Utang Menumpuk dan Perusahaan Banyak Masalah, Boeing Bakal Pecat 17.000 Karyawan
Keputusan tersebut diambil seiring dengan meningkatnya kerugian perusahaan dan pemogokan yang telah mengganggu operasional pabrik pesawat selama lima minggu.
Boeing berencana untuk mengurangi jumlah karyawannya sebesar 10 persen, yang setara dengan sekitar 17.000 orang.
Keputusan tersebut diambil seiring dengan meningkatnya kerugian perusahaan dan pemogokan yang telah mengganggu operasional pabrik pesawatnya selama lima minggu.
Selain itu, Boeing juga akan menunda peluncuran pesawat berbadan lebar terbarunya yang sudah lama tertunda, seperti yang dilaporkan oleh CNBC pada Sabtu (12/10).
Pengiriman pesawat berbadan lebar 777X yang belum mendapatkan sertifikasi juga akan ditunda hingga 2026, sehingga mengalami keterlambatan sekitar enam tahun dari rencana awal.
Pada bulan Agustus, Boeing menghentikan uji terbang pesawat tersebut setelah ditemukan kerusakan struktural. CEO Boeing, Kelly Ortberg, mengungkapkan bahwa perusahaan akan menghentikan produksi pesawat kargo komersial 767 pada tahun 2027 setelah menyelesaikan pesanan yang ada.
"Kami berada dalam posisi yang sulit dan harus menghadapi tantangan ini bersama-sama," kata Ortberg.
Dia menambahkan bahwa mereka perlu membuat keputusan sulit untuk memulihkan kondisi perusahaan. Saat ini, Boeing memiliki 171.000 karyawan di seluruh dunia, dengan 147.000 di antaranya berada di Amerika Serikat.
"Kami perlu melakukan perubahan struktural agar tetap kompetitif dan dapat memberikan layanan yang baik kepada pelanggan kami dalam jangka panjang," ujarnya.
Boeing telah menghadapi masalah serius selama lebih dari lima tahun, dimulai dengan dua kecelakaan fatal pesawat 737 MAX pada tahun 2018 dan 2019 yang mengakibatkan penghentian operasional jet tersebut selama 20 bulan di seluruh dunia.
Perusahaan juga mengalami kerugian besar pada tahun 2020 akibat pandemi Covid-19 yang hampir menghentikan perjalanan udara dan memaksa maskapai untuk membatalkan pesanan pesawat baru.
Selain itu, muncul masalah baru ketika pintu pesawat 737 MAX yang dioperasikan oleh Alaska Airlines terlepas beberapa menit setelah lepas landas pada 5 Januari, meninggalkan lubang di sisi pesawat.
Meskipun pesawat tersebut berhasil mendarat tanpa cedera serius pada penumpang dan awak, insiden ini memicu penyelidikan federal baru terkait keselamatan dan kualitas pesawat Boeing.
Temuan awal dari penyelidikan oleh Dewan Keselamatan Transportasi Nasional menunjukkan bahwa pesawat tersebut meninggalkan pabrik Boeing dua bulan sebelumnya tanpa empat baut yang diperlukan untuk menjaga pintu tetap terpasang.
Punya Utang Sangat Banyak
Menurut laporan dari Channel News Asia, Boeing memiliki utang sekitar USD 60 miliar atau setara dengan Rp933,92 triliun (berdasarkan kurs USD terhadap rupiah sekitar 15.565) dan mencatatkan arus kas operasional lebih dari USD 7 miliar pada paruh pertama tahun 2024.
Para analis memperkirakan Boeing perlu mengumpulkan dana antara USD 10 miliar hingga USD 15 miliar untuk menjaga peringkatnya, yang saat ini berada satu tingkat di atas peringkat junk.
Michael Ashley Schulman, Partner di Running Point Capital Advisors, menyatakan bahwa keterlambatan pengiriman pesawat 777X dan pengurangan tenaga kerja bukanlah hal yang mengejutkan.
"Peringkat kredit dan nilai saham telah terancam selama hampir satu dekade akibat manajemen yang buruk dan sikap keras kepala yang terlihat dalam pemogokan," ujarnya.
Pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengurangan biaya merupakan langkah paling signifikan yang diambil oleh Ortberg, yang baru menjabat selama dua bulan di posisi puncak, untuk mengembalikan Boeing ke jalur stabilitas setelah menghadapi krisis keselamatan dan masalah manufaktur, termasuk isu pada pintu pesawat.
Selain itu, mogok kerja para masinis juga menjadi tantangan tambahan bagi Ortberg. Lembaga pemeringkat kredit telah mengingatkan bahwa perusahaan ini berisiko kehilangan peringkat investasinya, sementara Boeing telah menghabiskan banyak uang dengan harapan tahun ini akan menjadi tahun pemulihan.
Potensi Kerugian Boeing
S&P Global Ratings menyatakan awal pekan ini bahwa Boeing mengalami kerugian lebih dari USD 1 miliar setiap bulan akibat pemogokan yang dilakukan oleh lebih dari 30.000 masinis.
Pemogokan ini dimulai pada 13 September setelah masinis menolak kesepakatan sementara yang telah dicapai antara perusahaan dan serikat pekerja. Ketegangan semakin meningkat antara produsen dan Asosiasi Pekerja Masinis dan Dirgantara Internasional, sehingga Boeing menarik tawaran kontrak baru awal pekan ini.
Pada hari Kamis, Boeing mengajukan tuntutan praktik ketenagakerjaan yang tidak adil kepada Dewan Hubungan Perburuhan Nasional, menuduh Asosiasi Pekerja Masinis dan Dirgantara Internasional bernegosiasi tanpa itikad baik dan salah memahami proposal dari perusahaan pembuat pesawat tersebut.
Serikat pekerja mengkritik Boeing karena menawarkan kesepakatan yang dinilai tidak dinegosiasikan dengan baik dan menyatakan bahwa pekerja tidak akan memberikan suara untuk kesepakatan tersebut.
Pemutusan hubungan kerja, yang menurut Ortberg akan terjadi "dalam beberapa bulan ke depan," akan terjadi di saat Boeing dan ratusan pemasoknya berupaya keras untuk menambah jumlah staf setelah dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan penurunan permintaan.