Saut Situmorang Ungkap Sederet Alasan Ketua KPK Firli Bahuri Bisa jadi Tersangka Pemerasan SYL
Saut Situmorang mengungkap sederet alasan Firli Bahuri bisa dijerat sebagai tersangka pemerasan SYL.
Saut meyakini, adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan Firli Bahuri bukan tanpa alasan.
Saut Situmorang Ungkap Sederet Alasan Ketua KPK Firli Bahuri Bisa jadi Tersangka Pemerasan SYL
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang mengungkap sederet alasan Firli Bahuri bisa dijerat sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasaan pimpinan KPK penanganan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) 2021.
Hal itu disampaikan usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi ahli atas kasus yang tengah disidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Saut menjelaskan dugaan pelanggaran Pasal 36 dan 65 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi."Jadi 36, 65 itu dengan alasan apapun ya dilarang. Atau dilarang dengan alasan apapun tidak diperkenankan Pimpinan KPK itu bertemu dengan orang yang sedang berperkara," kata Saut kepada wartawan, Selasa (17/10).
"Tidak boleh di pasal 36-nya, 65-nya itu di pidana penjara 5 tahun kalau bertemu dengan pihak yang berperkara," tambah dia.
Saut meyakini, adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan Firli Bahuri bukan tanpa alasan. Dari informasi yang didapat, pengaduan adanya indikasi korupsi di Kementan sejatinya telah diterima KPK lewat dumas sejak 2021.
Saat aduan diterima KPK, Firli malah bertemu Eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada 2 Agustus 2022 atau sekitar tahun 2022. Hal itu sebagaimana foto yang beredar terkait pertemuan keduanya di salah satu Gor Bulutangkis di Jakarta.
"Sumber C3 tapi itukan dikonfirmasi sumber lain pertemuan itu. Ada yang jadi menarik ketika terjadi bantah membantah kan ‘Oh itu saya enggak ada ketemu’ begitu ada fotonya ‘Oh itu ketemu tidak bahas itu’ itu akan menjadi menarik untuk didalami," kata Saut sembari tiru klaim Firli.
Saut juga membantah pertemuan Firli dan SYL dianggap belum mulai penyelidikan. Sebab, setelah aduan masuk ke KPK, perkara yang berasal dari aduan masyarakat pun langsung ditangani lembaga antirasuah.
"Pasal 36 dan 65 itu emang tujuannya adalah pimpinan yang punya accessibility informasi yang datang ke KPK itu supaya dia tidak cawe-cawe di situ. Itu sebenarnya filosofi pasal 36 dan 65 itu,"
kata dia.
merdeka.com
Sehingga, Saut menilai adanya Pasal 36 dan Pasal 65 diartikan bukan terikat dengan kasus yang harus naik ke penyelidikan lebih dulu. Karena, peran dari dumas banyak juga menghasilkan operasi tangkap tangan (OTT) yanh dilakukan KPK.
"Iya dong. Berarti kamu kan udah menangani kan. Dan biasanya pengaduan masyarakat itu kalo ditangani dengan benar, hasilnya OTT. Paham gak. Biasanya OTT itu bukan penyidikan dulukan, setelah ekspos baru besok, kan ekspos dulu itu baru penyidikan," ujarnya.
Oleh sebab itu, Saut mendesak kasus pertemuan Firli dengan SYL diusut oleh Dewas KPK. Sebagaimana fungsi dewas untuk menjaga lima hal yakni integritas, sinergi, profesional, kepemimpinan dan keadilan sebagai pilar dari kelembagaan KPK.
"Oh iya dong, itu tugasnya dia, dia Digaji untuk itu, dia menjaga 5 nilai. yang namanya integrity, sinergi, kepemimpinan, sama keadilan. Ini adil gak kaya gini, ya nggak. Dia (Dewas) seharusnya sudah bekerja dan sudah bisa menyimpulkan sebenarnya,"
tutur Saut.
Diketahui pemeriksaan terhadap Saut Situmorang merupakan bagian dari proses penyidikan terkait dugaan pemerasaan Pimpinan KPK atas penanganan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).
Setelah ditemukan unsur pidana, atas pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 12e atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 65 KUHP.
Berikut isi Pasal 36 dan 65 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 36
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang:
a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun;
b. menangani perkara tindak pidana korupsi yang pelakunya mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dengan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang bersangkutan;
c. menjabat komisaris atau direksi suatu perseroan, organ yayasan, pengawas atau pengurus koperasi, dan jabatan profesi lainnya atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan jabatan tersebut.
Pasal 65
Setiap Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.