Anggaran Perjalanan Dinas Dipangkas, Pendapatan Hotel Bakal Anjlok Tahun Depan
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia meminta kebijakan ini dipertimbangkan secara teliti.
Industri perhotelan Indonesia mulai merasakan dampak dari pemangkasan anggaran perjalanan dinas (perdin) yang diterapkan oleh pemerintah pada kementerian dan lembaga.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi B. Sukamdani, mengungkapkan pembatalan pemesanan kamar hotel sudah terjadi di sejumlah daerah hingga akhir 2024.
“Sudah, jadi pembatalan sampai akhir tahun ini sudah terjadi,” kata Hariyadi saat ditemui di Raffles Hotel, Jakarta Selatan, Selasa (10/12).
Ia menambahkan, jika kebijakan efisiensi anggaran ini tidak segera ditinjau kembali, dampak yang lebih besar akan terasa pada Januari 2025. Hariyadi mengkhawatirkan kondisi ini akan mengulang situasi serupa yang terjadi pada 2015.
Saat itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB), Yuddy Chrisnandi, mengeluarkan surat edaran untuk mengurangi kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan di hotel-hotel.
Kebijakan tersebut menyebabkan pendapatan industri perhotelan anjlok, dan berimbas pada sektor lain seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta vendor perhotelan.
“Kami melihat di Januari ke depan, kalau nggak ada perubahan peninjauan kembali itu kan seperti persis 2015 situasi itu,” ujarnya.
Di samping itu, kata Haryadi, PHRI telah menyampaikan keberatannya terkait kebijakan ini melalui surat resmi kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada November 2024.
Dalam surat tersebut, PHRI meminta agar kebijakan efisiensi belanja perjalanan dinas ditinjau kembali karena dampaknya yang dirasakan langsung oleh sektor perhotelan. Namun, hingga saat ini, Hariyadi mengaku belum menerima respons dari Menteri Keuangan.
“Belum, kami juga lagi minta waktu,” ujarnya.
Jika tidak ada perubahan dalam kebijakan ini, PHRI khawatir industri perhotelan akan mengalami penurunan yang signifikan, yang berpotensi merugikan banyak pihak, mulai dari pelaku usaha hingga masyarakat yang bergantung pada sektor pariwisata dan perhotelan.
“Karena hotel itu kan punya mata rantai yang cukup panjang ya. Mulai dari petani, peternak sampai dengan yang support untuk amenitis dan sebagainya. Jadi itu ininya besar, pengaruhnya besar. Begitu dia termasuk juga UMKM yang tukang oleh-oleh di daerah itu pengaruhnya besar,” pungkasnya.