Turis Asing Membludak di Jepang, Warga Jengkel dan Restoran Kasih Harga Mahal
"Kami tidak bisa berbahasa Inggris, tetapi kami tidak bisa mengatakan hal yang salah."
Overtourism tengah melanda Jepang. Kondisi ini dipicu kelonggaran aktivitas pasca pandemi Covid-19 dan pelemahan nilai tukar yen terhadap dolar Amerika.
Membludaknya turis asing di Jepang membuat warga lokal jengkel. Bahkan, sejumlah restoran menerapkan kebijakan wajib berbahasa Jepang.
Turis yang tidak bisa berbahasa Jepang akan dikenakan biaya lebih dibandingkan turis yang bisa berbahasa Jepang.
-
Siapa yang berlibur di Jepang? Inilah momen Dian Pelangi yang berfoto mengenakan kimono saat berlibur di Jepang bersama Sandy Nasution dan putri tercintanya, Maika Rumaisha Al-Aqsa Nasution, yang akrab disapa Rumi.
-
Siapa yang berlibur ke Jepang? Luna Maya dan Maxime Bouttier berlibur bersama ke Jepang.
-
Apa yang ditawarkan Jepang untuk para wisatawan? Ini karena Jepang menawarkan banyak sekali atraksi wisata di negaranya. Buat yang suka pop culture dan wisata belanja, bisa datang ke Akihabara, Harajuku, Shinjuku, Ginza, atau Odaiba. Sementara buat yang ingin kulineran, bisa datang ke Shinsaibashi dan Dotonbori di Osaka, Nishiki Market di Kyoto atau Asakusa Market di Tokyo.
-
Kenapa kuliner Jepang banyak diburu? Dengan sajian dan rasanya yang unik, menjadikan kuliner khas Jepang banyak diburu wisatawan.
-
Apa itu Pungutan Wisatawan Asing di Bali? Pungutan Wisatawan Asing (PWA) atau Tourism Levy telah mulai diberlakukan di Bali sejak bulan Februari 2024. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali memegang peranan penting sebagai bank penampung dana dari pungutan tersebut.
-
Kenapa orang tertarik ke Jepang? Siapa yang tak tergoda saat ditawari liburan ke luar negeri? Apalagi jika tujuannya adalah Jepang, rasanya susah buat ditolak, bukan?
"Orang-orang mengatakan ini tindakan diskriminasi, tapi kami juga kesulitan melayani turis asing yang tidak bisa berbahasa Jepang. Ini di luar kemampuan kami," ujar Shogo Yonemitsu, pemilik salah satu restoran di Shibuya, Jepang.
Yonemitsu menjamin tidak memberikan biaya tambahan kepada turis asing yang bisa berbahasa Jepang. Sementara bagi turis lokal, akan diberikan potongan harga sebessar JPY1.000 atau setara Rp106.000.
"Kami melakukan ini dengan pertimbangan biaya,"
ucap Yonemitsu.
Sebagaimana diketahui, Jepang kembali membuka akses bagi wisatawan asing setelah melakukan pembatasan mobilitas, akibat pandemi Covid-19, tahun 2022.
Tahun ini, Jepang dihantam dengan pelemahan nilai tukar Yen terhadap dolar Amerika ke level terendah sepanjang beberapa dekade. Ini yang kemudian memicu membludaknya turis asing ke Jepang.
Berdasarkan data pemerintah, jumlah turis asing berkunjung ke Jepang mencapai 17,78 juta pada pertengahan tahun 2024. Jumlah ini merupakan rekor tertinggi di tahun 2019 sebanyak 31,88 juta turis asing.
Awal tahun ini, sebuah kota resor di kaki Gunung Fuji memasang jaring raksasa untuk menghalangi pemandangan puncak gunung yang ikonik itu setelah para wisatawan berbondong-bondong mendatangi tempat untuk berfoto, yang menimbulkan masalah sampah dan kemacetan parah.
Sementara itu, otoritas pariwisata di Hokkaido, prefektur paling utara negara itu yang terkenal dengan pemandangan indah dan resor skinya, bulan ini mendesak para pengusaha untuk menetapkan harga yang lebih rendah bagi penduduk setempat.
Dan seorang wali kota di Jepang bagian barat mengatakan bahwa ia mempertimbangkan untuk mengenakan biaya kepada wisatawan asing lebih dari enam kali lipat biaya masuk lokal ke Istana Himeji yang terdaftar sebagai Warisan Dunia Unesco.
Elisa Chan, Direktur Asosiasi Pusat Penelitian Perhotelan Universitas China Hong Kong, mengatakan bahwa penetapan harga yang berbeda dapat menjadi cara yang efektif untuk memerangi pariwisata yang berlebihan.
“Pemilik mungkin ingin memastikan bahwa lonjakan permintaan wisatawan yang tiba-tiba tidak mengusir semua pelanggan lokal yang setia dan sering datang. Menagih biaya lebih mahal kepada wisatawan dapat dilihat sebagai solusi untuk hal ini,” katanya.
Yonemitsu, pemilik restoran, mengatakan bahwa masuknya wisatawan bukan hanya masalah menambah meja.
Dia mengatakan restoran makanan lautnya harus mempekerjakan staf tambahan yang bisa berbahasa Inggris untuk menerima pesanan, menangani pemesanan, dan menjelaskan kepada wisatawan mulai dari cara membedakan sashimi dan makanan panggang hingga tempat menaruh barang bawaan. Jika tidak melakukannya, akan terjadi kekacauan.
“Beberapa orang berkata, ‘Kami tidak melakukan ini di negara kami.’ Namun, pikirkan betapa buruknya kemampuan bahasa Inggris orang Jepang. Kami belum berada pada level yang memungkinkan kami menyebut diri sebagai pusat pariwisata. Kami tidak bisa berbahasa Inggris, tetapi kami tidak bisa mengatakan hal yang salah. Itu benar-benar membuat stres,” katanya.