Nilai Tukar Rupiah Anjlok, Krisis 1998 Bakal Terulang?
Jika situasi ini tidak segera diatasi, dampak negatifnya bisa semakin meluas dan mempengaruhi sektor-sektor lainnya.

Nilai tukar atau kurs Rupiah mengalami penurunan dalam beberapa waktu terakhir. Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky menyatakan bahwa kondisi ini disebabkan oleh faktor-faktor eksternal dan internal yang saling berinteraksi, sehingga memberikan tekanan pada mata uang rupiah.
"Jadi, yang menyebabkan nilai tukar rupiah melemah ini ada dua ya. Tentu dari internal dan eksternal. Domestic dan dari eksternal," kata Teuku Riefky kepada Liputan6.com, Kamis (27/3).
Salah satu penyebab utama dari sisi eksternal adalah meningkatnya ketegangan dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan beberapa negara mitra dagangnya. Kebijakan tarif yang diterapkan oleh AS telah menciptakan sentimen negatif di kalangan investor global.
Akibatnya, banyak investor yang memilih menarik dananya dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dan beralih ke aset yang dianggap lebih aman.
"Dari eksternal memang adanya ancaman perang dagang, trade war dari US. Ini dan penerapan berbagai macam tarif tentu menimbulkan sentimen negatif oleh investor. Sehingga investor keluar dari pasar-pasar negara berkembang termasuk Indonesia. Nah, ini menciptakan pelemahan rupiah," ujarnya.
Faktor Domestik Stabilitas Politik dan Kepastian Hukum
Di samping faktor global, keadaan di dalam negeri juga turut mempengaruhi penurunan nilai rupiah. Ketidakpastian politik dan kurangnya kepastian hukum menjadi perhatian utama bagi investor saat mempertimbangkan kelangsungan investasi mereka di Indonesia.
"Ini kita lihat belakangan banyak berita-berita negatif. Mulai apa, munculnya banyak demonstrasi dan aksi masyarakat. Ini membuat investor merasa kurang secure," ujarnya.
"Nah ini juga membuat terjadinya capital outflow. Sehingga terjadi pelemahan rupiah. Apakah dipengaruhi faktor global atau domestik? Dua-duanya sebetulnya cukup signifikan," tambahnya.
Dampak Signifikan Pelemahan Kurs Rupiah

Pelemahan nilai tukar rupiah yang terus-menerus dapat memberikan dampak signifikan terhadap tingkat inflasi, khususnya inflasi yang berasal dari barang impor. Apabila rupiah terus melemah, harga barang-barang impor akan mengalami kenaikan, yang pada gilirannya dapat menurunkan daya beli masyarakat.
"Ini tentu sangat tergantung ya seberapa lama pelemahan ini terjadi. Tapi kalau terus berlanjut tentu imported goods akan meningkat. Sehingga akan terjadi imported inflation. Nah, ini potensinya kita belum tahu sebesar apa. Tergantung seberapa lama depresiasi ini akan terjadi," ujarnya.
Dengan kata lain, kondisi ekonomi yang tidak stabil akibat melemahnya rupiah dapat memicu inflasi yang lebih tinggi. Ketika harga barang impor naik, masyarakat akan merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, penting untuk memantau perkembangan nilai tukar dan dampaknya terhadap perekonomian secara keseluruhan.
Jika situasi ini tidak segera diatasi, dampak negatifnya bisa semakin meluas dan mempengaruhi sektor-sektor lainnya. Dalam konteks ini, pengawasan dan kebijakan yang tepat menjadi sangat krusial untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Peran Penting Bank Indonesia

Bank Indonesia (BI) berperan penting dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, salah satunya melalui intervensi yang dilakukan dengan menggunakan cadangan devisa. Namun, intervensi ini memiliki batasan efektivitas.
"BI sebetulnya bisa mengintervensi dalam bentuk cadangan divisa. Tapi inipun juga efektifitasnya akan cukup terbatas. Karena BI juga tidak bisa mengintervensi sebesar itu. Walaupun cadangan divisanya cukup besar," ujar seorang ahli.
Di sisi lain, pemerintah harus berupaya mengembalikan kepercayaan investor, karena intervensi yang terus-menerus oleh Bank Indonesia tidak dapat dijadikan solusi jangka panjang.
Lebih lanjut, meskipun pelemahan rupiah menjadi perhatian utama, Teuku Riefky menegaskan bahwa situasi saat ini tidak dapat disamakan dengan krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998.
"Sebetulnya sih kalau krisis 98 ini lebih dari krisis politik gitu. Sedangkan kalau nilai tukar ini lebih banyak atau paling tidak sama banyaknya dipengaruhi oleh faktor global dan domestiknya," pungkasnya.
Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar saat ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan yang terjadi pada masa lalu.