Wanita Pemetik Daun Teh, Sosok Perkasa di Balik Segarnya Aroma Teh Kemuning
Merdeka.com - Mendaki bukit menuruni lembah, berbondong-bondong berjalan dan beriringan di antara pepohonan teh yang rindang. Mereka, buruh pemetik daun teh yang didominasi oleh wanita. Di pundak mereka semua beban panen daun teh begitu melimpah. Pohon teh tumbuh subur di lereng Gunung Lawu. Tidak lain ialah Perkebunan Teh Kemuning yang telah ada hampir 2 abad lamanya.
Di balik pesona keindahannya, terdapat para pemetik daun teh yang berjuang mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Sehari bekerja, buruh pemetik daun teh mampu mengangkut hingga 50 kilogram daun dari kebun. Perjuangan mereka dihargai Rp 400 per kilogram untuk satu ikat daun teh. Beban kerja mereka tak sebanding dengan perjuangan yang penuh resiko.
Bahaya selalu mengancam para pemetik daun teh di Kemuning. Terlebih mereka yang bekerja mayoritas lanjut usia. Jatuh terpeleset menjadi hal biasa bagi para buruh petik daun teh.
-
Apa yang dihasilkan di perkebunan teh Kayu Aro? Memulai penanaman perdana pada tahun 1928, daun teh yang dihasilkan di perkebunan ini cukup berkualitas.
-
Apa yang menarik dari Kebun Teh Kemuning? Pemandangan alam yang indah, udara yang sejuk, dan suasana yang asri menjadi daya tarik utama kebun teh tersebut.
-
Bagaimana menikmati Perkebunan Teh Gunung Gambir? Selain bisa melihat proses pembuatan daun teh mulai dari pemetikan, penjemuran, dan pengemasan, anda juga bisa mencicipi masakan teh yang dihasilkan dari perkebunan teh di sini.
-
Siapa yang mendirikan perkebunan teh Kayu Aro? Sebuah perusahaan swasta Belanda Namlosde Venotchaaf Handle Vereniging Amsterdam atau NV.HVA sangat tertarik untuk mendirikan perkebunan di kaki Gunung Kerinci.
-
Kenapa mayoritas penduduk Desa Gempol jadi pemetik teh? Menurut Pak Sadimin, kondisi sosial itu disebabkan karena tanah di desa tersebut yang merupakan tanah perkebunan.
-
Dimana letak Kebun Teh Kemuning? Kebun Teh Kemuning merupakan sebuah tempat wisata yang terletak di lereng Gunung Lawu dengan ketinggian sekitar 800-1.540 Mdpl.
Pemetik Daun Teh©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Lokasi perkebunan ini berada di Kelurahan Kemuning, Ngargoyoso, Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah. Tepat di lereng bagian barat Gunung Lawu. Para wanita pemetik daun teh selalu berusaha berangkat sepagi mungkin untuk menuju ke perkebunan. Hawa dingin sudah pasti menusuk tulang, terlebih jika cuaca sedang dilanda kabut pekat.
Dari kejauhan hanya kepala dan tangan mereka yang kelihatan. Di balik pepohonan teh, mereka memilah daun teh yang sudah layak petik. Kualitas udara di sini sangatlah bagus, segar dan jauh dari polusi. Sebagai penghuni ketinggian, hawa dingin bukanlah menjadi halangan bagi mereka.
Keringat bercucuran dari pelipis dahi. Kalori mereka terbakar dengan berjalan, menanjak, dan menuruni bukit. Mengumpulkan sedikit demi sedikit daun yang sudah dikumpulkan.
Pemetik Daun Teh©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Saat memetik, sering kali mereka menggunakan sarung tangan. Menghindari ranting yang bisa saja melukai tangan. Selain itu juga dapat mengurangi resiko kapalan atau kulit tangan mereka menjadi keras. Di punggung mereka terikat keranjang untuk menampung sementara daun teh yang telah dipetik.
Daun teh inilah yang nantinya menjadi ladang rupiah bagi mereka. Satu ikat jaring daun teh ini memiliki berat kurang lebih 50 kilogram. Menyamai berat satu sak semen bahan bangunan. Bedanya, daun teh ini harus diangkat oleh para pemetik dan dihantarkan kepada pengepul.
Pemetik Daun Teh©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Tubuh mereka membungkuk, terlihat jelas beban berat pada daun teh yang mereka petik. Tudung penutup kepala bahkan mereka pakai untuk menenteng daun teh yang berlebih. Dengan hati-hati mengantarkan lembaran daun berharga ini untuk dijadikan sesuap nasi.
Rata-rata wanita pemetik daun teh ini mampu memperoleh Rp 20 ribu untuk setiap 50 kilogramnya. Pemetik teh bukanlah menjadi pekerjaan idaman warga sekitar. Hanya merekalah yang buta aksara, dan lanjut usia yang bersedia menggeluti buruh petik daun teh ini.
Pemetik Daun Teh©2021 Merdeka.com/Yoyok Sunaryo
Kebun teh seluas 437 hektare ini sebelumnya dikelola oleh berbagai pihak. Mulai dari kolonial Belanda, Keraton Mangkunegaran, hingga Militer Republik Indonesia. Kini Kebun Teh Kemuning dikelola oleh PT Rumpun Sari Kemuning yang berada di bawah perkebunan. Kebun Teh Kemuning juga menjadi lokasi wisata alam favorit. Disuguhkan panorama alam yang menakjubkan berlatar Gunung Lawu nan gagah menjulang.
Berbagai kedai teh terkenal juga turut meramaikan dan mempopulerkan teh Kemuning. Seduhan nikmat kaya manfaat ini berasal dari para wanita pejuang pemetik daun teh. Mereka rela mendaki dan menuruni bukit, dengan tumpukan daun teh yang menggunung dan upah mereka yang seadanya. (mdk/Ibr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hamparan kebun teh mengelilingi kampung itu dan di ujungnya terlihat jelas Gunung Sindoro yang tinggi menjulang.
Baca SelengkapnyaSaat akhir pekan, tempat ini ramai dikunjungi dan menjadi salah satu destinasi favorit
Baca SelengkapnyaOlahan kopi unik khas Sumatra Utara ini menggunakan bahan dasar daun kopi robusta.
Baca SelengkapnyaSeorang wanita paruh baya pilih berjualan di tengah hutan dan gunung selama 24 jam sehari untuk penuhi kebutuhan keluarganya.
Baca SelengkapnyaPerkebunan ini justru awalnya tidak ditanami tumbuhan teh.
Baca SelengkapnyaMayoritas warga di sana berprofesi sebagai pemetik daun teh
Baca SelengkapnyaSumatra Barat cukup terkenal dengan destinasi wisata kebun teh yang indah. Salah satu di antaranya menjadi yang terluas di dunia dan penghasil teh terbesar.
Baca SelengkapnyaMasa kolonialisme tak lepas dari praktik perbudakan terhadap kaum pribumi bahkan warga asing yang menetap di Nusantara.
Baca SelengkapnyaBerawal dari coba-coba, siapa sangka produk dari bunga telang ini ternyata bisa menghasilkan cuan.
Baca SelengkapnyaBiasanya pelayan akan menyajikan teh tawar gratis bersamaan dengan menu makanan yang dipesan.
Baca SelengkapnyaSuginem membagikan kisah suksesnya membangun pabrik tahu.
Baca SelengkapnyaPerkebunan Tembakau Deli di Sumatera Utara mendatangkan keuntungan bagi pengusaha Belanda di era kolonial. Tapi bagi buruh, Deli mengisahkan kesengsaraan.
Baca Selengkapnya