Menteri Israel Frustrasi Ingin Segera Bebaskan Seluruh Tawanan dari Gaza, Tapi Netanyahu Lebih Pilih Lanjutkan Perang
Enam tawanan Israel yang ditahan Hamas di Gaza tewas pada Sabtu (31/8) malam.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant ingin segera memulangkan para tawanan yang ditahan Hamas di Jalur Gaza, Palestina, setelah enam tawanan ditemukan tewas pada Sabtu malam. Namun keinginannya ini terhalang karena Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menganggap pemulangan tawanan tidak sepenting mempertahankan pasukan mereka di perbatasan Gaza-Mesir.
Dalam rapat kabinet pada Kamis lalu, Gallant dan Netanyahu dilaporkan sempat adu mulut perihal pertukaran tawanan ini. Selama adu mulut itu, Netanyahu mengatakan kepada Gallant, menjaga pasukan di Koridor Philadelphi lebih penting daripada membebaskan tawanan melalui kesepakatan dengan Hamas. Ini berdasarkan transkrip rapat kabinet keamanan yang bocor ke saluran berita berbahasa Ibrani, Channel 12.
- Israel Sengaja Ingin Tawanan di Tangan Hamas Segera Tewas, Ini Tujuannya
- Jenderal Israel Ungkap Netanyahu Sangat Tahu Hamas Tak Bisa Dikalahkan, Namun Tetap Lanjutkan Perang di Gaza Karena Alasan Ini
- Tentara Israel Ancam Lakukan Kudeta Militer Jika Perang di Gaza Dihentikan, "Kami Kehilangan Segalanya, Kami Tidak Punya Tempat Tujuan"
- Israel Sengaja Serang Tawanan yang Ditahan Hamas, Mereka Kelaparan dan Kondisinya Parah
"Yang penting dari hal ini adalah bahwa Hamas tidak akan menyetujuinya, sehingga tidak akan ada kesepakatan dan tidak akan ada sandera yang dibebaskan,” kata Gallant kepada para menteri selama pertemuan tersebut, dan Netanyahu menjawab: “Ini adalah keputusan."
Pada Minggu (1/9), Gallant menyerukan agar pemerintah segera membatalkan pemungutan suara yang diambil beberapa hari lalu oleh kabinet keamanan yang mendukung posisi Netanyahu untuk mempertahankan pasukan di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir.
“Kabinet keamanan politik harus segera bersidang dan membatalkan keputusan yang diambil pada Kamis,” kata Gallant melalui platform X, dikutip dari The Cradle, Senin (2/9).
“Sudah terlambat bagi para korban penculikan yang dibunuh dengan darah dingin. Korban penculikan yang masih ditawan oleh Hamas harus dipulangkan ke rumah mereka (melalui pertukaran)," cetusnya.
Enam Tawanan Israel Tewas
Komentarnya muncul setelah tentara Israel menemukan enam tawanan tewas di dalam terowongan di kota Rafah, paling selatan Gaza, pada Sabtu (31/8) malam.
Militer penjajah Israel menuding Hamas membunuh para tawanan secara brutal sebelum pasukan mereka tiba.
Bulan lalu, enam tawanan Israel ditemukan tewas di Gaza selatan. Situs berita berbahasa Ibrani, Ynet melaporkan tawanan tersebut mati lemas karena karbon dioksida, yang membanjiri terowongan tempat mereka berada akibat serangan udara tentara Israel.
Gallant, pihak oposisi Israel, dan keluarga para tawanan semakin frustrasi dengan upaya Netanyahu yang terus-menerus menghalangi upaya mencapai gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tawanan, yang mereka yakini merupakan satu-satunya cara untuk memulangkan para tawanan lainnya.
Kesepakatan Terhalang Keinginan Netanyahu
Desakan Netanyahu untuk mempertahankan pasukan di sepanjang koridor Philadelphi telah menghalangi mediator untuk mencapai kesepakatan. Netanyahu juga bersikeras bahwa kesepakatan pertukaran tawanan mencakup hak untuk melanjutkan pertempuran setelah tawanan ditukar.
Sementara Hamas menuntut gencatan senjata permanen dan penarikan pasukan Israel dari Gaza.
Kabinet keamanan Israel memberikan suara mayoritas pada Kamis untuk mendukung penempatan pasukan di sepanjang koridor tersebut.
Menurut Channel 12, para menteri kabinet keamanan tidak diberi pengarahan sebelumnya bahwa mereka akan membicarakan masalah ini melalui pemungutan suara.
“Pihak yang bertanggung jawab atas kematian para tawanan yang ditahan oleh kelompok perlawanan adalah penjajah (Israel), yang bersikeras melanjutkan perang genosida dan menghindari mencapai kesepakatan gencatan senjata,” kata seorang anggota biro politik Hamas, Izzat al-Rishq pada Minggu (1/9).
"Hamas lebih perhatian daripada (Joe) Biden terkait nyawa para tahanan Israel, itulah sebabnya mereka menyetujui proposalnya (pada Mei) pada khususnya dan resolusi Dewan Keamanan, sementara Netanyahu menolaknya. Pemerintahan Biden telah menyerah pada persyaratan Netanyahu, yang bertujuan untuk menghalangi tercapainya kesepakatan, demi mempertahankan kekuasaannya," pungkas Rishq.