Gagal Nyaleg Hingga Bangkrut, Tony dan Cita Bangkit Lewat Bisnis Singkong
Tony dan Cita sempat ragu karena merasa tidak yakin mampu menerima modal yang akan diberikan kerabat tersebut.
Tony makin terpuruk karena idak memiliki uang untuk biaya persalinan sang istri, Cita Mahanti.
Gagal Nyaleg Hingga Bangkrut, Tony dan Cita Bangkit Lewat Bisnis Singkong
Gagal Nyaleg Hingga Bangkrut, Tony dan Cita Bangkit Lewat Bisnis Singkong
Gagal mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, Tony Anandya Wicaksono mengalami kebangkrutan. Kondisi Tony makin terpuruk karena idak memiliki uang untuk biaya persalinan sang istri, Cita Mahanti.
Tony kemudian introspeksi diri dan melihat kembali kesalahan apa yang membuatnya hingga terpuruk sedalam itu.
Dalam wawancara yang diunggah akun YouTube Pecah Telur, Tony mendapatkan nasihat agar segera berhenti dari pekerjaannya. Alasannya, perusahaan tempat Tony bekerja diragukan kehalalannya atau disebut dengan istilah Syubhat.
Tony yang menjabat sebagai marketing regional, menolak untuk keluar dari pekerjaannya. Dia beranggapan apa yang dilakukan sudah benar. Tony juga memiliki usaha sebagai pendapatan pasif.
Cerita berawal ketika kehidupan Tony bak di atas angin. Saat itu, ada yang menawarkannya sebagai calon anggota legislatif di Salatiga, Jawa Tengah. Sayangnya, pencalonan Tony sebagai anggota legislatif gagal.
Usaha yang dia miliki seperti pemasangan reklame, outbond, dan sebagainya, mengalami kebangkrutan. Tony kembali diuji ketika dia kehilangan anak saat usia kandungan sang istri 8 bulan.
Tidak berselang lama, istri Tony kembali hamil, namun saat persalinan harus dilakukan secara sesar.
"Uang cuma ada Rp2.000 di ATM, bingung, enggak ada support dari kantor," ucapnya.
"Kayaknya ada yang salah cara kita cari rezeki," kata Tony.
Tony mengutarakan keinginannya untuk segera berhenti bekerja dan membangun usaha melalui singkong untuk mendapatkan rezeki. Sang istri sempat mempertanyakan rencana tersebut. Dia belum cukup berani menerima konsekuensi atas pengunduran diri sang suami.
Meski begitu, tekad Tony sudah bulat. Di tahun 2016 dia resmi mengajukan resign dan menekuni bisnis dengan berjualan singkong yang kemudian diberi merk Argotelo.
Kehidupan Tony berubah total. Jika setiap hari Tony berpakaian necis layaknya seoranga marketing, kini Tony harus berjibaku dengan potongan-potongan singkong."Saya cukup sedih melihat kondisi Mas Tony, malam-malam harus kupas singkong, jadi asongan menjajakan singkongnya. Alhamdulillah orang tua tidak mengeluh pilihan Mas Tony padahal Mas Tony sarjana," ucap Cita sambil berlinang air mata terharu.
Saat itu, Tony memulai usaha singkong dengan modal Rp50.000. Uang itu untuk membeli singkong 5 Kg, bumbu, minyak. Peralatan memasak dia harus meminjam terlebih dahulu.
Pada tahap produksi pertama, Tony berhasil memproduksi 10 pack singkong yang dia akan jual ke beberapa sekolah, kantor, dan penumpang bus-bus yang sedang berkunjung ke pusat wisata.
Selama satu bulan merintis usaha, hasilnya tak kunjung membaik. Singkong yang dia jual belum laku terjual semuanya. Hingga satu waktu, orang tua Tony kerap memesan 5 pack singkong.
"Ternyata itu uang bapak ibu, mereka bilang temannya yang pesan, mereka melakukan itu supaya saya tetap semangat," kata Tony dengan nada bergetar.
Kerabat itu kemudian menawarkan Tony modal untuk membuka outlet. Tony dan Cita sempat ragu karena merasa tidak yakin mampu menerima modal yang akan diberikan kerabat tersebut. Namun kerabat itu berpesan yang intinya mendukung dan meyakinkan Tony atas keputusan yang telah diambil.
Tony pun menerima modal tersebut untuk membuka outlet. Secara perlahan, usaha singkong Tony mulai menanjak. Bahkan di tahun 2018, dia sudah merekrut karyawan. Dia juga merasakan kebanjiran pesanan di tahun 2020 ketika pandemi Covid-19 melanda dunia.
Keputusan Tony dan Cita itu menjadi pintu ekspansi bisnis keduanya. Bisnis wisata desa singkong berkembang, penjualan Argotelo juga meningkat pesat hingga saat ini.
"Alhamdulillah satu hari bisa 1.5 ton singkong," ucap Tony.