Arab Saudi Larang Jemaah Bawa-Bawa Slogan Politik Selama Haji, Diduga Termasuk Tak Boleh Tunjukkan Solidaritas untuk Gaza
Spekulasi mencuat terkait kemungkinan perjanjian normalisasi antara Riyadh dan Tel Aviv.
Spekulasi mencuat terkait kemungkinan perjanjian normalisasi antara Riyadh dan Tel Aviv.
- Arab Saudi dan Israel Diam-Diam Makin Dekat Menuju Normalisasi Hubungan
- Profil Arab Saudi, Negara Kaya Minyak Bersekongkol dengan Israel
- Saudi Tegaskan Mustahil Ada Normalisasi dengan Israel Tanpa Kemerdekaan Palestina dan Agresi di Gaza Dihentikan
- Arab Saudi Masih Tetap Ingin Normalisasi dengan Israel Setelah Perang di Gaza Usai
Arab Saudi Larang Jemaah Bawa-Bawa Slogan Politik Selama Haji, Diduga Termasuk Tak Boleh Tunjukkan Solidaritas untuk Gaza
Pemerintah Arab Saudi menyatakan penyelenggaraan ibadah haji adalah kegiataan keagamaan yang sangat ketat yang bertujuan hanya untuk beribadah, bukan tempat untuk mengungkapkan ekspresi politik.
"Haji adalah untuk beribadah, bukan untuk slogan politik apa pun," kata Menteri Haji Arab Saudi, Tawfiq Al-Rabia menurut sejumlah laporan, dikutip dari laman The New Arab, Minggu (9/6).
Al-Rabia menambahkan, pemerintah Saudi berkomitmen untuk memastikan ibadah haji untuk "mewujudkan tingkat penghambaan, ketenangan, dan spiritualitas tertinggi.”
Pernyataan itu disampaikan saat menjawab pertanyaan seorang jurnalis yang bertanya tentang aturan dan tindakan hukuman terkait dengan tampilan "slogan politik dan sektarian".
Walaupun menjadi hal biasa pemerintah memastikan tidak boleh ada simbol politik yang dibawa selama haji,
pernyataan tersebut memicu pertanyaan apakah itu merujuk pada solidaritas terhadap Gaza di tengah agresi brutal Israel.
Bulan lalu, pemerintah Saudi dilaporkan menangkap semakin intensif menangkap warganya yang mengkritik Israel di media sosial, menurut laporan Bloomberg mengutip sejumlah pejabat dan aktivis.
Kendati negara kerajaan ini tidak mengakui Israel secara resmi, spekulasi mencuat terkait kemungkinan perjanjian normalisasi antara Riyadh dan Tel Aviv.
Pada Februari lalu, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan normalisasi dengan Israel tidak akan terjadi tanpa gencatan senjata di Gaza dan pembentukan negara Palestina.
Sejak agresi brutalnya di Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, Israel telah membunuh lebih dari 36.700 rakyat sipil Palestina dan melukai sedikitnya 83.000 lainnya.