Jerit Pengusaha Mebel Industrinya Kian Jeblok, Pemerintah Ngaku Kaget
Mendengar laporan itu, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian, Edi Prio Pambudi mengaku terkejut.
Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) memaparkan kondisi produksi industri furniture atau meubel Indonesia kian melemah.
Ketua Umum Asmindo Dedy Rochimat menceritakan, produksi manufaktur furnitur Indonesia pada 2023 mencapai USD 2,38 miliar, atau setara Rp 3,7 triliun. Turun 30 persen dibandingkan tahun 2022.
"Kondisi ini sejalan dengan penurunan kinerja ekspor furnitur Indonesia selama 2 tahun terakhir. Dimana ekspor tahun 2023 tercatat sebesar USD 2,15 miliar, turun 23 persen dari tahun sebelumnya," ujar Dedy dalam sesi pembukaan IFFINA 2024 di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (14/9).
Di sisi lain, ia menambahkan, impor furnitur Indonesia justru terus meningkat, mencapai USD 780 juta pada 2023. Naik 2,3 persen dari 2022.
"Tren penurunan juga terlihat di pasar domestik, dimana konsumsi furnitur domestik diperkirakan hanya Rp16 triliun atau setara USD 1,01 miliar pada tahun 2023. Turun 26 persen dari tahun sebelumnya," terangnya.
Pemerintah Kaget
Mendengar laporan itu, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian, Edi Prio Pambudi mengaku terkejut.
Namun, pemerintah melihat masih ada peluang di masa depan, selama mau mengikuti aspek keberlanjutan (sustainability).
"Semuanya serba penurunan, rasanya syok melihat seperti ini. Namun kami ingin memberikan satu harapan besar melalui sustainibility by design.Jadi dua kata itu memang penting, design and sustainibility. Khususnya saat ini ada beberapa perundingan yang akan segera kita selesaikan, termasuk dengan Uni Eropa," ungkapnya.
Kendati begitu, Edi menilai seluruh pihak harus memaklumi bahwa tren dunia mengalami perubahan. Khususnya yang berorientasi pada aspek tata kelola lingkungan, sosial dan perusahaan.
"Kita harus menyambut kesempatan ini tentu dengan apa yang sedang terjadi di dunia saat ini. Pertama, sekarang tidak ada lagi debat bahwa green itu jadi salah satu topik," kata Edi.
"Jadi sekarang temanya adalah green engineering economy. Jadi semua aktivitas ekonomi itu harus didukung dengan teknologi, science, research and development yang mengarah kepada sustainibility, atau green product," serunya.
Selanjutnya, ia mengajak pelaku usaha mebel turut berorientasi pada penggunaan teknologi bersih (clean technology). Dalam hal ini, ia meminta sektor industri tidak hanya terpaku pada hasil, tapi juga proses.
"Ketika proses produk itu betul-betul menyesuaikan dengan standar green tadi, atau dengan prinsip sustainibility, atau ESG, maka kita juga harus mengarahkan ke sana. Tanpa itu tentu akan sulit kita untuk memasuki pasar dengan standar yang sudah demikian," tuturnya.