Asal Usul Bali Manifesto dan Nasib Para Pekerja di Masa Depan
Bali Manifesto, kesepakatan internasional hadapi tantangan pekerja di masa depan.
Asal Usul Bali Manifesto dan Nasib Para Pekerja di Masa Depan
Asal Usul Bali Manifesto dan Nasib Para Pekerja di Masa Depan
Inclusive Lifelong Learning conference telah menghasilkan peta jalan menuju pembelajaran seumur hidup untuk semua pihak yang kemudian disebut sebagai Bali Manifesto. Dalam Bali Manifesto tersebut disampaikan terkait tantangan dan kesempatan pembelajaran seumur hidup yang inklusif. Bali Manifesto telah disepakati oleh 339 peserta. Terdiri dari presiden, menteri, anggota parlemen, wali kota, dan sejumlah akademisi serta mitra yang berasal dari 38 negara.
"Kami menyadari tantangan yang terkait dengan perluasan akses dan partisipasi yang setara bagi semua untuk pembelajaran sepanjang hayat," kata Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Purbasari, di Bali, Kamis (6/7).
Tak hanya terkait perluasan akses saja yang menjadi tantangan dalam pembelajaran sepanjang hayat, melainkan termasuk keterbatasan sosial-ekonomi, kesenjangan literasi, kesenjangan pendidikan. Tak terkecuali terbatasnya akses kesempatan belajar karena kendala geografis atau infrastruktur, kesenjangan digital, hambatan bahasa dan budaya.
Kemudian, tantangan lainnya yaitu terbatasnya akses ke bahan dan peralatan pembelajaran yang memadai bagi penyandang disabilitas, kurangnya fleksibilitas pilihan pembelajaran, diskriminasi dan prasangka, kurangnya bimbingan dan informasi, dan pembiayaan yang tidak memadai untuk pembelajaran dan pendidikan orang dewasa. Disisi lain, pihaknya juga menyadari ancaman yang dihadapi umat manusia, termasuk perubahan iklim, kerawanan pangan, perang dan konflik. Termasuk perubahan demografis, meningkatkan jumlah orang yang berisiko dikucilkan dari kesempatan kerja dan belajar, serta migran dan pengungsi.Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja dan The UNESCO Institute for Lifelong Learning juga menyadari bahwa penggunaan teknologi digital dalam pendidikan adalah pedang bermata dua.
Teknologi digital menawarkan peluang besar, karena inklusi menjadi inti dari desain, teknologi asistif dan adaptif. Termasuk pembelajaran online dan hybrid dapat memfasilitasi akses ke peluang pembelajaran yang dipersonalisasi. "Tetapi teknologi juga menimbulkan ancaman terhadap privasi dan keamanan, dan berpotensi mengecualikan orang-orang yang tidak terhubung ke internet atau yang tidak memiliki keterampilan digital yang diperlukan untuk terlibat dengan dunia yang semakin digital," ujarnya. Ancaman ini dipercepat oleh pertumbuhan kecerdasan buatan generatif dan teknologi canggih lainnya. Meskipun pada saat yang sama, teknologi digital memiliki potensi untuk merevolusi industri, membentuk kembali ekonomi, dan mentransformasi masyarakat, perkembangan pesat teknologi juga menimbulkan kekhawatiran tentang perpindahan pekerjaan dan ketidaksetaraan sosial. Oleh karena itu penting untuk mengatasi kesenjangan digital dan membangun kerangka peraturan yang tepat untuk memperkuat inklusi, memastikan akses yang adil ke teknologi dan konektivitas internet untuk semua pelajar.Forum ini juga menyepakati terkait pembelajaran dan pendidikan orang dewasa yang menjadi peluang kebijakan untuk mengkonsolidasikan kohesi sosial, meningkatkan pengembangan keterampilan kognitif, profesional, dan sosio-emosional. Lalu mengamankan perdamaian, meningkatkan pemahaman budaya, meningkatkan kemampuan kerja, berkontribusi pada aksi iklim, dan mendorong kehidupan bersama yang damai.
"Kami memahami bahwa kelompok yang terpinggirkan tidak bersifat homogen, kami juga sepakat bahwa sangat penting untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar yang unik dari individu dan kelompok dan menerapkan strategi yang sesuai, mengembangkan konten pelatihan, dan modalitas pembelajaran, dan memastikan bahwa setiap orang dapat berpartisipasi penuh agar para pelajar dapat mencapai potensi mereka," pungkasnya. Sumber: Liputan6.com Reporter: Tira Santia