Kekurangan paket kebijakan ekonomi ala Jokowi
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo secara resmi sudah melansir paket kebijakan penyelamatan ekonomi tahap I atau dikenal Paket September I. Umumnya berisi deregulasi alias pemangkasan aturan yang selama ini menghambat kinerja sektor industri dan investasi.
Dengan kebijakan ini pemerintah berharap bisa menggairahkan laju pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Ada sekitar 154 peraturan yang dikaji pemerintah dan sudah diselesaikan 134 aturan.
Menko Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, penyederhanaan aturan-aturan itu berkaitan erat dengan perluasan dan pembukaan peluang investasi. Ada pula yang sifatnya pengembangan sektor industri, perdagangan, logistik, pengadaan bahan baku terutama untuk perikanan, hasil hutan, dan barang tambang.
-
Apa target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah menyepakati target sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 mendatang berada pada rentang 5,3 persen sampai 5,6 persen.
-
Bagaimana IKN mendorong pertumbuhan ekonomi? UU Nomor 21 Tahun 2023 mengamanatkan pertumbuhan ekonomi inklusif dan merata, mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia-sentris dan pembangunan IKN melalui penguatan peran Otorita IKN, didukung lintas sektor.
-
Bagaimana pertumbuhan ekonomi bisa dicapai? Pengembangan kuantitas produksi berikut umumnya disebabkan oleh semakin majunya teknologi, adanya inovasi bisnis yang efisien serta eskalasi minat konsumen pada tren tertentu.
-
Kenapa kemenko perekonomian perlu tingkatkan pertumbuhan ekonomi? Pertumbuhan (ekonomi) pertahun 5% tidaklah cukup. Jadi kita butuh tumbuh 6% sampai 7%. Namun salah satu yang menjadi catatan yaitu ICOR (Incremental Capital Output Ratio) kita di tahun ini terlalu tinggi yaitu 7,6. Ini artinya bahwa investasi yang kita masukkan belum terlalu optimal,“ tutur Menko Airlangga.
-
Bagaimana cara pemerintah menekan inflasi? Lantaran yang paling penting adalah pertumbuhan inflasi intinya.Menurutnya, jika inflasi meningkat maka langkah yang dilakukan pemerintah adalah menekan inflasi dengan mengendalikan harga pangan (volatile food). Sebab, harga pangan menyumbang cukup besar terhadap inflasi.
Sejumlah pihak baik pengamat ekonomi, pelaku pasar, pengusaha, hingga politisi angkat bicara soal paket kebijakan penyelamatan ekonomi. Umumnya mereka menagih implementasi dari kebijakan itu.
Darmin menanggapi santai. "Memang banyak komentar yang menyatakan, yang penting implementasinya. Itu sebenarnya komentar standar setiap kebijakan dikeluarkan. Tapi kita pertimbangkannya dengan sungguh-sungguh," ungkap Darmin.
Kalangan dunia usaha menilai kekurangan dari paket kebijakan September I. Merdeka.com mencatatnya. Berikut paparannya.
Tak ada penurunan harga BBM dan listrik
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) meminta pemerintah menyelamatkan dunia usaha dalam negeri dari kebangkrutan. Setidaknya dengan memberikan stimulus tepat bagi sektor industri. Deregulasi dalam paket kebijakan ekonomi September I belum cukup.
Wakil Ketua Umum Kadin Suryani SF Motik menuturkan, pengusaha dalam negeri banyak terbebani biaya produksi yang tinggi, tarif listrik dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Karena itu pengusaha berharap pemerintah menurunkan tarif listrik dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Pengusaha meyakini, dengan penurunan tarif listrik dan harga BBM akan menolong industri sekaligus mendorong daya beli masyarakat. Sehingga menciptakan mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
"Mudah-mudahan paket kebijakan yang kedua nanti berisi penurunan tarif listrik dan harga BBM," jelas dia.
Yang dibutuhkan jangka pendek
Kadin menunggu khasiat paket kebijakan yang banyak berisi deregulasi ini. Apalagi dijanjikan memberikan kemudahan yang diperlukan bagi dunia usaha dalam merespons situasi sulit yang dihadapi saat ini.
Sesungguhnya, yang dibutuhkan saat ini adalah perumusan kebijakan jangka pendek sebagai obat penyelamat ekonomi nasional. Paket kebijakan ala Jokowi ini dianggap jangka menengah.
"Langkah selanjutnya Pemerintah diharapkan segera bergerak cepat mengimplementasikan paket kebijakan tersebut dengan mengajak dunia usaha untuk merespon secara tepat dan cepat situasi ekonomi saat ini melalui perumusan kebijakan jangka pendek yang diperlukan dunia usaha," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perbankan dan Finansial, Rosan P. Roeslani.
