Pesona Masjid Asasi Padang Panjang, Tak Luntur Meski Berumur Ratusan Tahun
Masjid ini dibangun diatas ukuran 13,1 m × 13,1 m yang terdiri dari 14 pintu jendela, 2 pintu besar, 8 tiang penyangga dan 1 tiang utama
Struktur bangunan Masjid Asasi Padang Panjang dibuat tahan gempa.
Pesona Masjid Asasi Padang Panjang, Tak Luntur Meski Berumur Ratusan Tahun
Sebagai negera dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia, maka tak heran lagi di Indonesia banyak dijumpai masjid, bahkan ada yang berusia ratusan tahun yang hingga kini masih berdiri kokoh dan digunakan sebagai tempat ibadah.
Salah satunya adalah Masjid Asasi yang berada di Kelurahan Sigindo, Nagari Gunuang, Kota Padang Panjang, Sumatera Barat dan bagunannya juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya.
Lantunan suara azan zuhur yang merdu menyambut kedatangan merdeka.com pada Minggu, (1/10/2023) yang berangkat dari pusat Kota Padang, dengan jarak tempuh kurang lebih 3 jam perjalanan dengan mengunakan sepeda motor.
Uniknya, masjid ini dipenuhi dengan ukiran pada bagian luarnya dan lantai terbuat dari papan berpanggung seperti Rumah Gadang, rumah adat khas Minangkabau. Dan apabila dilihat dari kejauhan, atap masjid akan terlihat seperti Masjid Agung Demak yang berbentuk limas dalam tiga tingkat.
Kemudian, pada bagian depan dihalaman masjid juga terdapat tempat bedug atau rumah tabuah yang memiliki gonjong, namun saat ini bedug tersebut sudah tidak difungsikan lagi.
Masuk ke dalam masjid, suasana teduh dan sejuknya angin di kota yang juga dijuluki Kota Serambi Makkah ini semakin membuat pengunjung yang ingin beribadah lebih dekat kepada Sang Pencipta.
Asrul Efendi Sutan Rajo Indomo, Seksi Kebudayaan dan Sosial Masjid Asasi mengatakan, dahulunya Masjid Asasi merupakan sebuah surau yang bernama bernama Surau Gadang yang belum memiliki ukiran dan diperkiraan sudah ada sejak abad ke-14.
Berdasarkan kajian kami Surau bukan bahasa Islam maupun minang, melainkan bahasanya hindu yang berarti tempat penyembahan. Kemudian diadopsi oleh orang Minangkabau surau sebagai tempat yang digunakan untuk beribadah sebelum masjid.
Setelah Islam berkembang pada abad ke-16 di Minangkabau, maka surau tersebut disepakati untuk mengubahnya menjadi masjid dengan kesepakatan nagari ampek koto yaitu Nagari Gunuang, Paninjaun, Jaho, serta Tambangan.
"Masjid Asasi merupakan masjid yang tertua di Kota Padang Panjang serta nomor dua tertua di Sumatera Barat," kata Asrul Efendi didampingi oleh Buya Azharnur Sutan Rajo Nan Sati sesepuh Masjid Azazi, serta garim masjid Zainal Abidin Sutan Sinaro.
Berdiri Sejak 1685
Masjid Asasi berdiri pada 1685. Keputusan itu diambil dari hasil ranutan, perkembangan, penelitian, serta kesepatan bersama cadiak pandai, niniak mamak, alim ulama di Nagari Gunuang serta beberapa ahli.
"Kesepatan berdirinya Masjid Asasi pada 1685 tersebut tertuang dalam kajian forum pokok-pokok pikiran daerah kebudayan Kota Padang Panjang yang diputuskan pada 2019, yang juga tahun itu bertepatan dengan terpilihnya Nagari Gunuang sebagai pilot percontohan kebudayan tingkat provinsi," tuturya.
"Namanya sejarah tidak selalu dengan eksata, bisa juga dengan perkiraan didukung dengan temuan-temuan karena catatan tertulis tahun pasti berdirinya tidak ada."
Asrul Efendi, yang juga salah satu tim pengali sejarah Masjid Asasi
Kemudian pada 1770 dilakukan renovasi dengan pengantian atap berupa seng yang semula bertap ijuk dan juga dilengkapi dengan ukiran pada bagian luarnya, serta tempat khutbah.
"Jika diperhatikan dengan seksama, maka semua pintu masjid tidak ada yang sama. Hal itu dikarenakan masjid ini tidak didirikan oleh satu orang saja, aka tetapi dibangun secara gotong royong," sebutnya.
Masjid ini dibangun diatas ukuran 13,1 m × 13,1 m yang terdiri dari 14 pintu jendela, 2 pintu besar, 8 tiang penyangga dan 1 tiang utama
Tiang utama bernama tonggak macu yang merupakan tiang penyangga. Tiang dibuat dari pohon kayu madang. Kayu itu diambil dari hutan dengan jarak 20 meter dari Masjid Asasi.
Struktur masjid dibangun sebagai bagunan tahan gempa. Hal itu terlihat dari tiang masjid yang sebelum menyentuh permukaan tanah diletakan pada batu serta pelapah bambu.
"Arsitektur bagunananya tahan gempa itu telah berdasarkan penelitian. Gempa pada 2006 alhamdulillah masjid kita dilindungi oleh Allah SWT," sebutnya.
Katanya, ukiran pada bagian luar masjid terdiri dari ukiran dari zaman Hindu, China serta Islam dan Minangkabau.
"Sejak 1770 atap masjid belum pernah diganti. Menurut cerita, untuk ukiran sudah dilakukan renovasi dengan tidak mengubah bentuk aslinya sebanyak 3 kali. Terakhir itu pada 1884."
Kata Asrul