TKN Minta BPN Tak Asal Tuding Ipang Wahid Terlibat Tabloid Indonesia Barokah
Merdeka.com - Kubu Jokowi-Ma'ruf Amin menyayangkan tudingan kubu Prabowo-Sandiaga yang menyatakan tabloid Indonesia Barokah diduga didalangi Wakil Direktur Komunikasi Politik TKN Irfan Wahid atau Ipang Wahid. Kubu Jokowi-Ma'ruf Amin menilai tudingan tersebut hanya asumsi kubu Prabowo-Sandiaga belaka.
"Ah itu asumsi saja. Kalau yang membuat web indonesia barokah Ipang Wahid, apa ukurannya yang bersangkutan dituding bikin tabloid dengan nama yang sama," kata Wakil Direktur Saksi Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Achamd Baidowi, saat dihubungi merdeka.com, Minggu (27/1).
Indikasi keterlibatan Ipang Wahid di balik munculnya tabloid Indonesia Barokah setelah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga menelusuri jejak digital Ipang Wahid berdasarkan website Indonesia Barokah. Hasil penelusuran BPN website itu diduga terkait dengan tabloid Indonesia Barokah.
-
Siapa yang membantah berita tentang Prabowo? Hal ini pun ditanggapi oleh Ketua Tim Pembela Prabowo Gibran, Yusril Ihza Mahendra yang membantah seluruh isi terkait laporan tersebut.
-
Siapa pemenang Pilpres 2019? Berdasarkan rekapitulasi suara nasional, pasangan calon 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, berhasil masuk sebagai pemenang Pilpres 2019 dengan perolehan suara lebih dari 85 juta suara atau 55,50% dari total suara sah yang masuk.
-
Mengapa cover Majalah Tempo tentang Gibran di Kaskus disebut tidak bertanggung jawab? 'Tempo tidak pernah membuat cover seperti ini. Tindakan ini jelas tidak bertanggungjawab itu merugikan Tempo. Kami berharap publik tidak mempercayainya,' kata Setri saat dihubungi Selasa (3/9).
-
Siapa yang mempertanyakan data kerawanan Pemilu di Kaltim? Isran mempertanyakan data yang dikeluarkan oleh Bawaslu tersebut. Sebab dalam riwayatnya, Kaltim tak pernah mengalami kericuhan dalam penyelenggaraan Pemilu.
-
Apa yang diselidiki KPK? Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki dugaan kasus korupsi pengadaan lahan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
-
Apa isi putusan MK terkait Pilpres? MK menolak seluruh permohonan kubu 01 dan 03. Meski begitu ada tiga hakim yang memberi pendapat berbeda.
Namun, menurut Baidowi, hasil penyelidikan tim Prabowo-Sandiaga perlu pembuktian. Sebab, dia menilai, persamaan nama website dengan tabloid itu tak bisa dijadikan dasar bahwa penerbitnya sama.
"Kalau mau dianalogikan semisal ada web kawan Prabowo, lantas kemudian ada tabloid kawan Prabowo lalu mau divonis orang yang sama? Itu tidak fair," sambungnya.
Pria yang akrab disapa Awiek ini menilai bisa saja tabloid itu dibuat oleh orang lain yang mengatasnamakan Ipang. Karena itu, dia meminta kubu Prabowo-Sandi tidak asal dalam menuduh.
"Jadi janganlah main-main tuding karena itu tanda-tanda orang panik," ungkapnya.
Dia menambahkan, pemberitaan Indonesia Barokah juga tidak memuat pemberitaan bohong. Menurut Awiek, semua isi dalam tabloid itu berasal dari rangkuman pemberitaan yang sudah di publikasikan dalam media mainstream.
"Apalagi saya baca secara seksama isi Tabloid Indonesia Barokah hanyalah kumpulan berita yang sebelumnya sudah dimuat di beberapa media," ucapnya.
Sebelumnya, Kubu oposisi merasa dirugikan dengan tabloid tersebut karena dinilai berisi fitnah kepada Prabowo dan Sandiaga. Kubu Prabowo-Sandiaga menyelidiki siapa pembuat tabloid Indonesia Barokah yang belakangan disebar ke berbagai masjid-masjid di Pulau Jawa.
website indonesia barokah ©2019 Merdeka.com/istimewa
Jubir Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade mengakui sudah melakukan penyelidikan terkait siapa dalang di balik tabloid Indonesia Barokah. Dia pun menangkap jejak digital dari Wakil Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja Jokowi-Ma'ruf, Irfan Wahid atau lebih dikenal dengan nama Ipang Wahid.
"Ipang Wahid patut diduga terlibat dalam tabloid Indonesia Barokah," kata Andre saat dihubungi merdeka.com, Minggu (27/1).
Andre menjelaskan, indikasi keterlibatan Ipang Wahid yakni berdasarkan website Indonesia Barokah. Dia mengatakan, website itu saat ditelusuri berkaitan dengan Ipang Wahid.
