Baru Punah 600 Tahun Lalu, Jejak Kaki Burung Purba Ini Ditemukan Berusia 3,6 Juta Tahun
Baru Punah 600 Tahun Lalu, Jejak Kaki Burung Purba Ini Ditemukan Berusia 3,6 Juta Tahun
Hewan purba itu berasal dari Selandia Baru.
-
Apa yang ditemukan di hutan purba tersebut? Ratusan fosil batang pohon dan bagian lain dari pohon ditemukan di hutan purba ini.
-
Burung prasejarah apa yang kembali hidup di Selandia Baru? Sebanyak delapan belas burung Takahe berhasil dilepaskan ke alam liar di cagar alam Danau Wakatipu, Selandia Baru belum lama ini.
-
Dimana hutan purba yang telah membatu ini ditemukan? Arkeolog di Yunani menemukan hutan purba baru yang telah membatu di daerah Kerasia, utara Evia.
-
Di mana kebun stroberi di Purbalingga berada? Salah satu kebun stroberi itu berada di Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Purbalingga.
-
Berapa umur hutan purba ini? Arkeolog Temukan Hutan Purba Berusia 23 Juta Tahun, Dipenuhi Pohon yang Sudah Membatu
-
Siapa yang melakukan penggalian di hutan purba ini? Penggalian di Pulau Evia dilakukan Museum Sejarah Alam Fosil Hutan Lesvos.
Baru Punah 600 Tahun Lalu, Jejak Kaki Burung Purba Ini Ditemukan Berusia 3,6 Juta Tahun
Ahli paleontologi menemukan sebuah jalur jejak kaki yang terdiri dari tujuh jejak kaki moa dan satu jejak kaki terpisah di tepi sungai Maniototo Conglomerate Formation di Kyeburn River, South Island, Selandia Baru.
Dalam penelitian mereka, ahli paleontologi Museum Tūhura Otago, Kane Fleury, dan rekannya menemukan jalur tujuh jejak kaki Kyeburn ditinggalkan oleh anggota keluarga moa Emeidae, yang kemungkinan besar dari genus Pachyornis.
Jejak kaki tersebut tercetak sedalam 4,6 cm, lebar 27,2-30 cm, dan panjang 26-29,4 cm. Spesies moa yang mencetak jalur jejak ini memiliki massa rata-rata 84,61 kg dan bergerak dengan kecepatan 2,61 km/jam.
- Peneliti Temukan Jejak Kaki Berusia 120 Juta Tahun Pada Lapisan Batuan Laut
- Kota Berusia 5.000 Tahun Ditemukan di Tengah Gurun, Dihuni Orang-Orang Kerdil
- Patung Satu Keluarga Berusia 8.500 Tahun Ditemukan, Ungkap Kehidupan Masa Lalu di Turki
- Kerangka Utuh Berusia 2.700 Tahun Ini Masih Pakai Perhiasan Mewah, Penyebab Kematiannya Terungkap
Yang mengejutkan para peneliti, model fotogrametri 3D dari situs fosil tersebut kemudian mengungkap keberadaan moa kedua. Individu ini meninggalkan jejak kaki terpisah dengan lebar sekitar 44,8 cm dan panjang 28,5 cm.
Burung itu berasal dari famili Dinornithidae, kemungkinan besar dari genus Dinornis dengan massa perkiraan 158 kg.
Jejak kaki ini adalah catatan fosil moa paling awal kedua, mengingat ukuran satu-satunya jejak kaki Dinornithidae, moa telah mencapai ukuran raksasanya yang legendaris pada Pliosen.
"Sebagian besar sisa-sisa atau jejak moa sangat baru dalam hal geologi, berusia kurang dari 10.000 tahun," ujar Dr. Fleury.
"Namun, jejak kaki Kyeburn ini terkubur sejak 3,6 juta tahun yang lalu, sehingga mereka menawarkan gambaran langka ke dalam periode evolusi moa yang tidak begitu dipahami. Ini membuatnya lebih signifikan."
Moa adalah ordo burung raksasa yang tidak bisa terbang (Dinornithiformes), terdiri dari sembilan spesies yang hidup selama zaman Kuarter Akhir. Moa sudah dinyatakan punah sejak 600 tahun yang lalu.
Spesies ini memiliki rentang ukuran mulai dari kalkun besar (seperti Euryapteryx curtus) hingga moa raksasa betina setinggi 3 m (Dinornis spp.).
Beberapa spesies menunjukkan tingkat dimorfisme seksual dalam jumlah yang tinggi dengan ukuran betina jauh lebih besar dibanding jantan.
Moa tampaknya beradaptasi dengan berbagai habitat dan pola makan. Mereka menghuni lingkungan seperti kawasan subalpine, hutan, dan padang rumput semak belukar terbuka.
Mereka merupakan spesies sumber makanan alami yang penting bagi suku Māori hingga mereka punah.
Jejak kaki moa pertama kali ditemukan di dekat muara Sungai Tūranganui di Tairawhiti Gisborne pada tahun 1866.
Sejak itu, beberapa temuan sporadis lainnya ditemukan di Pulau Utara, namun jejak kaki moa baru-baru ini ditemukan di Pulau Selatan. Temuan jejak kaki ini termasuk jejak kaki Kyeburn yang baru dideskripsikan dan yang ditemukan di Paeroa, selatan Timaru, Canterbury Selatan pada tahun 2022.
Studi ini dipublikasikan di Journal of Royal Society of New Zealand.