Peneliti Ungkap Leluhur Manusia Ternyata Miliki Kekebalan Terhadap Bisa Gigitan Ular
Merdeka.com - Bisa atau venom ular merupakan salah satu penyebab kematian manusia yang tidak bisa dipandang remeh. Secara global diperkirakan setiap tahunnya terjadi 20.000 kematian akibat gigitan ular.
Bisa ular dapat mematikan karena mengandung berbagai zat atau toksin yang sangat berbahaya bagi organisme yang diserang. Toksin tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel tubuh, mempengaruhi sistem saraf, mengganggu pembekuan darah, atau merusak organ-organ penting.
Walau saat ini manusia rentan sekali mengalami kematian akibat gigitan ular, namun di masa lalu ternyata manusia atau leluhur manusia memiliki kekebalan yang lebih baik. Hal ini terungkap berdasar temuan peneliti pada 2021 lalu.
-
Mengapa ular bisa berbahaya? Meskipun tampak tidak mencolok dan berada di lingkungan alam liar, ular memiliki kemampuan untuk menyerang manusia kapan saja apabila merasa terganggu.
-
Bagaimana ular bisa membahayakan orang yang mengolahnya? Salah satu risiko utama adalah kemampuan ular untuk menggigit dan menyuntikkan racun bahkan setelah kepala ular dipisahkan dari tubuhnya. Beberapa kasus menggambarkan koki yang tewas akibat terkena bisa ular yang sudah mati.
-
Apa yang dilakukan masyarakat untuk menghindari ular? Demi menghindari bahaya ular, banyak cara yang dilakukan masyarakat. Salah satunya dengan menaburkan garam di lokasi yang dituju atau ke tubuh si ular tersebut.
-
Bagaimana perubahan iklim meningkatkan risiko gigitan ular? Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan perubahan iklim bisa memicu penyebaran ular berbisa ke daerah-daerah yang sebelumnya tidak terpengaruh.
-
Apa yang menyebabkan gigitan ular berbisa berbahaya? Ular merupakan reptil berbahaya bagi manusia, sehingga kemunculannya sering kali ditakuti terlebih gigitan ular berbisa yang dapat membunuh manusia.
-
Apa hewan purba yang mampu menelan manusia? Bisa dibayangkan jika ada makhluk yang ukurannya mampu menelan manusia secara utuh atau bergerak begitu cepat sehingga tidak ada kata perlawanan bagi manusia.
Para peneliti telah menemukan bahwa primata Afrika dan Asia berevolusi sehingga memiliki kekebalan tertentu terhadap bisa ular kobra diurnal. Penelitian ini menunjukkan bahwa nenek moyang terakhir manusia, simpanse, dan gorila telah berevolusi dengan kekebalan yang lebih besar terhadap bisa ular.
Diketahui bahwa tim peneliti ini menemukan bahwa manusia, simpanse, dan gorila memiliki kesamaan dalam mengembangkan kekebalan terhadap bisa ular. Walau begitu, Fry mengingatkan bahwa tingkat kekebalan pada manusia ini masih belum sempurna, hanya saja manusia lebih tahan dibanding hewan seperti lemur atau monyet di wilayah Amerika Latin.
"Ketika primata dari Afrika memperoleh kemampuan untuk berjalan tegak dan menyebar ke seluruh Asia, mereka mengembangkan senjata untuk membela diri dari ular berbisa. Ini kemungkinan memicu perlombaan evolusi dan perkembangan kekebalan terhadap bisa ular," kata Richard Harris, seorang kandidat PhD di Universitas Queensland dilansir dari Earth.
Serangan Ular Pengaruhi Evolusi
Evolusi yang terjadi ini bukan hanya kekebalan terhadap bisa ular saja. Peneliti memperkirakan bahwa membaik dan meningkatnya kemampuan pandangan leluhur manusia juga disebabkan karena upaya bertahan hidup untuk menghindari ular. Mereka menjelaskan bahwa primata di daerah yang memiliki sedikit ular berbisa cenderung memiliki penglihatan yang lebih buruk.
"Tetapi lemur Madagaskar dan monyet Amerika Tengah dan Selatan, yang hidup di wilayah yang belum dikolonisasi oleh atau berkontak langsung dengan ular berbisa yang neurotoksik, tidak berevolusi dengan jenis kekebalan terhadap bisa ular ini dan memiliki penglihatan yang lebih buruk," kata Harris.
"Sudah lama dikemukakan bahwa ular sangat mempengaruhi evolusi primata, dan sekarang kita memiliki bukti biologis tambahan untuk mendukung teori ini," terang Harris.
Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan reaksi terhadap berbagai bisa ular serta reseptor saraf sintetis dengan cara membandingkan primata Asia dan daratan Afrika dengan primata di Madagaskar dan Amerika. Perbedaan ini muncul karena ular kobra hidup di Afrika dan Asia, tidak ada ular berbisa di Madagaskar, dan ular koral terkait kobra di Amerika kecil dan hidup di dalam tanah.
"Perubahan pergerakan dari yang sebelumnya di pohon jadi ke darat menyebabkan lebih banyak interaksi dengan ular berbisa sehingga mendorong evolusi untuk meningkatkan kekebalan," terang Profesor Fry.
"Penting untuk dicatat bahwa kekebalan ini tidaklah mutlak, kita tidak kebal terhadap bisa ular kobra, hanya lebih jarang mati (akibat bisa ular) dibandingkan primata lainnya," sambungnya.
(mdk/RWP)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ada Iin Ayu, Panji Petualang hingga Joe Fernando Quillilan dari Filipina.
Baca SelengkapnyaUsia manusia dan mamalia ternyata diperkirakan lebih panjang di masa lalu dan jadi memendek karena dominasi dinosaurus.
Baca SelengkapnyaJangan percaya menaburkan garam atau cairan pembersih bisa terhindar dari gigitan ular
Baca SelengkapnyaIlmuwan Akhirnya Punya Jawaban Mengapa Manusia Tidak Berumur 200 Tahun
Baca SelengkapnyaLetusan Gunung Toba merupakan salah satu letusan gunung berapi paling dahsyat dalam sejarah.
Baca SelengkapnyaTernyata ini alasan mengapa umur manusia mungkin tak bisa sepanjang beberapa dinosaurus.
Baca SelengkapnyaNajash Rionegrina adalah jenis ular awal yang memiliki kaki belakang. Bentuknya seperti di antara ular dan kadal.
Baca SelengkapnyaStudi awal menyatakan nenek moyang seluruh makhluk hidup ini berasal dari 3,8 miliar tahun lalu.
Baca SelengkapnyaMeski dikenal tangguh dalam mengatasi binatang buas, ternyata Panji sempat tak berdaya akibat gigitan ular King Kobra.
Baca SelengkapnyaTerdapat berbagai mitos kulit ular yang perlu dipahami penjelasan faktanya.
Baca SelengkapnyaBekas luka sayatan pada fosil tulang kering manusia ungkap kemungkinan nenek moyang kita dulu kanibal
Baca SelengkapnyaHipotesis ini menunjukkan adanya tekanan evolusi selama Era Mesozoikum.
Baca Selengkapnya