Dulu Bantu Jualan dan Pernah Diusir Pemilik Kontrakan, Tak Disangka Anak Pedagang Gorengan kini Kerja di Lembaga Terbesar Jepang
Simak cerita inspiratif anak pedagang gorengan yang sukses jadi peneliti di Jepang.
Simak cerita inspiratif anak pedagang gorengan yang sukses jadi peneliti di Jepang.
Dulu Bantu Jualan dan Pernah Diusir Pemilik Kontrakan, Tak Disangka Anak Pedagang Gorengan kini Kerja di Lembaga Terbesar Jepang
Kisah inspiratif datang dari seorang anak pedagang gorengan yang kini sukses kerja di lembaga penelitian di Jepang.
Tak tanggung-tanggung, pemuda itu kini menjadi bagian dari salah satu lembaga penelitian terbesar di Jepang.
Kesuksesannya itu datang dari sebuah usaha dan kerja keras yang dilakukan selama menempuh pendidikan.
Meski kedua orang tuanya berasal dari masyarakat tak mampu, pemuda itu membuktikan bahwa dia bisa merubah derajat keluarga menjadi lebih baik.
Seperti apa kisah selengkapnya? Melansir dari Instagram @santosoim, Selasa (20/2) berikut informasinya.
Cerita itu dibagikan oleh Dosen FTTM ITB, Imam Santoso di akun Instagram pribadinya.
Imam menceritakan kisah hidup salah seorang mahasiswanya yang kini sukses bekerja di salah satu lembaga di Jepang.
Mahasiswanya itu bernama Rendi Ahmad Rustandi, seorang anak penjual gorengan asal Ciamis dan seorang buruh harian lepas di Bandung.
"Anak penjual gorengan di persimpangan jalan Ciamis itu, kini kerja di salah satu lembaga riset terbesar Jepang."
"Aku punya mahasiswa bernama Rendi. Ibunya pedagang gorengan di persimpangan jalan dekat SMK di Panjalu, Ciamis. Bapaknya dulu kerja sebagai buruh harian lepas di Gedebage Bandung," tulis unggahan.
Masa kecil Rendi terbilang penuh keprihatinan. Bahkan ia pernah diusir dari kontrakan karena telat membayar.
"Dulu ngontrak pindah-pindah sampai Rendi kelas I SD. Pernah diusir dari suatu kontrakan karena telat bayar kontrakan," tambahnya.
Motivasinya tumbuh tatkala sang ayah kala itu meminta maaf karena membuat Rendi hidup susah. Ia pun terlecut untuk ikut membantu orang tuanya bekerja.
"Pernah pas duduk bareng bapaknya, tiba-tiba bapaknya bilang "Ndi, maafin bapak ya. Kamu bapak ajak hidup susah". Dengerin itu ia sedih, sakit banget, karena itu bukan kesalahan bapaknya," tulis unggahan.
Sejak SD ia sering berjualan es dan gorengan ke kelas hingga ke tempat ibu-ibu senam.
"Pas SD, dia sering bantu ibunya jualan es pakai termos ke kelas-kelas, dan gorengan ke ibu-ibu di tempat ramai kayak tempat ibu-ibu yang lagi senam,"
Saat SMP ia pun sering berjalan kaki dari rumah ke sekolahnya karena tak ada biaya membeli motor. Terlebih jaraknya cukup jauh.
"Pas SMP sering jalan kaki lumayan jauh karena gak punya motor. Kalau naik ojek lumayan ngabisin uang," lanjutnya.
Namun demikian, tekad Rendi untuk meraih cita-cita terbilang kuat. Bahkan ia termasuk siswa berprestasi karena selalu menjadi juara umum.
"Meski hidup susah dari SD sampai SMA selalu ranking I dan juara umum," tambahnya.
Akhirnya Rendi melanjutkan pendidikan tinggi di Teknik Metalurgi ITB melalui jalur beasiswa bidikmisi. Rendi pun mampu lulus dengan predikat Cumlaude.
"Keterima di Teknik Metalurgi FTTTM, ITB dengan beasiswa Bidikmisi," tambah unggahan.
Usai menamatkan gelar Sarjana, Rendi bekerja di salah satu lembaga penelitian besar di Jepang hingga mampu keliling dunia.
Berkat kesuksesannya, Rendi pun mampu memberangkatkan kedua orang tuanya ke tanah suci serta melanjutkan studinya di Jepang.