Alasan Kemendagri Evaluasi Pilkada Langsung, Banyak Kepala Daerah Terjerat Korupsi
Merdeka.com - Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengatakan kementeriannya tengah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pilkada langsung yang pertama kali digelar 2005 lalu.
Salah satu alasan yang menjadi dasar evaluasi ini adalah banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.
"Ada 300 sekian kepala daerah bermasalah secara hukum, kasus korupsi," kata Bahtiar saat ditemui di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis (21/11).
-
Kapan pilkada serentak pertama kali dilakukan? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015.
-
Bagaimana Pilkada sebelum tahun 2005? Sebelum adanya sistem pemilihan langsung, pemilihan kepala daerah diangkat oleh presiden atau dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
-
Apa itu pantarlih pilkada? Salah satunya adalah Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih).
-
Kapan pilkada serentak diselenggarakan secara nasional? Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada November 2024.
-
Bagaimana menjadi pantarlih pilkada? Dengan mematuhi semua syarat-syarat yang telah ditetapkan, calon Pantarlih akan memenuhi kualifikasi untuk mendaftar sebagai Pantarlih pada Pilkada 2024.
-
Kapan Pilkada Serentak pertama? Pilkada Serentak pertama kali dalam cakupan nasional di Indonesia dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2015.
Bahtiar melanjutkan, perilaku korup kepala daerah disebabkan ongkos Pilkada langsung yang mereka keluarkan sebelumnya saat kampanye. Karenanya Kemendagri melakukan kajian untuk membuat sistem Pilkada yang lebih baik.
Selain karena faktor ekses kepala daerah yang terjerat korupsi, faktor lainnya adalah biaya negara yang tinggi dikeluarkan untuk penyelenggaraan pilkada langsung. Padahal menurutnya, saat ini negara memiliki prioritas utama untuk memajukan dan mencerdaskan sumber daya manusia, ketimbang menggelontorkan dana untuk Pilkada.
"Tahun 2018 kita Pilkada 171 daerah menghabiskan Rp18 triliun. Mana sih prioritas? Uang kita terbatas, kita menghadapi bonus demografi kalau kita tak didik mereka terjadi ledakan penduduk, habis kita pakai pemilihan semua," pandang dia.
Bahtiar melanjutkan kajian ini masih dalam tahap dan masih berproses menjelang dihelatnya Pilkada 2020 di 270 daerah.
Reporter: M Radityo
Sumber: Liputan6.com
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berikut ini sejarah awal Pilkada di Indonesia yang mencerminkan transformasi
Baca SelengkapnyaPilkada menjadi ajang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin lokal yang terbaik.
Baca SelengkapnyaPengertian Pilkada beserta sejarahnya yang perlu diketahui.
Baca SelengkapnyaSebagai mekanisme demokratis, Pilkada memungkinkan rakyat untuk secara langsung menentukan arah kebijakan dan pembangunan di daerah mereka.
Baca SelengkapnyaSejarah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia dari masa ke masa.
Baca SelengkapnyaBaru-baru ini, muncul usulan kepala daerah dipilih lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Baca SelengkapnyaPemerintah mengatakan wacana pemilihan kepala daerah dilakukan melalui dewan perwakilan rakyat daerah atau DPRD sudah bergulir lama
Baca SelengkapnyaTingginya biaya politik menjadi dalih pejabat partai politik hingga eksekutif, untuk melanggengkan wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD.
Baca SelengkapnyaWamendagri memastikan, pemerintah tidak akan terburu-buru menentukan kebijakan terkait hal tersebut.
Baca SelengkapnyaKepala desa biasanya memiliki hubungan dengan petahana sehingga dapat mendobrak atau mengurangi suara politisi tersebut.
Baca SelengkapnyaPKS menilai dana besar negara untuk perhelatan beberapa Pilkada langsung bisa dialokasikan untuk berbagai program kesejahteraan rakyat.
Baca SelengkapnyaDengan pilkada langsung, Demokrat menilai masyarakat bisa memilih pemimpin yang dekat dengan rakyat
Baca Selengkapnya