PBB Bantu Indonesia Bangun Sistem Kesehatan yang Tangguh Hadapi Perubahan Iklim
Dibantu PBB, Indonesia Bangun Sistem Kesehatan yang Tahan Terhadap Perubahan Iklim

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin kemarin menyepakati Joint Commitment for Green Climate Fund (GCF) Project bersama Porgram Pembangunan PBB (UNDP) dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) di Jakarta.

PBB Bantu Indonesia Bangun Sistem Kesehatan yang Tangguh Hadapi Perubahan Iklim
Program GCF ini bertujuan menciptakan pendekatan yang terkoordinasi dalam berinvestasi pada inisiatif iklim dan kesehatan secara global.
Proyek GCF akan menyediakan pendanaan dan dukungan untuk 17 negara berkembang, salah satunya Indonesia, dalam memperkuat sistem kesehatan terhadap perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Sujala Pant, perwakilan tetap UNDP Indonesia mengatakan, "Di dalam sistem PBB, UNDP memiliki portofolio program iklim yang paling besar, dengan dukungan terhadap aksi iklim di hampir 150 negara berkembang.
- PB IDI Sebut 3 Masalah Utama yang Terjadi dalam Sistem Kesehatan Indonesia
- Ilmuwan Takjub, Pertama Kali Temukan Hewan yang Tak Butuh Oksigen untuk Hidup, