga dikenal sebagai Raja Tuan Marhajan Siregar, adalah seorang pahlawan dari Tanah Batak.

Baca Selengkapnya
Dibangun 200 Tahun Lalu, Ini Potret Megah Rumah Crazy Rich di Pasuruan dan Kisah di Baliknya
Dibangun 200 Tahun Lalu, Ini Potret Megah Rumah Crazy Rich di Pasuruan dan Kisah di Baliknya

Bangunan rumah ini merupakan perpaduan arsitektur khas Belanda, Cina, dan Jawa

Baca Selengkapnya
Kisah Ki Bagus Rangin, Pejuang Rakyat dari Cirebon di Zaman Penjajah Belanda
Kisah Ki Bagus Rangin, Pejuang Rakyat dari Cirebon di Zaman Penjajah Belanda

Pemberontakan yang ia pimpin menjadi pemberontakan besar terhadap Belanda yang pertama di Pulau Jawa.

Baca Selengkapnya
Peringati Ulang Tahun yang ke-477, Begini Sejarah Berdirinya Kota Semarang
Peringati Ulang Tahun yang ke-477, Begini Sejarah Berdirinya Kota Semarang

Penetapan hari lahir itu didasarkan pada pembentukan daerah itu menjadi kabupaten oleh Sultan Hadiwijaya

Baca Selengkapnya
Pemberontakan Silungkang, Bentuk Protes Eksploitasi Kolonial di Kalangan Warga Sumatra Barat
Pemberontakan Silungkang, Bentuk Protes Eksploitasi Kolonial di Kalangan Warga Sumatra Barat

Perlawanan yang dilakukan kaum PKI terhadap pemerintah Hindia Belanda ini pecah di Minangkabau atau tepatnya di daerah Silungkang dekat tambang Sawahlunto.

Baca Selengkapnya
Suasana Kota Purwokerto Saat Digempur Belanda Tahun 1947, Semua Bangunan Dibumihanguskan
Suasana Kota Purwokerto Saat Digempur Belanda Tahun 1947, Semua Bangunan Dibumihanguskan

Setelah melewati pertarungan yang sengit, pada akhirnya Kota Purwokerto berhasil dikuasai Belanda.

Baca Selengkapnya
Mengenang Peristiwa Serangan Umum Surakarta, Bersatunya Rakyat dalam Pertempuran 4 Hari
Mengenang Peristiwa Serangan Umum Surakarta, Bersatunya Rakyat dalam Pertempuran 4 Hari

Serangan yang berlangsung selama 4 hari berturut-turut di Solo ini berhasil menyatukan seluruh elemen masyarakat melawan gempuran pasukan penjajah.

Baca Selengkapnya
Sosok Siti Manggopoh, Kisah Pemimpin Perang Melawan Kolonial Belanda di Ranah Minang
Sosok Siti Manggopoh, Kisah Pemimpin Perang Melawan Kolonial Belanda di Ranah Minang

Sosok pahlawan wanita berdarah Minang ini berjuang di garda terdepan melawan dan menentang sistem kolonialisme Belanda.

Baca Selengkapnya
Mengunjungi Liem Heritage Rembang, Saksi Sejarah Perjuangan Rakyat Tionghoa Lawan VOC
Mengunjungi Liem Heritage Rembang, Saksi Sejarah Perjuangan Rakyat Tionghoa Lawan VOC

Museum itu bisa menjadi destinasi wisata edukasi baru di Rembang

Baca Selengkapnya
Mengunjungi Klenteng Boen Bio Surabaya, Saksi Perlawanan Orang Tionghoa kepada Kolonial Jepang dan Belanda
Mengunjungi Klenteng Boen Bio Surabaya, Saksi Perlawanan Orang Tionghoa kepada Kolonial Jepang dan Belanda

Klenteng ini jadi saksi masa kejayaan orang Tionghoa di Kota Pahlawan

Baca Selengkapnya