Menkop Teten Dorong Hilirisasi Produk Kratom, Bisa Dijual Rp90 Juta per Kilogram
Menurutnya ini penting dalam mengolah kratom dari bentuk bahan mentah menjadi produk yang lebih bernilai tambah, seperti ekstraknya.
Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) berencana akan mengembangkan hilirisasi produk kratom melalui koperasi di Kalimantan.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengatakan, produk kratom yang baru-baru ini ditetapkan sebagai herbal oleh pemerintah, memiliki potensi besar untuk diproduksi, tidak hanya untuk industri makanan dan minuman, tetapi juga untuk farmasi dan kesehatan.
Menurutnya ini penting dalam mengolah kratom dari bentuk bahan mentah menjadi produk yang lebih bernilai tambah, seperti ekstraknya.
"Sayang sekali kalau dijual hanya dalam bentuk bahan mentah. Kemarin saya lihat mereka nyebutnya itu sampai ke green powder," kata Teten kepada media, Jakarta, Selasa (17/9).
Padahal, Teten menyebut jika bisa mengolahnya menjadi ekstrak yang memiliki nilai jual tinggi, sekitar USD6.000 per kilogram atau sekitar Rp90 juta per kilogram.
Teten melanjutkan, teknologi untuk ekstraksi kratom relatif sederhana dan telah digunakan oleh negara lain seperti India dan Amerika Serikat. Saat ini, produk kratom dari Kalimantan diekspor dalam bentuk bahan mentah ke Amerika, padahal bisa diolah lebih lanjut untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi.
Pihaknya pun berencana untuk bekerja sama dengan koperasi seperti Koprabuh, yang telah memproduksi kratom untuk ekspor, untuk membangun fasilitas produksi bersama atau secara mandiri.
Produk Minuman dan Farmasi
Teten juga menjelaskan hilirisasi kratom tidak hanya terbatas pada ekstrak, tetapi juga dapat meliputi produk-produk lain seperti minuman energi dan produk farmasi.
"Kita ingin mengolah sumber daya alam kita, hasil perkebunan, hasil pertanian, atau komoditas laut itu kita hilirisasi supaya menjadi bahan setengah jadi untuk supply ke industri. Bahkan dari ekstrak itu nanti bisa dibikin misalnya industri minuman, energy drink dari krarom. Ekstraknya, bisa untuk farmasi, bisa untuk F&B," terang Teten.
Mengenai keamanan produk kratom, Teten menegaskan meskipun kratom pernah dilarang di Amerika Serikat, larangan tersebut tidak terkait dengan masalah narkoba, melainkan terkait dengan bakteri E. coli. Sehingga pihaknya memastikan kratom aman untuk digunakan.
"Aman. Memang pernah dilarang ke Amerika, tapi itu bukan alasan drug. Tapi ada bakteri E. coli," imbuhnya.
Lebih lanjut, untuk mendukung inisiatif ini, pihaknya juga mengajak koperasi untuk berpartisipasi dalam membangun fasilitas produksi. Teten memperkirakan biaya pembangunan pabrik ekstraksi kratom bisa mencapai Rp10 miliar, dan koperasi diharapkan dapat mengambil peran dalam pengembangan industri ini.
"Ya, bisa. Bisa. Murah kok, paling antara Rp10 miliaran satu pabrik," pungkas Teten.