"Website Indonesia Barokah dan Tabloid Indonesia Barokah memang dua hal yang berbeda, tapi website itu berisi video yang merupakan produksi dari Ipang Wahid, itu kalau website, kalau tabloid kita enggak tahu," jelas Andre.
Meski begitu, menariknya adalah, logo Indonesia Barokah di website maupun di tabloid sama persis. Dari sini, kuat dugaan, kubu Prabowo-Sandiaga melihat baik tabloid dan website dibuat oleh orang yang sama.
"Tapi ada satu hal menarik yang mungkin butuh klarifikasi, logo di website dan tabloid itu sama dan juga di website jejak digital Ipang Wahid kelihatan, patut diduga terlibat Tabloid Indonesia Barokah," tegas Andre.
Andre mengakui telah melaporkan hal ini kepada polisi. Namun dalam investigasinya, ada dugaan keterlibatan Timses Jokowi-Ma'ruf di situ. Sehingga dia berharap polisi bisa segera mengungkap kasus itu.
"Ipang Wahid patut diduga terindikasi punya hubungan dengan website. Kita memang tidak bisa buktikan siapa (dalang tabloid), tapi kalau website itu jejak digital Ipang Wahid sangat terasa di website," tutup dia.
Dewan Pers Belum Temukan Indikasi Fitnah dan Hoaks
Anggota Dewan Pers Nezar Patria mengatakan, pihaknya masih terus mengkaji soal isi tabloid Indonesia Barokah yang dianggap menyudutkan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno.
Menurutnya, dari hasil pengkajian sementara, Dewan Pers belum menemukan indikasi penyebaran fitnah dan ujaran kebencian dari tabloid tersebut.
"Tapi memang, hasil bacaan sementara sebelum pendalaman belum terlihat ada fitnah yang menjurus pada hoaks atau penyebaran kebencian, tapi lebih pada keberimbangan," kata Nezar di Kawasan Bulungan, Jakarta Selatan, Minggu (27/1).
Nezar mengatakan, Dewan Pers juga akan menggelar rapat untuk memberikan penilaian terhadap tabloid tersebut. Dia juga menjamin Dewan Pers akan objektif jika nantinya ada laporan terkait media itu.
"Nanti ada proses yang masuk ke dewan pers guna menjamin proses itu objektif, kita akan melepaskan diri dari politik yang ada di balik Indonesia Barokah ini ya. Dan kita akan menemparkan dia sebagaimana aturan yang ditetapkan Dewan Pers," ujarnya.
Dia menambahkan, Dewan Pers juga tengah mendalami apakah tabloid itu adalah produk jurnalistik. Dewan Pers akan memanggil pemilik tabloid jika sudah ada laporan yang masuk terkait keberadaan tabloid itu.
"Kita cek misalnya perusahaan, alamat yang tercantum dalam bloks tabloid itu. Pengecekan sedang berjalan, kemudian kita uji setiap artikel di situ," ucapnya.
"Dan kalau ada dua belah pihak kedua belah pihak akan dipanggil, yang mengadu maupun teradu, nasibnya akan dibedah di situ," tandasnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Aiman juga menyebut dalam video turut menyinggung masih banyak anggota polisi yang masih menjaga nuraninya untuk netralitas.
Baca SelengkapnyaAlasan tetap melekat status sebagai jurnalis, kata Aiman, karena posisinya masih sebagai wartawan dengan status cuti.
Baca SelengkapnyaSaat ini penyidik telah menindaklanjuti rekomendasi hasil gelar perkara yang dimaksud.
Baca SelengkapnyaICW tidak pernah menyampaikan pernyataan mendukung Ganjar Pranowo dan memberikan pujian ke Ganjar soal berantas korupsi.
Baca SelengkapnyaCEO KBA News, Ramadhan Pohan menyatakan nama medianya telah dicatut untuk menyebarkan informasi tersebut
Baca SelengkapnyaKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepis isu dugaan korupsi Formula E yang menyeret nama mantan gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Baca SelengkapnyaAiman tidak menyerang institusi atau individu Polri.
Baca SelengkapnyaBawaslu juga menegaskan laporan dugaan nepotisme Jokowi tak memenuhi unsur pelanggaran pemilu.
Baca SelengkapnyaLukman Edy dilaporkan karena dianggap menyebarkan berita bohong, fitnah
Baca SelengkapnyaBenarkah cover Majalah Tempo bergambar Gibran tentang jejak Fufufafa di Kaskus?
Baca Selengkapnya“Mendorong Kapolda metro Jaya Irjen Karyoto menunda sementara proses hukum terhadap Aiman Witjaksono," kata Ketua IPW
Baca SelengkapnyaSalah satu laporan dibuat oleh Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi.
Baca Selengkapnya