Pakar hukum tata negara sebut SBY bisa nyapres lagi 2019
Merdeka.com - Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai bisa saja jika Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) maju lagi jadi capres di Pilpres 2019. Menurut dia, tidak ada aturan baku yang menyebut mantan presiden dilarang maju lagi jadi capres setelah lengser.
Kendati boleh, Margarito menilai, agaknya tidak etis jika SBY sudah lengser kemudian maju lagi jadi capres. Menurut pendapatnya, wacana SBY maju lagi di Pilpres 2019, kurang tepat.
"Sama sekali tidak ada presedennya seorang presiden yang sudah dua kali masa jabatan kemudian maju kembali sebagai presiden. Saya tahu memang tidak ada aturan yang tegas mengatur itu, tetapi saya berpendapat bahwa kurang tepat secara hukum kalau Pak SBY maju lagi sebagai presiden," kata Margarito di Humas Polri, Jakarta, Selasa (31/3).
-
Siapa yang menyatakan bahwa tempat rekapitulasi tidak sesuai? 'Iya tempatnya tidak sesuai dengan luas yang kami butuhkan kemudian letaknya di lantai 4 tanpa lift,' ujar Ketua Divisi Perencanaan dan Logistik KPU Provinsi DKI Jakarta Nelvia Gustina saat dikonfirmasi, Selasa (5/12).
-
Siapa hakim MK yang berbeda pendapat? Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra berbeda pendatan (dissenting opinion) terhadap putusan batas usia capres-cawapres 40 tahun atau pernah menjabat kepala daerah untuk maju di Pemilu 2024.
-
Siapa yang mempertanyakan Tapera di DPR? Video tersebut saat anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Irine Yusiana Roba Putri mempertanyakan terkait Tapera, berikut transkrip pertanyaannya:
-
Aturan apa yang DPR dorong? Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mendorong Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) untuk membuat aturan yang bisa mencegah terjadinya kasus pelecehan seksual di kalangan aparatur sipil negara (ASN).
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Siapa yang mengungkapkan kekhawatiran soal demokrasi di Indonesia? Sama halnya dengan Omi, Koordinator Pertemuan Alif Iman Nurlambang mengaku dengan situasi terkini yang menyebut demokrasi Indonesia sedang diontang-anting. Ia mengatakan bahwa sesuai temuan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) diduga ada intervensi dari lembaga eksekutif ke lembaga yudikatif.
Memang menurutnya dalam Pasal 7 UUD 1945, menyebut bahwa masa jabatan presiden maksimal hanya dua periode yakni 10 tahun memang bukan mutlak alias multitafsir. Namun dia menegaskan, tidak tepat seorang yang sudah menjabat dua kali sebagai presiden.
"Memang tidak ada aturannya sama sekali dalam institusi kita, tetapi saya berpendapat dari perdebatan masa jabatan presiden itu harus dibaca bahwa orang itu memang cukup dua kali saja tidak bisa lebih dari itu. Tapi memang di balik nilai hukum dalam Pasal 7 UUD 1945 itu seseorang itu menjadi presiden hanya dua kali masa jabatan tidak bisa lebih dari itu," jelas dia.
Dalam Pasal 7 UUD 1945 memang diatur bahwa masa jabatan presiden maksimal hanya dua periode yakni 10 tahun. "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan."
Akan tetapi, pasal ini dinilai multi tafsir. Apakah dua periode dimaksud adalah berturut-turut, sehingga boleh mencalonkan kembali sebagai presiden setelah berhenti satu periode menjadi presiden.
Sebelumnya, bekas juru bicara Presiden SBY, Julian Aldrin Pasha menyatakan tidak ada aturan yang melarang SBY kembali menjadi capres. Namun dia ogah berpolemik, apakah SBY mau atau tidak kembali menjadi capres di Pilpres 2019 mendatang.
"Saya tidak ingin bicara probabilitas, sesuatu yang tidak pasti. Tapi logika politik mengatakan, kalau tidak ada aturan yang melarang seorang untuk maju meskipun dia mantan presiden atau wakil presiden, ya sah-sah saja. Tinggal bagaimana nanti ada yang memilih atau tidak. Ini yang masih belum kita ukur. Tapi bahwa ada harapan, ada ungkapan, tak sampai desakan, dari saluran yang kami terima memang tidak sedikit yang menginginkan lagi figurnya Pak SBY maju sebagai presiden. Bukan berarti dikaitkan dengan situasi dan kondisi yang sekarang terjadi," kata Julian.
Julian mencontohkan ketika Wapres Jusuf Kalla yang berhenti sementara waktu menjadi wapres. Menurut dia, SBY juga bisa seperti itu. Dia bahkan yakin SBY mau lagi jadi capres di 2019. Dia juga yakin, SBY mau mendengar keinginan atau desakan agar ketua umum Demokrat itu maju lagi di 2019.
"Beliau wise dan open minded. Saya juga sudah katakan meskipun itu hal-hal yang kecil misal melalui Instagram Ibu Ani, atau SMS yang langsung. Tentu kami tidak mengecek siapa dan dari mana. Tapi ini suatu ekspresi tentu oleh Pak SBY didengar. Tinggal bagaimana nanti mekanismenya. Sejauh ini beliau sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Dari kadernya sendiri mengharapkan kembali beliau menjadi presiden. persoalannya apakah ini yang betul-betul diinginkan oleh rakyat," terang dia.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Margarito menilai keterlibatan penjabat kepala daerah memenangkan Prabowo-Gibran perlu dibuktikan secara hukum.
Baca SelengkapnyaMargarito Sebut Pendaftaran Gibran Sah: Sudah Kalah Baru Ribut
Baca SelengkapnyaYusril menduga ada penyelundupan hukum dalam putusan tersebut
Baca SelengkapnyaTerkait putusan itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus berkonsultasi dengan DPR untuk mengubah peraturan KPU. Namun, saat ini anggota DPR sedang reses.
Baca SelengkapnyaPutusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menambah syarat capres dan cawapres di UU Pemilu menuai kontroversi. MK dianggap tidak konsisten.
Baca SelengkapnyaYusril tak bisa menjawab dugaan intervensi politik terhadap putusan Mahkamah Konstitusi.
Baca SelengkapnyaTiti menegaskan bahwa putusan MK tidak boleh disimpangi oleh semua pihak.
Baca SelengkapnyaYusril mengakui pernyataan itu disampaikannya pada 2014 lalu atau sebelum terbentuknya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
Baca SelengkapnyaPolitikus PDIP Masinton menilai putusan MK soal syarat calon presiden dan calon wakil presiden jauh dari batas nalar.
Baca SelengkapnyaPakar tata negara menilai ada celah untuk mengajukan hak angket namun objeknya harus diubah.
Baca SelengkapnyaArief Hidayat menyinggung anggapan presiden boleh berkampanye untuk salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Baca SelengkapnyaDengan begitu, tidak menutup kemungkinan kalau nantinya MK justru akan diolok-olok karena telah melakukan penyelewengan tugas.
Baca Selengkapnya