Rektor Nonaktif Universitas Pancasila Buka-bukaan Terkait Kasus Dugaan Pelecehaan Seksual
Nama baik diri dan keluarga dipertaruhkan Karena adanya kasus ini.
Edie tidak pernah membayangkan berada di titik terendah dalam hidupnya.
Rektor Nonaktif Universitas Pancasila Buka-bukaan Terkait Kasus Dugaan Pelecehaan Seksual
Rektor nonaktif Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno angkat bicara terkait dugaan pelecehan seksual terhadap bawahannya. Ada dua laporan polisi (LP) yang diterima oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Edie menuding, laporan polisi (LP) dugaan pelecehan seksual diduga kuat berhubungan dengan proses pemilihan rektor.
"Saya cari-cari apa motif mereka itu sebetulnya. Tapi dugaan saya ini karena bertepatan dengan pemilihan rektor di Universitas Pancasila, mereka ingin jadi rektor," kata Edie di Jakarta Pusat, Kamis (29/2).
Edie menjelaskan, dirinya mendapat tawaran dari pihak yayasan untuk mempanjang masa jabatan sebagai rektor dalam waktu dua tahun hingga empat tahun ke depan. Hal itu disampaikan pihak Yayasan sebelum pemilihan rektor berjalan.
"Pernah saya mendengar pimpinan yayasan universitas saya menghitung usia saya dan sebagainya, saya punya pilihan dua tahun atau empat tahun tambah," ujar dia.
Edie melanjutkan, ia kemudian mempersiapkan diri membuat rencana strategis Universitas Pancasila sampai tahun 2029. Bersama timnya menyusun buku di daerah Rancamaya, Bogor Jawa Barat.
"Jadi kalau saya terpilih, besok paginya saya sudah tahu harus berbuat apa. Apalagi saya sudah 13 tahun di situ," ujar dia.
Namun, ternyata muncul kekhawatiran dari banyak pihak bila perpanjangan masa rektor itu terjadi. Ujungnya pun orang-orang itu berusaha menjatuhkan nama baiknya.
"Mungkin mereka enggak suka jadi akhirnya terjadilah seperti ini. Selama dua bulan ini saya mendapat hinaan, cercaan tuduhan yang sangat tidak beretika dan itu tidak saya lakukan sama sekali. Tetapi memang saya menjadi sasaran untuk kegiatan ini yaitu kegiatan yang sedang berjalan di UP pemilihan rektor," ucap dia.
Edie tidak pernah membayangkan berada di titik terendah dalam hidupnya. Nama baik diri dan keluarga dipertaruhkan. Karena adanya kasus ini semua pencapaian prestasi, loyalitas tiba-tiba harus lenyap.
"Saya punya keluarga, bisa dibayangkan gak betapa mereka sedih dan malu ayahnya diperlakukan seperti ini. Saya sebetulnya sampai hari ini masih sedih. Karena saya gak berani membayangkan bagaimana sedih dan malunya keluarga saya. Kami ini orang yang punya etika. Anak-anak saya tahu budi pekerti," ujar dia.
"Yang paling menyedihkan adalah di saat usia saya yang sudah tidak muda pengalaman ini tertimbul muncul dan itu sungguh satu penderitaan yang tidak bisa membayangkan betapa saya menderita karena tuduhan-tuduhan tidak benar ini," sambung dia.
Edie sebagai jebolan sarjana hukum mengaku tahu betul semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya tidak berdasar dan tidak ada ada bukti maupun saksi.
"Berani-beraninya gugat saya. Jadi dunia emang aneh. Saya punya dosa apa kok sampai. Saya gak mau disaat saya makin tua, tapi anak anak saya menderita karena nama baik ayahnya jelek. Jelek itu bukan karena kesalahannya tapi dibuat oleh orang orang yang iri atau tidak suka. Tapi itulah hidup itulah dunia," ucap dia.
Terlepas dari itu, Edie berharap permasalahan yang kini mendera bisa segera tuntas. Karena, bukan yang terkena dampak bukan hanya pribadinya namun juga keluarga besarnya. Edie yakin, ada dalang dibalik pelaporan polisi tersebut.
"Saya ingin segera lepas dari beban ini karena bukan saya saja yang merasaka ini beban keluarga saya juga. Banyak sekali teman teman saya yang kenal saya gak ada yang percaya cerita yang seperti ini gak ada yang percaya. Ini memang suatu game yang dimanikan orang lain tapi menistakan harkat dan martabat saya dan keluarga," tandas dia.
Kemudian, Pengacara siap lakukan upaya hukum untuk membela rektor nonaktif Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno yang terseret kasus dugaan pelecehan seksual. Hal itu disampaikan langsung penasihat hukum Edie Toet, Faizal Hafied. Namun, dia tak membeberkan secara gamblang bentuk upaya hukum yang dimaksud.
"Kami juga akan melakukan langkah-langkah hukum lain untuk membela kepentingan klien kami. Apa yang kami lakukan bisa ditunggu beberapa hari kedepan. Kami sedang mempersiapkan semuanya dan kami akan melakukan upaya hukum untuk kepentingan klien kami," kata Faizal.
Faizal menerangkan, pihaknya akan memberikan klarifikasi dan menjelaskan kepada publik untuk membela kliennya. Hal ini semata-mata demi mengembalikan harkat dan martabat dari kliennya.
"Apa yang kami siapkan mohon rekan-rekan tunggu berapa hari lagi. Tujuannya untuk mengembalikan harkat-martabat klien kami sebagaimana sebelum terjadi kasus tersebut," ujar dia.
Faizal menyampaikan, kejanggalan dalam kasus politisasi dan kriminalisasi Edie Toet Hendratno. Dia menyinggung soal jangka waktu kejadian dengan laporan polisi.
"Jangka waktu antara kejadian menurut keterangan pelapor dengan laporan yang dibuat ke Polda Metro Jaya saat ini sangat jauh dari tanggal kejadian yang menurut saudari RZ terjadi pada tanggal 6 Februari 2023 dan beliau baru melaporkan pada tanggal 12 Januari 2024. Kenapa baru sekarang melakukan pelaporan? Apakah ada maksud lain dari pelaporan saudari RZ tersebut? Atau ada aktor intelektual di belakangnya," ucap dia.
Selain itu, Faizal juga mengungkit jangka waktu kejadian dengan visum. Laporan polisi yang dibuat pelapor pada tanggal 12 Januari 2024, kemudian 15 hari setelah laporan baru dilakukan visum pada tanggal 27 Februari 2024.
"Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil visum tersebut pastinya tidak akan optimal melihat dari jangka waktu kejadian yang diakui pelapor," ujar dia.