NasDem: Amandemen Terbatas UUD 1945 Berpotensi Buka Kotak Pandora
Merdeka.com - DPP Partai NasDem menyatakan amendemen terbatas UUD 1945 berpotensi membuka kotak pandora yang lain karena UUD merupakan sistem ketatanegaraan. Wacana amendemen terbatas UUD kembali menghangat ketika Ketua MPR Bambang Soesatyo bertemu dengan Presiden Joko Widodo.
Pada saat bertemu Jokowi, Bamsoet mengaku menyodorkan perihal mekanisme pembahasan Pasal 37 UUD Tahun 1945. Yang kedua pembahasannya akan hal itu dikatakan tidak akan melebar.
"Pastinya pasal-pasal saling keterkaitan, dan UUD NRI Tahun 1945 tidak mengenal perubahan terbatas, kecuali dibatasi oleh kebijakan politik perumus UUD sebagai komitmen kebangsaan," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bidang Hubungan Legislatif Partai NasDem Atang Irawan dilansir Antara, Senin (16/8).
-
Mengapa Bamsoet menilai usulan Prabowo bagus? Dia menilai, usulan Prabowo untuk memberikan wadah bagi presiden dan wakil presiden di Indonesia sangat baik.
-
Apa yang diusulkan Bamsoet sebagai wadah presiden dan wakil presiden? 'Kalau bisa mau diformalkan kita pernah punya lembaga Dewan Pertimbangan Agung, yang bisa diisi oleh mantan-mantan presiden maupun wakil presiden, kalau mau diformalkan kalau pak Prabowo nya setuju,' kata Bamsoet, saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/5).
-
Apa yang dibahas Jokowi dengan Parmusi? Dalam pertemuan itu, Jokowi membahas mengenai pemilu 2024 dan masalah Rempang.
-
Apa yang dibahas Jokowi dengan Presiden Marcos? 'Ya salah satunya (membahas Laut China Selatan),' jelas Jokowi sebelum bertolak ke Filipina melalui Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Selasa (9/1/2024).
-
Apa yang dibahas BP2MI dengan Menkopolhukam? 'Kami bicara dengan Pak Menko terkait praktik perdagangan orang dalam konteksnya pekerja migran Indonesia,' kata Benny.
-
Apa yang dibicarakan Jokowi dengan PKB? Menurut dia, Jokowi memuji raihan suara PKB dalam Pileg 2024.
Atang memandang perlu melihat mekanisme perubahan UUD 1945 dalam Pasal 37 itu menggunakan pola usul perubahan pasal-pasal. Berbeda dengan sebelumnya bisa mengubah seluruh dokumen konstitusi, misalnya UUD NRI Tahun 1945 diubah oleh konstitusi RIS, kemudian UUD Sementara, lantas kembali ke UUD 1945.
"Artinya, memungkinkan juga dengan pola perubahan pasal-pasal dalam Pasal 37 akan membuka ruang bagi pengajuan perubahan pasal-pasal lainnya. Tidak hanya satu pasal," kata Atang.
MPR ingin ada penambahan ayat di Pasal 3 dan Pasal 23 UUD 1945. Penambahan satu ayat pada Pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) serupa dengan GBHN sebelum perubahan UUD NRI Tahun 1945.
Sementara itu, penambahan satu ayat pada Pasal 23 mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan Presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN.
Atang yang merupakan ahli hukum tata negara ini mempertanyakan ketika Pasal 3 disetujui dan diketok, PPHN itu untuk siapa? Apakah untuk Presiden atau untuk semua lembaga negara.
"Pertanyaan itu mungkin juga akan membuka pasal lain, atau yang kedua bagaimana pelaporannya? Kepada siapa pelaporannya? Kepada MPR? Jika kepada MPR, apakah memakai skema Tatib MPR di sidang 16 Agustus. Di sidang tahunan dengan melaporkan pertanggungjawaban kinerja," kata Atang yang sudah malang-melintang di dunia advokasi ini.
"Kalau kinerja Presiden dan lembaga negara tidak sesuai dengan PPHN, terus bagaimana? Kalau biasa saja, kata dia, Pasal 3 itu tidak ada maknanya secara konstitusional karena tidak bisa diikatkan dengan Presiden dan lembaga negara lainnya," sambung Atang/
Berikutnya, ketika Pasal 3 itu disahkan, berarti MPR mempunyai kewenangan menetapkan dan mengubah PPHN. Maka, pertanyaan berikutnya berarti semua lembaga negara harus melaksanakannya.
"Kalau tidak melaksanakan bagaimana?" tanya Atang lagi.
Atang justru melihat adanya potensi terhadap pemakzulan. Dalam Pasal 7A UUD NRI Tahun 1945 mengatur syarat pemakzulan.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam momen tersebut, Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan jika pimpinan MPR tidak mengucapkan kata untuk memutuskan amandemen UUD 1945.
Baca SelengkapnyaLaporan tersebut, terkait pernyataan Bamsoet bahwa semua partai politik setuju untuk melakukan amandemen penyempurnaan daripada UUD 1945 yang telah ada.
Baca Selengkapnya"menurut saya sebaiknya proses itu setelah setelah ya setelah Pemilu," kata Jokowi
Baca SelengkapnyaBamsoet membantah pihaknya telah memutuskan bahwa pemilihan presiden akan dilakukan oleh MPR
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Bamsoet mengklaim semua partai politik telah sepakat untuk melakukan amandemen UUD 1945.
Baca SelengkapnyaBamsoet juga sempat menyampaikan berbagai aspirasi yang kini bekembang di masyarakat.
Baca SelengkapnyaBamsoet sebelumnya dilaporkan ke MKD terkait pernyataannya soal wacana amandemen UUD 1945.
Baca SelengkapnyaHabiburokhman mendesak MKD DPR RI untuk memanggil ulang Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet
Baca SelengkapnyaKegiatan tertutup ini dilakukan di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat.
Baca SelengkapnyaHingga pukul 11.03 WIB, pertemuan tertutup itu masih berlangsung
Baca SelengkapnyaPDIP tak masalah amandemen UUD 1945, akan tetapi tidak mengubah sistem Pilpres
Baca SelengkapnyaBamsoet meminta, agar wacana pembahasan amendemen jangan dicurigai sebagai upaya untuk menunda Pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan presiden.
Baca Selengkapnya