Jadi Kontributor Pendapatan Negara, Petani Tembakau Kritik Aturan Rokok Kemasan Polos
Wisnu menambahkan bahwa kebijakan tersebut tidak mencerminkan realitas di Indonesia, yang merupakan negara penghasil tembakau.
Para petani di Jawa Tengah berpendapat bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang mendorong penerapan kemasan rokok polos tanpa merek tidak lagi berfungsi sebagai langkah pengendalian produk tembakau, melainkan sebagai upaya untuk menghancurkan industri dan petani tembakau.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Wisnu Brata menilai bahwa kebijakan mengenai zonasi penjualan dan iklan produk tembakau dalam PP 28/2024 serta aturan kemasan rokok polos dalam RPMK telah melenceng dari tujuan awal untuk mengendalikan produk tembakau.
"Ini suatu kebijakan yang spiritnya adalah untuk membunuh industri hasil tembakau dan ekosistem di dalamnya termasuk petani, bukan pengendalian lagi," ungkapnya dikutip dari laman Liputan6.com.
Wisnu menambahkan bahwa kebijakan tersebut tidak mencerminkan realitas di Indonesia, yang merupakan negara penghasil tembakau, berbeda dengan Australia yang tidak memiliki perkebunan tembakau.
Ironisnya, Australia justru menjadi acuan bagi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam merumuskan aturan ini.
"Kita berbeda dengan Australia. Karena Australia bukan penghasil tembakau. Contoh misal di Amerika, Jepang, dan beberapa negara di Amerika Latin, yang semuanya adalah negara penghasil, maka mereka tidak akan pernah menerapkan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek," tegasnya.
Wisnu juga merasa heran dengan langkah Kementerian Kesehatan yang merancang peraturan ini, karena ia khawatir dampaknya akan sangat besar bagi industri tembakau dan keberlangsungan hidup petani.
"Kalau Australia yang sekarang menjadi salah satu rujukan untuk pembuatan RPMK ini karena mereka hanya sebagai pasar (bukan penghasil produk tembakau). Berbeda kalau misalnya wine itu dibuat kemasan polos, pasti Australia akan teriak karena dia sebagai negara penghasil wine," tambahnya.
Kontributor Pendapatan Negara
Industri rokok menjadi salah satu kontributor utama pendapatan negara melalui sektor cukai. Selain itu, industri tembakau di Indonesia juga berperan penting dalam menciptakan banyak lapangan kerja bagi masyarakat.
Menurut Wisnu, tanaman tembakau kini semakin berkembang dan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas lain.
"Misalnya beras, harganya sekarang terjun bebas. Jagung pun demikian, dan dengan komoditas-komoditas lain pun juga sama. Yang survive sekarang ini adalah tembakau," papar dia.
Hal ini menunjukkan bahwa tembakau memiliki ketahanan yang lebih baik di pasar dibandingkan dengan produk pertanian lainnya. Dengan demikian, keberadaan industri tembakau tidak hanya memberikan kontribusi finansial, tetapi juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat luas.
Pentingnya Perlindungan Tembakau
Wisnu menegaskan pentingnya perlindungan sektor perkebunan tembakau oleh pemerintah. Dia menyatakan bahwa tembakau merupakan salah satu komoditas strategis nasional yang telah diakui sejak lama.
Namun, saat ini, pemerintah justru mengeluarkan aturan-aturan restriktif seperti PP 28/2024 dan RPMK yang berpotensi merugikan industri tembakau.
"Memang yang dilarang itu bukan menanam tembakaunya. Tapi pertanyaannya adalah sampai saat ini tembakau itu hanya diserap oleh industri, karena belum ada sektor yang lain sebesar industri rokok."
Dia menambahkan bahwa jika industri rokok dihancurkan oleh regulasi yang ada, hal ini akan berdampak negatif bagi kesejahteraan petani. Oleh karena itu, ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:
1. Perlindungan sektor tembakau sebagai komoditas strategis.
2. Dampak negatif dari regulasi yang membatasi industri rokok.
3. Kesejahteraan petani yang terancam akibat kebijakan pemerintah.
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, Wisnu berharap agar pemerintah dapat mengevaluasi kembali kebijakan yang ada demi keberlangsungan industri tembakau dan kesejahteraan petani.