Dari Greatest Generation hingga Generasi Alfa, Kenali Masalah Kesehatan Mental yang Rentan Dialami
Masing-masing generasi memiliki masalah keseahtan mental sendiri-sendiri yang rentan terjadi.
Stereotip dan stigma antar generasi merupakan salah satu hal yang kerap muncul. Salah satunya adalah anggapan bahwa generasi Z atau Gen Z bermental lemah atau baby boomers memiliki sikap kolot.
Dari Greatest Generation hingga Generasi Alfa, Kenali Masalah Kesehatan Mental yang Rentan Dialami
Generasi adalah kelompok orang yang lahir dalam rentang waktu tertentu dan memiliki karakteristik, pengalaman, dan nilai-nilai yang berbeda. Ada banyak cara untuk mengelompokkan generasi, tetapi salah satu yang paling populer adalah berdasarkan teori generasi (Generation Theory) yang dikemukakan oleh Graeme Codrington dan Sue Grant-Marshall.Tiap generasi memiliki karakter mereka sendiri yang kerap dianggap berbeda satu sama lain. Kondisi ini menyebabkan terdapat sejumlah masalah kesehatan mental yang berbeda satu sama lain mereka alami.
Greatest Generation
Lahir sebelum 1928, mengalami Perang Dunia I dan II, Depresi Besar, dan Revolusi Industri. Mereka memiliki nilai-nilai patriotisme, kerja keras, pengorbanan, dan konservatisme.
-
Kenapa kesehatan mental generasi Z lebih rentan? Angka ini menunjukkan bahwa kesehatan mental generasi Z (kelahiran 1997-2012) lebih rentan atau rapuh dibandingkan dengan generasi milenial (kelahiran 1981-1996) dan boomers (kelahiran 1946-1964).
-
Apa masalah kesehatan mental yang sering dialami generasi Z? Selama pandemi COVID-19, terdapat peningkatan gejala cemas, depresi, kesepian, dan kesulitan berkonsentrasi pada 4.6 persen remaja.
-
Apa saja masalah kesehatan mental Gen Z? Salah satu masalah utama yang dihadapi Gen Z adalah kecemasan yang intens. Mereka tumbuh di dunia yang terhubung secara digital, yang meskipun membawa manfaat, juga membawa tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka merasa terisolasi dan kesepian, terutama karena tekanan media sosial dan perasaan takut ketinggalan.
-
Apa masalah kesehatan mental yang dihadapi Gen Z? Gen Z menghadapi berbagai tekanan, dari ketidakpastian masa depan hingga kecemasan akan bencana alam dan ketegangan politik yang semakin meningkat.
-
Siapa yang paling banyak mengalami masalah kesehatan mental? Sebanyak 15,5 juta remaja Indonesia, atau sekitar 34,9 persen dari populasi mereka, mengalami setidaknya satu masalah kesehatan mental dalam periode 12 bulan terakhir.
-
Bagaimana cara mencegah masalah kesehatan mental generasi Z? 'Program ini diharapkan dapat menjadi pusat pembelajaran keluarga untuk mencegah dan menangani masalah kesehatan mental,' tambahnya.
Generasi ini mengalami banyak trauma akibat perang dan krisis ekonomi. Mereka cenderung menutup diri dan tidak mau mencari bantuan profesional untuk masalah kesehatan mental mereka. Mereka juga rentan terhadap penyakit degeneratif, seperti demensia dan Alzheimer.
Baby Boomers
Lahir antara 1946-1964, mengalami Perang Dingin, Perang Vietnam, Gerakan Hak Sipil, dan Gerakan Hippie. Mereka memiliki nilai-nilai optimisme, ambisi, kompetisi, dan liberalisme.
Generasi ini mengalami perubahan sosial dan budaya yang besar. Mereka cenderung optimis, ambisius, dan kompetitif. Mereka juga memiliki tekanan untuk mempertahankan gaya hidup dan status sosial mereka. Mereka rentan terhadap stres, depresi, dan kecanduan.
Generasi X
Lahir antara 1965-1980, mengalami krisis minyak, krisis ekonomi, AIDS, dan perkembangan teknologi. Mereka memiliki nilai-nilai realisme, pragmatisme, kemandirian, dan fleksibilitas.
Generasi ini mengalami krisis identitas dan nilai. Mereka cenderung realistis, pragmatis, dan mandiri. Mereka juga memiliki tantangan untuk mengurus orang tua dan anak-anak mereka secara bersamaan. Mereka rentan terhadap sindrom sandwich, yaitu stres dan cemas akibat beban finansial dan emosional.
Generasi Y atau Millennials
Lahir antara 1981-1996, mengalami globalisasi, terorisme, internet, dan media sosial. Mereka memiliki nilai-nilai idealisme, kreativitas, kerjasama, dan multikulturalisme.
Generasi ini mengalami globalisasi dan perkembangan teknologi. Mereka cenderung idealis, kreatif, dan kolaboratif. Mereka juga memiliki harapan yang tinggi terhadap diri sendiri dan lingkungan mereka. Mereka rentan terhadap sindrom impostor, yaitu merasa tidak pantas atau tidak kompeten meskipun telah berhasil.
Generasi Z atau iGeneration
Lahir antara 1997-2010, mengalami perubahan iklim, pandemi, digitalisasi, dan informasi. Mereka memiliki nilai-nilai adaptabilitas, inovasi, inklusivitas, dan aktivisme.
Generasi ini mengalami perubahan iklim dan pandemi. Mereka cenderung adaptif, inovatif, dan inklusif. Mereka juga memiliki akses yang mudah terhadap informasi dan media sosial. Mereke rentan terhadap kecemasan informasi, yaitu merasa kewalahan atau bingung akibat terlalu banyak informasi.
Generasi Alpha
Lahir setelah 2011 hingga sekarang, mengalami revolusi industri 4.0, kecerdasan buatan, realitas virtual, dan bioteknologi. Mereka memiliki nilai-nilai yang belum diketahui secara pasti.
Generasi ini mengalami revolusi industri 4.0 dan kecerdasan buatan. Mereka cenderung belum diketahui secara pasti nilai-nilai dan karakteristik mereka. Namun, mereka kemungkinan akan memiliki tantangan untuk bersaing dengan mesin dan beradaptasi dengan perubahan yang cepat.
Dampak Terlalu Mengkotak-kotakkan Generasi
Pembagian generasi ini dapat membantu kita untuk memahami perbedaan pola pikir, perilaku, dan harapan antara kelompok usia yang berbeda. Namun, pembagian ini juga dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan mental dan stigma sosial bagi anggota generasi tertentu.
Pembagian generasi juga dapat menimbulkan stigma sosial yang negatif bagi anggota generasi tertentu. Misalnya, generasi baby boomers sering dianggap sebagai orang tua yang kolot dan sulit beradaptasi dengan perubahan teknologi.
Generasi X sering dianggap sebagai orang tua yang tidak peduli dengan anak-anak mereka karena sibuk bekerja. Generasi Y atau millennials sering dianggap sebagai generasi pemalas yang tidak mau menabung dan suka berfoya-foya.
Generasi Z atau iGeneration sering dianggap sebagai generasi yang tidak bisa lepas dari ponsel dan media sosial serta terlalu mementingkan kesehatan mental. Generasi alpha sering dianggap sebagai generasi yang terlalu dimanja dan tidak tahu cara bermain di luar.