Senyum Soeharto dan Perintah ‘Bereskan’ DN Aidit
Momentum ini terus dimanfaatkan oleh Mayjen Soeharto untuk meningkatkan pengaruhnya di Angkatan Darat.
Malam itu terasa sangat mencekam. Khususnya, bagi para petinggi Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka dikejar para prajurit TNI AD.
Senyum Soeharto dan Perintah ‘Bereskan’ DN Aidit
Malam itu terasa sangat mencekam. Khususnya, bagi para petinggi Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka dikejar para prajurit TNI AD.Tepatnya, usai malam mencekam 30 September 1965.
Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, Mayor Jenderal Soeharto adalah sosok yang memerintahkan pengejaran dan penangkapan Ketua CC PKI.
Dia tersenyum ketika mendengar laporan anak buahnya, bahwa Aidit sudah ‘dibereskan’.
Dalam buku Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara dijelaskan percakapan antara Mayor Jenderal Soeharto dengan Kolonel Brigade IV Infanteri, Kolonel Yasir Hadibroto.
Perintah Soeharto
"Ada di mana kamu saat pemberontakan PKI Madiun?" tanya Mayjen Soeharto.
"Saya waktu itu baru saja dihijrahkan dari Jawa Barat, kompi saya lalu mendapat tugas menghadapi tiga batalyon komunis di daerah Wonosobo, Pak," jawab Kolonel Yasir.
"Nah, yang memberontak sekarang ini adalah anak-anak PKI Madiun dulu. Sekarang bereskan itu semua! D.N. Aidit ada di Jawa Tengah. Bawa pasukanmu ke sana," ujar Soeharto memberi perintah.
Kolonel Yasir Hadibroto memboyong pasukannya ke Solo. Di kota tersebut dia menemui Sriharto. Seorang intelijen yang berhasil menyusup sebagai orang kepercayaan dalam tubuh PKI
Hanya dalam beberapa hari, Sriharto melaporkan keberadaan Aidit yang berada di rumah di Desa Sambeng. Tepatnya di belakang Stasiun Balapan.
Rencana penangkapan disusun. Sekitar pukul sebelas siang, Aidit muncul dari rumah tersebut. Dia menumpang vespa Sriharto
Sekitar pukul sembilan malam, Letnan Ning Prayitno memimpin pasukan Brifif IV menggerebek rumah milik bekas pegawai PJKA itu
Salah seorang wartawan yang bekerja di Solo, yakni Alwi Shahab menulis di harian Republika. Saat digerebek, Aidit bersembunyi di dalam lemari.
Pada malam itu, Yasir menginterogasi Aidit. Lalu Aidit membuat pengakuan tertulis setebal 50 halaman. Isinya, Aidit yang bertanggung jawab atas peristiwa G30S.
Namun menurut Yasir, dokumen itu dibakar Pangdam Diponegoro. Anehnya, Risuke Hayasi yang merupakan koresponden Asahi Evening News, berhasil mendapatkan dokumen tersebut.
Aidit Minta Bertemu Bung Karno
Menjelang dini hari, Yasir kebingungan. Lantaran Aidit berkali-kali meminta untuk dipertemukan dengan Presiden Sukarno.
Yasir menolak permintaan itu. Karena jika diserahkan kepada Bung Karno, pasti akan memutarbalikkan fakta sehingga persoalannya jadi lain.
Akhirnya, pada pagi buta tanggal 23 November 1965, Yasir membawa Aidit meninggalkan Solo. Mereka menggunakan tiga buah Jeep. Aidit yang diborgol berada di Jeep terakhir bersama Yasir.
Tanpa sepengetahuan dua Jeep yang ada di depannya, Yasir membawa Jeep yang berisi Aidit belok masuk ke Markas Batalyon 444. Yasir bertanya kepada Mayor Trisno
"Ada sumur?" tanya Kolonel Yasir.
Aidit Dieksekusi
Yasir membawa Aidit ke tepi sumur. Dia mempersilakan Aidit mengucapkan pesan terakhir.
Namun Aidit malah berapi-api dan berpidato. Hal ini membuat Yasir dan anak buahnya marah.
Dor! dengan dada berlubang Aidit terjungkal masuk sumur.
Soeharto Tersenyum
Keesokan harinya, 24 November 1965, pukul 3 sore. Yasir bertemu Soeharto di Gedung Agung, Yogyakarta. Setelah melaporkan pekerjaannya, termasuk keputusannya membunuh Aidit, sang kolonel memberanikan diri bertanya.
"Apakah yang Bapak maksud dengan bereskan itu seperti sekarang ini, Pak?” Tanya Yasir.
Jawaban Soeharto
Soeharto pun tersenyum. Eksekusi tersebut telah menghilangkan kesempatan mengorek keterangan Aidit di depan pengadilan.
Sementara itu, momentum ini terus dimanfaatkan oleh Mayjen Soeharto untuk meningkatkan pengaruhnya di Angkatan Darat.