Usut Kasus Bullying Siswa SMA Binus Simprug Melibatkan Anak Ketum Parpol, Polisi Tegaskan Tak Ada Intervensi
korban bullying SMA Binus, RE (16) mengaku sering mendapatkan perundungan dari teman-temannya
Polres Metro Jakarta Selatan memastikan kasus dugaan perundungan di lingkungan SMA Binus Simprug tetap akan berlanjut. Polisi juga menyebut tidak ada intervensi dari pihak manapun sekalipun diduga adanya keterlibatan dari anak ketua Partai Politik yang terlibat dalam kasus bullying sebagaimana disebut oleh korban inisial RE (16).
"Untuk kasus yang dilaporkan kita tidak ada intervensi, yang jelas kasus berlanjut. Yakan, semua sudah kita periksa. Berarti, untuk penyidik lanjut yakan tidak ada intervensi dari pihak manapun," kata Kasie Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi kepada wartawan, Rabu (18/9).
Nurma mengatakan kasus ini akan tetap berlanjut sebagimana dengan laporan pihak pelapor dan telah naik sidik. Hingga saat ini pun polisi masih mencari bukti terkait dugaan adanya perundungan tersebut.
"Yang jelas semua kita mintai keterangan, kemudian mengumpulkan barang bukti," ucapnya.
Hingga saat ini sudah ada 18 orang saksi yang telah diperiksa dari kasus dugaan perundungan di lingkungan SMA Binus. Beberapa di antaranya juga meminta penjadwalan ulang untuk dimintai keterangan.
Nurma juga menambahkan, bukti berupa video juga telah dikantonginya dan masih dilakukan pendalaman.
"Yang jelas dari video, fakta-fakta yang ada, keterangan saksi itu memperkuat dan memperjelas yang dilaporkan," pungkas Nurma.
Pengakuan RE
Sebelumnya, korban bullying SMA Binus, RE (16) mengaku sering mendapatkan perundungan dari teman-temannya. Dia mengungkapkan, dipaksa melayani teman-temannya yang mengaku sebagai anak-anak pejabat, ketua umum partai hingga MK.
"Mereka (pelaku) membanggakan dan mengancam saya. Mereka mengatakan kepada saya, 'Lu jangan macam-macam sama kita. Lu mau nyaman sekolah di sini, lu mau bisa kita tidak bully di sini. Lu harus bisa ngelayanin kita semua. Lu tau enggak bapak kita siapa? Dia bapaknya Ketua Partai. Bapak dia DPR. Bapak dia MK'," tutur RE dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9).
Dia kemudian menyebut bahwa salah satu pelaku perundungan mengaku orang tuanya merupakan ketua partai politik berinisial A. Sementara, sang anak terduga pelaku perundungan berinisial M.
"Lalu, sahabat dari ketua geng ini mengakui, 'Lu jangan macam-macam. Bapak gue ketua partai sekarang!' Bapak yang berinisial A, anaknya yang berinisial M, mengaku dan mengatakan itu kepada saya," ujarnya.
Sementara, kuasa hukum RE, Agustinus Nahak menyatakan kliennya mengalami beragam bentuk perundungan oleh teman-temannya. Dia menjelaskan korban yang merupakan siswa pindahan mengalami perundungan sejak pertama kali bersekolah di SMA tersebut. Puncak perundungan terjadi pada 30 dan 31 Januari 2024.
"Menurut korban RE ada dugaan di sekolah tersebut geng-geng kecil dan geng ini ada dugaan mengintimidasi, melakukan bullying secara verbal bahkan kekerasan fisik, bahkan adanya pelecehan seksual terhadap korban RE di sekolah," kata Agustinus.
Agustinus mengatakan, pelaku perundungan terhadap korban diduga merupakan anak dari pejabat hingga ketua umum partai politik. Dia menyebut korban diminta melayani anak-anak pejabat tersebut.
"Dia (pelaku) mengaku bahwa dia adalah anak daripada pejabat, anak pengusaha hebat, anak daripada ketua partai sehingga mereka minta supaya korban RE tersebut untuk melayani mereka, harus mengikuti mereka, kalau tidak mereka akan melakukan dugaan tindakan baik itu kekerasan maupun secara verbal," ujar dia.
Orang tua korban kemudian melaporkan peristiwa perundingan yang dialami anaknya kepada Polres Metro Jakarta Selatan pada 31 Januari 2024.
"Tanggal 9 September 2024 Polres Metro Jakarta Selaran mengeluarkan sprindik bahwa ada delapan orang anak yang berhadapan dengan," ujarnya.