Penerapan Sanksi Hukum di Ranah Siber Dianggap Belum Maksimal
Maraknya aksi peretasan dipicu belum maksimalnya penerapan hukum khususnya UU ITE.
Maraknya aksi peretasan dipicu belum maksimalnya penerapan hukum khususnya UU ITE.
Penerapan Sanksi Hukum di Ranah Siber Dianggap Belum Maksimal
Merujuk pada laporan terbaru dari National Cyber Security Index (NCSI), tingkat keamanan siber Indonesia berada di peringkat 84 dengan poin 38,96. Ada 12 indikator yang digunakan NCSI dalam laporan tersebut, mulai dari perkembangan kebijakan keamanan siber, perlindungan data pribadi, hingga peperangan melawan kejahatan siber. Laporan NCSI tersebut menunjukkan bahwa tingkat keamanan siber di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara lain. Dibandingkan negara-negara anggota G20, tingkat keamanan siber Indonesia berada di posisi tiga terbawah.
Menurut pengamat TI dari UPN Jogjakarta, Awang Hendrianto, maraknya aksi peretasan oleh hacker tersebut, salah satunya dipicu oleh belum maksimalnya penerapan hukum khususnya UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di Indonesia.
Padahal, pembobolan data di Indonesia sama banyak dan ragamnya dengan negara lain. Perbedaan yang mencolok adalah belum optimalnya pelaksanaan digital forensic di sini.
"Penerapan hukum siber di Indonesia, masih sangat lemah. Semisal pembobolan e-banking, jika digital forensic dilakukan lebih detil oleh polisi siber, bisa segera dicari pelakunya, dan dapat langsung ditangkap,"
Pengamat TI dari UPN Jogjakarta, Awang Hendrianto.
Lebih lanjut Awang melihat, polisi siber di Indonesia belum optimal dalam melakukan identifikasi, dan pencarian para pelaku.
Akibatnya, tindakan penegakan hukum yang terjadi lebih banyak menangkap pelaku amatiran dan anak buah dari sindikat peretas data.
Sementara, pihak yang menjadi otak pelaku pencurian data belum tersentuh hukum. Padahal, ditinjau dari keilmuan siber, semua tindak kejahatan siber sebenarnya bisa diberantas. Maka harus segera melakukan langkah taktis dan strategis meminimalisir ruang gerak hacker di Indonesia.
Harapannya, dengan pemahaman meningkat, membuat masyarakat bisa meningkatkan kewaspadaan dan terhindar dari ancaman kejahatan siber. Seperti; tidak membuka email yang terkontaminasi virus, tidak menginstall aplikasi yang tidak jelas, tidak membuka aplikasi yang dikirim pihak lain di sosial media, dan sebagainya.
Indonesia sebenarnya bisa mencontoh, sejumlah negara dalam Uni Eropa (UE) yang saling bersinergi untuk memerangi serangan siber. UE menerapkan kebijakan sertifikasi keamanan siber yang seragam kepada pelaku usaha dan masyarakat di seluruh negara anggota. Sertifikasi keamanan siber tersebut, selanjutnya dikelola sebuah lembaga yang diberi kewenangan kuat.