Sejarah Angin Puting Beliung Mirip Tornado di Bandung
Sepanjang 2023, ada tiga kali angin puting beliung di wilayah Bandung.
Angin puting beliung melanda kawasan Rancaekek Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, pada Rabu (21/2) sore.
Sejarah Angin Puting Beliung Mirip Tornado di Bandung
Angin puting beliung melanda kawasan Rancaekek Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, pada Rabu (21/2) sore. Puluhan rumah rusak akibat kejadian tersebut.
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto mengatakan, angin puting beliung ini bukan pertama kali terjadi di Bandung.
Dia menyebut, sepanjang 2023, ada tiga kali angin puting beliung di wilayah Bandung. Pertama, pada 5 Juni 2023 terjadi di Desa Bojongmalaka, Desa Rancamanyar, dan Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah-Bandung.
"Berdasarkan informasi media, fenomena tersebut menimbulkan kerusakan pada bangunan rumah warga di mana sebanyak 110 rumah rusak di Bojongmalaka, 20 rumah rusak di Kelurahan Andir, dan 11 rumah rusak di Rancamayar," ucap Guswanto, Kamis (22/2).
Kedua, pada Oktober 2023 terjadi puting beliung di Banjaran. Dua bulan kemudian atau Desember kembali terjadi di Ciparay dan menimbulkan beberapa kerusakan seperti bangunan rusak dan pohon tumbang.
Bahkan di tahun 2024 pada 18 Februari, puting beliung terjadi juga di Parongpong, Bandung Barat.
Angin Puting Beliung Mirip Tornado
Guswanto mengatakan, secara esensial puting beliung dan tornado memiliki kemiripan. Keduanya sama-sama memiliki pusaran angin yang kuat, berbahaya, dan berpotensi merusak.
Menurut Guswanto, istilah tornado biasa dipakai di wilayah Amerika dan ketika intensitasnya meningkat lebih dahsyat.
Kecepatan angin tornado bisa mencapai ratusan km/jam dengan dimensi yang sangat besar hingga puluhan kilometer sehingga dapat menimbulkan kerusakan yang luar biasa.
"Sementara itu, di Indonesia fenomena yang mirip tersebut diberikan istilah puting beliung dengan karakteristik kecepatan angin dan dampak yang relatif tidak sekuat tornado besar yang terjadi di wilayah Amerika," jelas Guswanto.
Guswanto mengimbau agar fenomena yang terjadi di Rancaekek tidak disebut sebagai tornado. Dia menyebut, penggunaan istilah tersebut bisa menimbulkan kehebohan di masyarakat.
"Cukuplah dengan menggunakan istilah yang sudah familiar di masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat dapat memahaminya dengan lebih mudah,"
ujarnya.
merdeka.com
Dia menjelaskan, puting beliung secara visual merupakan fenomena angin kencang yang bentuknya berputar kencang menyerupai belalai dan biasanya dapat menimbulkan kerusakan di sekitar lokasi kejadian.
Puting beliung terbentuk dari sistem Awan Cumulonimbus (CB) yang memiliki karakteristik menimbulkan terjadinya cuaca ekstrem. Meskipun begitu, tidak setiap ada awan CB dapat terjadi fenomena puting beliung.
Angin puting beliung dapat terjadi dalam periode waktu yang singkat dengan durasi kejadian umumnya kurang dari 10 menit.
"Prospek secara umum untuk kemungkinan terjadinya dapat diidentifikasi secara general, di mana fenomena puting beliung umumnya dapat lebih sering terjadi pada periode peralihan musim dan dan tidak menutup kemungkinan terjadi juga di periode musim hujan," kata Guswanto.