Jumlah atase ketenagakerjaan tidak memadai, banyak kasus TKI tidak tertangani
Merdeka.com - Kasus kekerasan dan ketidakadilan yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri masih saja terus terjadi. Dari mulai penganiayaan, upah di bawah standar hingga gaji yang tak kunjung dibayarkan.
Salah satu pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Oky Wiratama menilai, salah satu faktor yang melatarbelakangi maraknya kasus tersebut adalah kurangnya monitoring atau pengawasan dari pemerintah Indonesia di negara tujuan. Meski saat ini sudah ada atase ketenagakerjaan yang ditempatkan di negara tujuan, namun jumlahnya sangat tidak memadai.
"Saat ini atase ketenagakerjaan paling banyak 2 orang di negara tujuan," kata Oky saat ditemui di kantor LBH Jakarta, Minggu (25/2).
Oky menjelaskan, jumlah tersebut sangat jauh sekali dibanding jumlah migran yang berada di negara tujuan. "Ini perbandingannya sangat jomplang sekali dengan buruh migran yang banyak. Semakin banyak buruh migran harusnya disertai dengan banyaknya juga jumlah atase," ujarnya.
Kendati demikian, Oky mengaku tidak mengetahui persis berapa idealnya jumlah atase ketenagakerjaan dibandingkan dengan jumlah migran. "Itu (penentuan jumlah atase) membutuhkan riset yang lebih spesifik," ungkapnya.
Oky mencontohkan, 2 orang atase ketenagakerjaan tidak mungkin mampu menangani semua permasalahan yang terjadi pada migran. "Kalau 2 orang gak mungkin menangani 2.000 (kasus), sementara banyak sekali kasus-kasus buruh migran itu tidak bisa dibebankan kepada satu orang."
Sebagai informasi, data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) memperlihatkan terjadi peningkatan kasus yang dialami pekerja migran di Malaysia bila dibandingkan antara tahun 2016 dengan 2017.
Data lainnya menunjukkan meskipun kasus pekerja migran mengalami penurunan dari 2016 ke 2017, namun jumlah kasus yang dialami pekerja migran tetap tinggi. Terlebih data BNP2TKI menunjukkan terjadi peningkatan kasus pekerja migran yang tidak berdokumen (254 orang), kasus over charging (33 orang) dan kasus overstay (33 orang). Sedangkan data kasus yang masuk ke SBMI menunjukkan sepanjang tahun 2016-2017 terjadi peningkatan kasus pelanggaran kontraktual sebanyak 1501 kasus. Selain kasus kontraktual, tidak sedikit pekerja migran mengalami kasus penganiayaan, trafficking dan sakit. Selain data dari SBMI, data monitoring media yang dilakukan JBM juga menunjukkan selama tahun 2017 kasus terbanyak yang dialami pekerja migran adalah kasus pekerja migran tidak berdokumen (6.300 kasus), kasus perdagangan orang (1.083 orang) dan kasus pekerja migran yang meninggal dunia (217 orang).
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Koalisi menjadi faktor penentu dalam membentuk pemerintahan yang kuat dan berkelanjutan.
Baca SelengkapnyaKetidakcocokan keterampilan tenaga kerja dengan kebutuhan industri, berkontribusi terhadap masalah ini.
Baca SelengkapnyaPengangguran terjadi karena ketidakseimbangan antara jumlah lapangan kerja yang tersedia dan laju pertumbuhan penduduk.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Adapun soal hitungan kerugian keuangan negara dari kasus korupsi komoditas timah sejauh ini masih dalam perhitungan
Baca SelengkapnyaKunci sukses terletak pada sukses atau tidaknya membenahi kementerian dan kebijakan industrinya.
Baca SelengkapnyaAturan turunan ekspor pasir laut masih digodok karena melibatkan banyaknya tim kajian.
Baca SelengkapnyaPenetapan tersangka sesuai hasil gelar perkara dari Pomdam III/Siliwangi.
Baca SelengkapnyaDalam dunia perkeretaapian, persinyalan menjadi salah satu faktor penting dalam lalu lintas kereta api.
Baca SelengkapnyaPenetapan tersangka setelah kelompok kerja penindakan DJKI Kemenkum HAM bersama dengan Korwas dan pihak ahli hak cipta melakukan gelar perkara.
Baca Selengkapnya