Belum sentuh tiga sektor industri
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perbankan dan Finansial mengapresiasi Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I yang belum lama dirilis pemerintah. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perbankan dan Finansial, Rosan P. Roeslani menuturkan, ada tiga sektor Industri yang belum mendapatkan penekanan di paket kebijakan ini, yakni industri berbasis agribisnis, industri berbasis komoditas, dan industri berbasis maritim.
"Tanpa membangkitkan kembali industri, khususnya di sektor agrikultur dan maritim, maka petani, peternak dan nelayan tidak akan berdaya dan tidak pernah sejahtera. Karena nasib mereka dikendalikan pedagang besar dan tengkulak. Padahal mereka yang berproduksi. Kalau ini dibiarkan, maka struktur ekonomi kita tidak produktif, melainkan eksploitatif," jelas dia.
Rawan dimainkan mafia
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendukung upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memasukkan agenda percepatan ekonomi nelayan ke dalam paket ekonomi tahap I. Dalam paket kebijakan tahap I terdapat 5 instrumen di mana terdapat poin soal program konversi Bahan Bakar Minyak ke Bahan Bakar Gas (BBG) untuk nelayan. Namun, ada kelemahan dalam paket tersebut terkait akurasi data nelayan.
Dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), konversi BBM ke BBG untuk nelayan akan diberikan converter kit atau alat konversi sebanyak 600.000 kapal hingga 2019. Namun, jumlah tersebut terlalu banyak apabila konversi diberikan kepada kapal yang berukuran di bawah 5 gross ton (GT). Lantaran, jumlah kapal tersebut saat ini hanya 154 unit.
"Artinya apa, penetapan angka 600.000 kapal yang akan dikonversi tersebut terlalu berlebih dan mengkhawatirkan," ujar Ketua Umum KNTI Riza Damanik di Kantornya, Jakarta, Jumat (11/9).
Selain itu, apabila konversi diperuntukan bagi seluruh kapal bermotor besar maupun kecil, maka jumlah kapal hanya sekitar 230.000 unit. Riza khawatir ada permainan mafia dalam penetapan jumlah alat konversi tersebut.
"Saya khawatir di mana angka target Kementerian ESDM melampaui angka riilnya. Hal ini justru memunculkan mafia, nanti ada yang namanya Mafia Konverter Gas lagi. Baru juga dimulai, sudah ada ekspektasi publik," kata dia.
Baca juga:
Meskipun populer, batu akik ternyata berbahaya untuk kesehatan!
[Video] 'Kecelakaan' konyol saat balita coba-coba 'nyetir mobil'
Ini video detik-detik crane maut jatuh di Masjidil Haram
Belasan orang demo minta gaji TNI-Polri naik Rp 50 juta perbulan
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Minimnya realisasi belanja ini berdampak pada peredaran uang di kabupaten/kota dan menunjukkan daya beli masyarakat yang rendah.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi meminta agar perbankan mempermudah pemberian kredit kepada UMKM.
Baca SelengkapnyaWapres ke-10 dan 12, Jusuf Kalla atau JK memperkirakan, siapa pun yang menggantikan Jokowi akan menghadapi tantangan berat.
Baca SelengkapnyaPenanganan angka kemiskian di era Jokowi diklaim lebih baik dibandingkan negara lain.
Baca SelengkapnyaPara pelaku usaha mengeluh ke Jokowi soal makin keringnya perputaran uang.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi terus memantau realisasi belanja pemerintah pusat maupun daerah.
Baca SelengkapnyaPer Agustus 2024, posisi utang Indonesia berada di angka Rp8.461,93 triliun, setara dengan 38,49 persen dari PDB.
Baca SelengkapnyaJokowi mengakui pertumbuhan ekonomi sangat bergantung terhadap investasi.
Baca SelengkapnyaRealisasi APBD masih sangat kecil baru sekitar 31 persen untuk kabupaten/kota dan 41 persen untuk provinsi.
Baca SelengkapnyaJokowi menyinggung serapan anggaran pembelian produk dalam negeri untuk pemerintah kabupaten dan kota masih kecil
Baca SelengkapnyaSetelah merebut hulu, Jokowi merangsek ke hilir. Dan ini bukan hanya tentang kedaulatan, ini tentang cara berdagang ribuan lowongan bagi kita
Baca SelengkapnyaNamun, Jokowi tetap berani mengambil keputusan memotong subsidi BBM
Baca Selengkapnya