Survei: Masyarakat makin apatis terhadap politik
Merdeka.com - Banyak pengamat yang menyebut kinerja partai politik mengalami penurunan. Beberapa survei juga menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap partai politik pun merosot.
Ini berujung pada munculnya sikap apatis dari masyarakat. Demikian hasil survei nasional "Internet, Apatisme, dan Alienasi Politik" yang digelar Indikator Politik Indonesia.
Direktur Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi, mengatakan buruknya kinerja lembaga politik menjadi faktor terbesar munculnya sikap apatisme masyarakat.
-
Kenapa banyak orang benci politik? Salah satu alasan orang membenci politik adalah bukan kebenaran menjadi tujuan politisi, tapi pemilihan dan kekuasaan.
-
Siapa yang tidak ikut Pilkada 2024? Seluruh provinsi yang ada di Indonesia akan melaksanakan Pilkada serentak 2024 kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
-
Siapa yang enggan menanggapi kampanye hitam? Terkait kampanye hitam yang menyinggung persoalan keluarga, Gibran enggan menanggapinya. 'Kita no komen lah soal itu, tapi yang pastikan gini, jangan merendahkan martabat orang lain.,' tandasnya.
-
Siapa yang menolak dinasti politik? Abu Bakar pun turut menolak secara tegas konsep dinasti politik. Hal ini terlihat dari ungkapan Abu Bakar menjelang wafatnya.
-
Apa yang membuat orang menghindari berita? Banyak yang menganggap berita saat ini terasa menyedihkan, tiada henti dan membosankan. Menurut laporan itu, hasil survei mengungkap 4 dari 10 (39%) orang di seluruh dunia mengatakan mereka kadang-kadang atau sering secara aktif menghindari berita.
-
Apa yang diabaikan di dunia politik? Penelitian mereka memperlihatkan sikap bermusuhan terhadap kelompok oposisi atau mereka yang pandangan politiknya berbeda menjadi faktor pendorong untuk mengabaikan moral ketika orang berada di ranah politik.
Dari 2.290 orang yang menjadi responden survei, sebanyak 67 persen mengaku tidak tertarik dengan segala hal yang berkaitan dengan politik.
"Selain itu, kepercayaan masyarakat pada institusi politik juga buruk. Dari 58 persen responden menyatakan tak percaya partai politik, disusul dengan responden yang tak percaya politisi, menteri-menteri, DPR, dan presiden," kata Burhanudin di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (23/7).
Burhanudin menuturkan, kepercayaan publik terhadap lembaga politik terlihat variatif. Namun, kepercayaan (trust) politik masyarakat terhadap DPR secara kelembagaan, partai politik, dan politisi secara umum defisit.
"Kepercayaan kepada politik semakin ambrol saat masyarakat mengikuti berita politik. Intensitas masyarakat dalam mengikuti berita politik itu dinilai turut memengaruhi buruknya perspektif masyarakat pada politik," ujarnya.
Selain itu, informasi yang diperoleh masyarakat melalui internet ternyata juga berpengaruh terhadap sikap apatisme publik terhadap politik. 72 Persen responden menyimpulkan bahwa politisi cenderung berbicara tentang kebaikan dirinya.
Masyarakat pesimistis politisi akan memenuhi janji politiknya, dan menuding politisi sebagai sekumpulan orang yang mengejar keuntungan pribadi.
"Ada dua dari 10 pemilih kita yang mengakses internet. Khusus bagi pemilih yang mengakses internet, data menunjukkan bahwa semakin sering mengakses internet, maka semakin rendah kepercayaan pada politik, dan semakin jelek pandangan pada politisi," papar Burhanudin.
Survei ini dilakukan pada 19-27 Juni 2013 dengan 2.290 responden. Margin of error ditetapkan sebesar 2,1 persen dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.
Responden dipilih secara random dengan multistage random sampling dan data diambil dengan metode wawancara. Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20 persen, dari total sampel, oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti. (mdk/ren)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Alasan paling banyak adalah karena masyarakat mengaku tidak punya waktu menonton.
Baca SelengkapnyaSurvei dilakukan pada 4-11 Januari 2024 terhadap 1.220 responden. Survei dilakukan melalui teknik wawancara tatap muka
Baca SelengkapnyaHasil Survei Litbang Kompas menyatakan, sebanyak 63,7 persen responden menyetujui agar praktik politik dinasti dibatasi.
Baca SelengkapnyaData-data survei opini publik digunakan dengan populasi seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum.
Baca Selengkapnyasurvei dilakukan Indikator Politik Indonesia dalam rentang 25 Agustus – 3 September 2023, menempatkan 1.200 responden.
Baca SelengkapnyaPenurunan tingkat kepercayaan ini menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintahan Prabowo Gibran mendatang
Baca SelengkapnyaPopuli Center merilis hasil survei tentang respon publik terhadap isu politik dinasti.
Baca SelengkapnyaPendukung Anies-Cak Imin yang menonton debat mencapai 48,9 persen, sementara Ganjar-Mahfud 48,4 persen. Pendukung Prabowo-Gibran yang menonton debat 39,1.
Baca SelengkapnyaSurvei: 4 Dari 10 Orang di Dunia Tidak Mau Lagi Baca Berita, Mereka Lebih Memilih Konten Ini
Baca SelengkapnyaPersoalan politik uang menempati posisi pertama di angka 37,2 persen.
Baca SelengkapnyaKepuasan publik pada sektor hukum paling rendah, dibandingkan dengan bidang politik keamanan, kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Baca SelengkapnyaSebaliknya, persepsi publik yang tak mengkhawatirkan isu politik dinasti terjadi peningkatan. Jika semula 33,7 persen, kini menjadi 42,9 persen.
Baca Selengkapnya