Masjid Tertua Wapauwe, Bukti Sejarah Peradaban Islam di Maluku
Merdeka.com - Berkaca pada sejarah, pala memang selalu menggiurkan para pedagang lintas benua. Maluku memang tak bisa lepas dari komoditas rempahnya yang terkenal. Selain Belanda, berbagai saudagar Islam dari berbagai negeri turut singgah di Maluku. Salah satu bukti sejarahnya ialah Masjid Wapauwe di Desa Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.
Seorang Perdana Jamillu Dari Kesultanan Jailolo Di Moloku Kie Raha, yang kini menjadi Maluku Utara menyebarkan Islam ke Leihitu. Saat itu sekitar tahun 1400 ia menyiarkan Islam kepada masyarkat Pegunungan Wawane, tempat pertama kali Masjid Wapauwe didirikan. Konon Masjid Wapauwe usianya lebih tua dibandingkan dengan pusat penyebaran islam di Jawa, Yakni Masjid Demak. Kala itu masjid Demak Didirikan Pada Tahun 1401.
Sejarah mengungkapkan kedatangan bangsa kolonial Belanda membuat Masjid Wapauwe terpaksa direlokasi. Perpindahannya bahkan dilakukan hingga dua kali.
-
Dimana masjid tertua ini berada? Tim Arkeolog Israel menemukan sebuah masjid kuno langka di Kota Rahat, Badui Negev, Israel.
-
Dimana masjid bersejarah itu berada? Situs ini merupakan sebuah masjid yang dibangun dari tanah dan batu oleh dinasti abad pertengahan yang berkuasa di Afrika Utara dan Spanyol.
-
Dimana masjid tertua di Bekasi berada? Bukti lain dari Lemah Abang sebagai gerbang agama Islam bisa dilihat dari keberadaan Masjid Syiarul Islam yang berdiri di Jalan Raya Lemahabang.
-
Siapa yang menemukan masjid tertua ini? Tim Arkeolog Israel menemukan sebuah masjid kuno langka di Kota Rahat, Badui Negev, Israel.
-
Apa yang unik dari masjid tertua ini? 'Yang unik di masjid ini adalah berkembangnya keramik abad ke-7 di situs tersebut, menjadikannya salah satu masjid paling awal di dunia.'
-
Dimana masjid kuno itu ditemukan? Situs arkeologi Alto da Vigia, di dekat Praia das Maçãs di garis pantai Sintra, mengungkap keberadaan masjid kedua yang berasal dari abad ke-11 dan ke-12 ini.
©2021 Merdeka.com/Eddie Likumahua
Hingga di lokasi terakhir saat ini Masjid Wapauwe masih berdiri dengan kokoh di Desa Kaitetu, Leihitu. Ciri khas bangunan kuno tergambar jelas saat memasuki pintu gerbang Masjid Wapauwe. Dikelilingi pagar tembok masjid ini menjadi lebih terjaga sebagai warisan para penyebar agama Islam masa lalu.
Tepatnya tahun 1614 masjid ini dipindahkan ke Desa Tetaha yang berjarak 6 kilometer di Timur Pegunungan Wawane. Kedatangan Belanda membuat para penganut Islam yang berjamaah di Masjid Wawane terganggu dalam beribadah.
Saat pertama kali berdiri Masjid Wapauwe bernama Masjid Wawane, sesuai dengan nama asalnya. Lokasi kedua ini didominasi dengan pepohonan lebat dan banyak ditemukan pohon mangga atau wapauwe. Nama Wapauwe kemudian disematkan pada masjid ini dan digunakan hingga kini.
©2021 Merdeka.com/Eddie Likumahua
Tembok Masjid Wapauwe mulanya terbuat dari kayu, di dalamnya terdapat 4 pilar penyangga utama atapnya. Atap masjid tua ini selalu dipertahankan materialnya dari awal. Pelepah sagu, dan daun rumbia yang banyak tumbuh di Maluku menjadi atapnya. Masyarakat Maluku menyebutnya gaba-gaba.
