Ternyata Ini Dampak Konflik Iran-Israel buat Indonesia
Konflik Iran-Israel merugikan Indonesia khususnya komoditas yang diimpor.
Konflik Iran-Israel merugikan Indonesia khususnya komoditas yang diimpor.
Ternyata Ini Dampak Konflik Iran-Israel buat Indonesia
Konflik geopolitik yang terjadi antara Iran dan Israel semakin memanas.
Kejadian ini menambah rumit kondisi global ketika konflik Rusia-Ukraina juga belum mendapatkan jalan tengah perdamaian.
Analis Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menyatakan kondisi konflik geopolitik dan ketidakstabilan ekonomi global, serta terganggunya rantai pasok ekonomi, yang akan mengakibatkan kenaikan harga atas komoditas impor, termasuk bahan baku, minyak, maupun ongkos logistik.
"Hal ini akan memicu kenaikan HPP (Harga Pokok Penjualan) sehingga akan mengeskalasi inflasi,"
kata Ajib dalam keterangan tertulisnya kepada merdeka.com, Jumat (19/4).
Diketahui, sepanjang tahun 2023, inflasi di Indonesia masih dalam rentang kendali sesuai dengan kerangka ekonomi makro yang disusun, dan secara agregat di akhir tahun 2023 hanya di kisaran 2,6 persen.
Inflasi sepanjang tahun 2024 diproyeksikan 2,5 persen plus minus 1 persen, artinya inflasi masih bisa ditoleransi sampai dengan 3,5 persen.
Kondisi kenaikan harga komoditas impor akan memberikan sentimen negatif dalam inflasi.
Dampak lainnya adalah kebijakan ekonomi Amerika imbas kondisi geopolitik yang ada, yaitu cenderung akan menahan tingkat suku bunga The Fed.
Menurut Ajib, kebijakan moneter Bank Sentral Amerika ini menjadi patron dominan Bank Indonesia (BI) dalam membuat kebijakan moneter nasional. Ketika tingkat suku bunga The Fed tinggi, akan terjadi potensi crowding out atau capital outflow sehingga semakin memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
"Di sisi lain, tingkat suku bunga tinggi, akan mengurangi likuiditas keuangan di kegiatan perekonomian. Kondisi yang dilematis dari sisi moneter,"
jelas Ajib.
Ia pun berharap kepada pemerintah untuk fokus dalam tiga hal utama untuk penguatan ekonomi dalam negeri, yaitu hilirisasi, orientasi ekspor dan substitusi impor, serta peningkatan kualitas investasi yang bisa lebih menyerap tenaga kerja.
"Dengan beberapa indikator yang ada, ekonomi nasional masih cenderung bagus dan bertahan positif dalam ketidakpastian global, sepanjang pemerintah konsisten mendorong program-program yang pro dengan pertumbuhan ekonomi dalam negeri,"
tutup Ajib.