Babak Baru Gugatan Batas Usia Capres Cawapres, Hakim MK: Kepentingan Siapa?
Uji materil ini dilayangkan mahasiswa Unusia bernama Brahma Aryana
Uji materil ini dilayangkan mahasiswa Unusia bernama Brahma Aryana
Babak Baru Gugatan Batas Usia Capres Cawapres, Hakim MK: Kepentingan Siapa?
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menguji materil atas putusan 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).
Diketahui, uji materil ini dilayangkan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) bernama Brahma Aryana, yang digelar di MK hari Rabu (8/11) lalu.
Proses uji materil dilakukan tanpa hakim konstitusi Anwar Usman. Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie saat itu mengapresiasi pengujian ulang ini. Menurutnya, putusan etik MKMK tidak bisa mengoreksi putusan 90, namun permohonan pengujian yang dilayangkan Brahma dapat dilakukan.
Uji materil yang dilakukan Brahma diregistrasi Nomor 141/PUU-XXI/2023. Brahma tidak sendiri, dia menggandeng kuasa hukum Viktor Santoso Tandiasa dan Harseto Setyadi Rajah.
Brahma mempermasalahkan terkait putusan MK yang bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3), Pasal 28D Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Terhadap permohonan ini kami nilai Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu sebagaimana telah dimaknai dengan Putusan 90 Tahun 2023 bertentangan secara bersyarat dengan Pasal 1 Ayat (3) dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945," jelas Viktor Santoso kepada hakim panel.
Di samping itu, Brahma menilai persoalan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang telah dimaknai oleh MK Nomor 90/PUU-XXI 11/2023, menurutnya akan menimbulkan perdebatan hukum.
Persyaratan untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah, tambah MK dalam Pasal 169 huruf q UU 7/2017.
Kata Brahma, frasa penambahan ketentuan berpotensi menimbulkan persoalan hukum bagi setiap calon yang usianya di bawah 40 tahun. Sebab kata "yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".
Brahma dan kuasa hukumnya menginginkan secara spesifik frasa itu diubah menjadi "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi".
Di Persidangan, Para Hakim Bertebar Saran dan Masukan
Saat pemeriksaan berlangsung di Gedung MK pada (8/11), persidangan dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, para hakim dalam perkara nomor 141 ini memberikan masukannya mulai dari pendataan, hingga kedudukan hukum secara sah.
Ketua panel, Suhartoyo mengatakan setiap menulis norma Pasal 169 huruf q sudah sewajibnya selalu dengan yang telah dimaknai putusan 90.
"Saya tambahkan sedikit saja. Jadi, setiap menulis norma Pasal 169 huruf q harus selalu dengan yang telah dimaknai Putusan 90, Viktor, jangan tinggal itu," ucap Suhartoyo (8/11), dikutip (10/11).
Suhartoyo menambahkan, Brahma dan Viktor Santoso sebagai pemohon mesti memposisikan dirinya dengan objektif, sebab berhubungan dengan petitumnya.
"Pemohon hari ini bukan gubernur, bukan bupati, wali kota, tapi kok minta petitumnya ini untuk kepentingan siapa? Nah, cermati lagi bahwa Pasal 169 huruf q dan Pasal 169 pada umumnya itu sebenarnya untuk kepentingan-kepentingan siapa, sih? Nah itu, silakan nanti kalau mau dielaborasi," ujar Suhartoyo.
Anggota hakim panel, Guntur Hamzah menyebut para pemohon jangan terlalu cepat menyimpulkan siapa hakim yang dissenting, dan berapa hakim yang concurring. Pasalnya, hal itu akan menimbulkan misleading.
"Nah, Mahkamah ini kan selalu melihat ujungnya, ini kan amar ini karena di Pasal 56 itu bicara amar putusan, kan gitu. Nah, baru nanti kalau sudah diletakkan, barulah kelihatan siapa yang akan dissenting, siapa yang akan concurring. Karena dissenting, concurring. Jangan langsung lihat disenting siapa? Concurring berapa? Karena itu akan bisa misleading itu, tapi letakkan dulu amarnya," ungkap Guntur Hamzah.
Kendati demikian, kuasa hukum Brahma mengakui bahwa dalam membuat permohonan tak disertai persiapan yang matang, khususnya terkait putusan MKMK yang menyatakan ada hakim yang terkena sanksi etik.
"Ya, Yang Mulia, sebenarnya memang benar kami membuat ini tidak dalam persiapan yang matang, sehingga kami memang masih banyak hal yang perlu kita masukkan, dan memang terlebih lagi akan banyak penambahan atau perubahan khususnya terkait dengan adanya putusan MKMK kemarin, Yang Mulia," ucap Viktor.
Lebih lanjut, atas saran yang diberikan para hakim panel, kuasa hukum Brahma akan menyerahkan perbaikan permohonan uji materil secepatnya. Viktor mengharapkan MK dapat memeriksa perbaikan tersebut secara cepat juga.
"Jadi, Mahkamah memberi kesempatan untuk perbaikan sampai hari Selasa, tanggal 21 November 2023, pukul 09.00 WIB pagi, hard copy dan soft copy harus sudah diserahkan Kepaniteraan kepada
Kepaniteraan. Seandainya lebih cepat dari itu ya silakan saja," ungkap Suhartoyo.
Reporter magang: Fandra Hardiyon