Berdiri dengan luas 10 x 10 meter, matarial kayu masjid ini disatukan tanpa menggunakan paku. Sistem pengunci di tiap ujung kayu membuatnya kokoh berdiri hingga kini. Begitupula Mimbar dari kayu yang masih ada hingga kini.
©2021 Merdeka.com/Eddie Likumahua
Peperangan rakyat Maluku dengan Belanda dalam perang Kapaha dan Wawane menuai kekalahan. Masyarakat Maluku dipaksa oleh Belanda untuk berpindah dari pegunungan untuk turun ke pesisir daratan Tehala yang kini bernama Keitetu. Aturan baru Belanda ini membuat masyarakat dan masjid Wapauwe dipindahkan tepat pada tahun 1664.
Perpindahan Masjid Wapauwe ke Keitetu merupakan awal mula peradaban masyarakat di Kaitetu. Tahun 1664 juga selalu diperingati sebagai tahun berdirinya Negeri Kaitetu. Prasasti di depan Masjid Wapauwe inilah yang menjadi pengingat dan keterangan perihal sejarah singkat berdirinya masjid ini.
©2021 Merdeka.com/Eddie Likumahua
Interior masjid dipenuhi dengan kaligrafi berlafal “Allah” dan “Muhammad”. Diukir pada kayu sederhana disatukan pada ujung pilar masjid dikelilingi daun sagu khas Maluku. Di dalam masjid ini juga terdapat mushaf Al-Qur'an yang ditulis oleh imam pertama Masjid Wapauwe. Dialah Imam Muhammad Arikulapessy yang berhasil menyelesaikan menulis mushaf pada tahun 1590.Masjid Wapauwe mengalami berkali-kali perbaikan. Tujuh abad lamanya masjid ini berdiri, namun tidak ada perubahan bangunan inti yang signifikan. Masjid tertua di Maluku ini masih terjaga keasliannya hingga kini. (mdk/Ibr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dulunya masjid ini menjadi salah satu rumah ibadah terbesar di Minangkabau dan menjadi sentra pengembangan dakwah Islam.
Baca SelengkapnyaMasjid ini menawarkan daya tarik arsitektur kuno dan percampuran budaya Jawa dengan Sunda
Baca SelengkapnyaBangunan yang hampir seluruh bagiannya menggunakan kayu itu menjadi bagian dari sejarah masuknya Islam di Sumbar yang berlangsung sejak ratusan tahun.
Baca SelengkapnyaBangunan berwarna putih dengan balutan pilar-pilar menghiasi bagian depan ini dulunya sempat menjadi pengungsian di masa pemerintahan Hindia Belanda.
Baca SelengkapnyaMasjid tersebut kabarnya tak pernah menjadi sasaran penghancuran, atau penyerangan dari pasukan militer Belanda maupun pendudukan Jepang.
Baca SelengkapnyaMasjid ini dibangun diatas ukuran 13,1 m × 13,1 m yang terdiri dari 14 pintu jendela, 2 pintu besar, 8 tiang penyangga dan 1 tiang utama
Baca SelengkapnyaMustaka tua itu merupakan bentuk dari akulturasi budaya Hindu-Islam pada masanya
Baca SelengkapnyaKonon, di titik inilah peradaban Islam pertama kali muncul dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat setempat.
Baca SelengkapnyaMasjid ini memiliki gaya arsitektur Arab yang dipadu dengan Jawa.
Baca SelengkapnyaMasjid ini ditemukan oleh pendeta tahun 1648 lokasinya terpencil di dalam gang, ini potretnya.
Baca SelengkapnyaMenurut orang-orang tua yang menjadi saksi peristiwa itu, bom tepat jatuh di atas kubah masjid namun tidak hancur.
Baca SelengkapnyaMasjid ini dulu sering mengadakan pengajian sebagai salah satu cara melawan kolonial Belanda.
Baca Selengkapnya