Fitch Ratings: Peringkat Utang AS Bisa Turun Jika Gagal Bayar Utang
Merdeka.com - Sepekan menjelang jatuh tempo pembayaran utang, Pemerintah Amerika Serikat dan Parlemen belum juga mencapai kesepakatan. Fitch Ratings, sebagai lembaga pemeringkat utang mengingatkan hal ini bisa membuat peringkat AS turun.
Saat ini Fitch menempatkan kredit AS peringkat teratas pada pengawasan peringkat negatif. Hal ini mencerminkan ketidakpastian seputar perdebatan plafon utang saat ini dan kemungkinan gagal bayar untuk pertama kalinya.
"Rating Watch Negatif mencerminkan peningkatan keberpihakan politik yang menghambat pencapaian resolusi untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang meskipun tanggal x semakin dekat," kata Fitch dikutip dari CNN, Jakarta, Kamis (25/5).
-
Apa total utang Amerika Serikat? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Bagaimana utang negara dihitung? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Dimana negara dengan utang terbesar? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Siapa yang dirasa bertanggung jawab atas kenaikan utang? 'Kita di-prank, yang terjadi justru kita bisa tahu kenaikan tertinggi sepanjang sejarah Republik ini ada di tangan Jokowi,' terang Eko.
-
Siapa yang memiliki utang terbesar? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Bagaimana netizen menilai pengaruh utang terhadap harga? Di sisi lain, naiknya utang secara tak langsung membuat harga-harga naik. Hal ini seiring dengan kenaikan rasio pajak.
Fitch, salah satu dari tiga lembaga pemeringkat kredit teratas bersama dengan Moody's dan S&P, menempatkan AS pada peringkat AAA pada rating watch negative. Artinya Fitch bisa menurunkan peringkat utang AS jika anggota parlemen tidak menyepakati RUU yang menaikkan batas utang Departemen Keuangan AS.
Langkah itu dilakukan saat anggota parlemen dari Partai Republik dan Demokrat bernegosiasi untuk menaikkan batas utang AS, meski belum ada kesepakatan yang tercapai. Namun di sisi lain Menteri Keuangan AS, Janet Yellen mengatakan Pemerintah mungkin tidak dapat membayar tagihannya segera setelah 1 Juni.
Sehingga negara menghadapi kemungkinan gagal bayar yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini pun berpotensi menimbulkan bencana baik di Amerika Serikat maupun di seluruh dunia.
Meski begitu, Fitch masih yakin anggota parlemen akan mengeluarkan resolusi sebelum tanggal jatuh tempo yakni 1 Juni 2023.
Respon Pemerintah AS
Terkait hal tersebut, Gedung Putih pada hari Rabu menunjuk langkah Fitch Ratings sebagai penyebab urgensi untuk menaikkan plafon utang. Dalam keterangan resminya, Pemerintah AS menilai sikap Fitch Ratings sebagai bukti gagal bayar utang bukanlah pilihan dan semua anggota parlemen yang bertanggung jawab memahaminya.
Ini memperkuat kebutuhan Kongres untuk segera meloloskan kesepakatan bipartisan yang masuk akal untuk mencegah gagal bayar," kata juru bicara Gedung Putih dalam sebuah pernyataan.
Senada, juru bicara Departemen Keuangan AS, Lily Adams mengatakan penurunan peringkat menunjukkan urgensi Kongres harus segera mengatasi plafon utang. Sebagaimana yang telah diperingatkan Yellen beberapa waktu lalu terkait berbagai risiko yang bisa terjadi jika negara gagal bayar utang.
"Kecerobohan atas batas utang sangat merugikan bisnis dan keluarga Amerika, meningkatkan biaya pinjaman jangka pendek untuk pembayar pajak, dan mengancam peringkat kredit Amerika Serikat," kata Lily.
Peringatan yang diberikan Fitch Rating juga bermakna perlunya tindakan cepat bipartisan oleh Kongres untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang. Sehingga bisa menghindari krisis buatan untuk ekonomi AS.
Sebagai informasi, pada tahun 2011, S&P memberikan penurunan peringkat kredit pertama kalinya ke AS, memangkas peringkatnya menjadi AA+. Lebih dari satu dekade kemudian, agensi tersebut masih belum memulihkan peringkatnya.
Menurut para ahli, default AS dapat mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh ekonomi global dan berpotensi menyebabkan resesi. Sehingga biaya pinjaman lebih tinggi bagi pemerintah dan orang Amerika. Bahkan bisa menjadi penghambatan besar bagi pertumbuhan ekonomi.
Dow berjangka turun lebih dari 85 poin pada Rabu malam di tengah peringatan Fitch, tetapi S&P 500 dan Nasdaq diperdagangkan di wilayah positif.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kemenkeu mencatat, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kini sebesar 38,49 persen.
Baca SelengkapnyaEkonomi Amerika Serikat (AS) diperkirakan mulai melambat di semester II-2024 seiring dengan penurunan permintaan domestik.
Baca SelengkapnyaPasar telah mengalami minggu yang kacau, sebagian besar dipicu oleh angka penggajian Amerika.
Baca SelengkapnyaInflasi di AS pada bulan Juni menunjukkan penurunan di angka 3 persen, didorong oleh menurunnya tekanan harga energi dan sektor perumahan.
Baca SelengkapnyaKemenkeu mencatat, utang jatuh tempo tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp705,5 triliun dan pinjaman senilai Rp94,83 triliun.
Baca SelengkapnyaDari sisi eksternal, penguatan mata uang dolar AS di dekat level tertinggi selama satu bulan terakhir dipicu oleh kebijakan The Fed selaku Bank Sentral AS.
Baca SelengkapnyaAngka pengangguran yang melonjak tak terduga di Amerika Serikat (AS).
Baca SelengkapnyaPelemahan rupiah terjadi karena pelaku pasar masih terpengaruh dengan sikap bank sentral yang tidak terburu-buru memangkas suku bunga.
Baca SelengkapnyaThe Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis points (bps) menjadi 4,75-5,00 persen.
Baca SelengkapnyaKondisi ini diperparah dengan langkah Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed yang diperkirakan akan kembali menahan suku bunga untuk memperkuat ekonomi AS.
Baca SelengkapnyaPada Selasa (14/5), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan di Jakarta ditutup melemah di tengah pasar menantikan data inflasi Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaSecara rinci, pembiayaan utang tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp70,2 triliun atau setara dengan 10,5 persen terhadap APBN.
Baca Selengkapnya