Diminta Hakim MK Perbaiki Berkas Gugatan Syarat Usia Capres-Cawapres, Pelapor Minta Proses Sidang Dipercepat
Pelapor diminta hakim MK memperbaiki laporan karena terdapat beberapa legal standing dan salah ketik.
Pelapor diminta hakim MK memperbaiki laporan karena terdapat beberapa legal standing dan salah ketik.
Diminta Hakim MK Perbaiki Berkas Gugatan Syarat Usia Capres-Cawapres, Pelapor Minta Proses Sidang Dipercepat
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian materiil atas Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia minimal capres-cawapres pada Rabu (8/11) siang.
Sidang pendahuluan ini dipimpin oleh Hakim Ketua Suhartoyo dan didampingi Hakim Guntur Hamzah dan Daniel Yusmic Foekh.
Adapun gugatan ini dilayangkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia bernama Brahma Aryana yang juga hadir dalam sidang. Turut mendampingi pelapor Viktor Aantoso Tandiasa selaku kuasa hukum Brahma.
Pelapor diminta perbaiki laporan
Dalam persidangan, Viktor dan Brahma diminta untuk memperbaiki berkas pelaporan. Sebab, terdapat beberapa legal standing dan salah ketik yang perlu diperbaiki.
Hakim Ketua Suhartoyo mengatakan, perbaikan ini bisa dilakukan sampai Selasa (21/11) pekan depan.
"Jadi Mahkamah memberikan kesempatan untuk perbaikan sampai hari Selasa tanggal 21 November tahun 2023 jam 9 pagi. Hard copy dan soft copy harus sudah diserahkan kepada paniteraan," kata Suhartoyo kepada Pelapor.
Pelapor minta sidang dipercepat
Namun, Viktor meminta para hakim untuk mempercepat proses persidangan. Pelapor bakal mengirimkan dokumen perbaikan pada Kamis (9/11) besok.
"Kalau misalnya kami dapat melakukan perbaikan dalam waktu cepat misalnya, kami rencana akan memasukkan pada besok pagi apakah ini kemudian dapat dilakukan putusan secara cepat, Yang Mulia?" tanya Viktor.
Alasan pelapor minta sidang dipercepat
Viktor menjelaskan, percepatan proses sidang diminta agar mendapatkan kepastian hukum terkait keberlanjutan syarat capres dan cawapres usai Majelis Kehormatan MK (MKMK) menjatuhkan sanksi etik kepada para hakim konstitusi.
"Sebenarnya tujuan kami kan ingin mendapatkan satu kepastian hukum yang saat ini sedang menjadi polemik di masyarakat, di mana legitimasi pemilu ini akan dipertanyakan terkait dengan adanya sanksi etik yang kemarin," ujar Viktor.
Mendengar hal itu, hakim Suhartoyo mempersilakan Viktor dan Brahma untuk memperbaiki dokumen itu dengan cepat. Namun, proses sidang tetap sesuai prosedur mengingat banyak juga perkara yang sedang berproses di MK.
"Ya silakan nanti dijalankan saja secara normal, artinya kalau memang bisa lebih cepat mau diserahkan naskah perbaikannya ya silakan. Tapi kami tidak akan terdikte oleh itu," jelas Suhartoyo.
Meski demikian, Suhartoyo bakal menyampaikan permintaan tersebut saat Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
"Tapi silakan saja dan apa yang anda inginkan, supaya juga dipertimbangkan tentang percepatan itu, nanti akan kami sampaikan juga kepada hakim-hakim yang lain," tambah Suhartoyo.
Tak hanya percepatan, Brahma juga meminta untuk tidak disidang oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman.
"Salam perkara ini kami ingin memastikan saja bahwa tidak diperiksa oleh salah satu hakim in casu Yang Mulia Anwar Usman," kata Brahma.
Suhartoyo kembali menegaskan bahwa Anwar Usman tidak akan menangani persoalan terkait Pemilu.
"Kan sudah ada amar putusan MKMK seperti itu," kata Suhartoyo.