Dukung Kesehatan Penyintas Covid-19 Dengan Tidak Memberikan Stigma
Merdeka.com - Salah satu langkah mudah bagi Anda untuk mendukung kesehatan penyintas Covid-19 di sekitar Anda adalah dengan tidak membebaninya dengan beragam stigma.
Hervita Diatri, Pengajar KSM Psikiatri FKUI/RSCM Psikiatri Komunitas mengatakan, masalah kesehatan mental seperti depresi, bisa dialami seseorang sebelum ia terkena COVID-19.
"Sebagai contoh harus bekerja karena kekurangan ekonomi, kemudian terpapar padahal masih punya masalah ekonomi, itu saja sudah bisa bikin depresi," kata Hervita dalam dialog virtual dari Graha BNPB, Jakarta pada Senin (28/12/2020).
-
Siapa yang bisa terdampak depresi? Gangguan ini dapat terjadi pada siapa saja. Mulai dari orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak juga memiliki risiko yang cukup tinggi di masa kini.
-
Siapa yang bisa terkena depresi? Dalam banyak kasus, depresi pada orang yang lebih tua sering kali tidak terdeteksi karena gejalanya yang lebih halus atau disalahartikan sebagai bagian dari proses penuaan alami.
-
Masalah kesehatan apa yang bisa terjadi akibat depresi? Sejumlah kondisi mungkin dialami seseorang sebagai dampak dari depresi atau juga sebaliknya.
-
Siapa yang berisiko tinggi terkena depresi? Jauh dari pandangan umum bahwa depresi hanya terkait dengan ketidakseimbangan kimia, penelitian ini menyoroti hubungan kuat antara gaya hidup sehat dan kesejahteraan mental.
-
Siapa yang berisiko tinggi mengalami depresi? Menurut National Cancer Institute, orang dengan kanker gastrointestinal, terutama perut atau pankreas, memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami depresi.
Hervita, yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia itu mengatakan, ketika akan bekerja, seseorang juga mungkin mengalami masalah seperti kecemasan karena takut tertular virus corona.
"Kemudian ternyata terpapar, bertambah lagi jadi cemas, depresi, bertambah rasa bersalah, tambah rasa khawatir menularkan keluarga atau orang-orang yang terdekat," ujarnya.
Dalam perawatan pun, pasien COVID-19 juga mungkin masih berpikir bagaimana keberlangsungan ekonominya. Hal ini menjadi semakin menambah masalah bagi orang tersebut.
Setelah sembuh pun, penyintas masih harus dihadapkan dengan masalah psikososial lainnya. Misalnya rasa was-was terhadap keluarga yang masih dalam perawatan.
"Kalau seorang remaja yang keluar duluan karena lebih sehat, ibu masih dalam perawatan, bagaimana harus menjalani kehidupan sehari-hari."
"Belum lagi ditambah stigma, pulang bukannya didukung malah dikucilkan kembali," katanya.
Hervita mengungkapkan, stigma juga dapat mempengaruhi kondisi mental penyintas, yang dapat berdampak pada menurunnya daya tahan tubuhnya. Ia mengungkapkan, hal itu berisiko membuat penyintas terkena COVID-19 untuk kedua kalinya.
Selain itu, gangguan kejiwaan yang lebih lanjut juga bisa timbul dari adanya stigma buruk pada penyintas atau pasien COVID-19. Hal ini juga mengganggu produktivitas di masyarakat.
"Sehingga memang kunci utamanya adalah untuk menurunkan depresi pasca (perawatan), di samping kita menyadari apa yang terjadi dengan kita, menghapuskan stigma, mendatangkan dukungan, justru memulihkan orang dengan cepat, sehingga masyarakat menjadi lebih sehat." ungkapnya.
Untuk terhindar dari paparan Covid-19 baik bagi Anda maupun keluarga dan orang terdekat, disiplinlah dalam menerapkan protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan.
Sumber: Liputan6.comReporter: Giovani Dio Prasasti (mdk/dzm)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Disinggung mengenai kesehatan mental perempuan, dikatakannya, saat ini yang banyak ditemui yakni depresi, gangguan kecemasan, dan bipolar.
Baca SelengkapnyaSkrining tersebut dilanjutkan dengan diagnosis mendalam oleh psikiater.
Baca SelengkapnyaAdiksi terhadap pornografi serta judi online juga patut diperhatikan.
Baca SelengkapnyaSurvei pada 2023 menunjukkan kesehatan mental generasi Z lebih rentan atau rapuh dibandingkan dengan generasi milenial dan boomers.
Baca SelengkapnyaDepresi dan masalaha kesehatan bisa saling memengaruhi dengan berbagai cara tertentu.
Baca SelengkapnyaBeberapa masalah kesehatan mental kerap tidak disadari sebelumnya sehingga kerap disangka muncul secara tiba-tiba.
Baca SelengkapnyaKemenkes membuat pelatihan-pelatihan agar semakin banyak puskesmas yang dapat menangani masalah-masalah mental.
Baca SelengkapnyaAdapun metode skrining yang digunakan, melalui kuesioner Patient Health Questionnaire-9 atau PHQ-9.
Baca SelengkapnyaSebelum berubah menjadi depresi, terdapat sejumlah gejala yang perlu dikenali.
Baca Selengkapnya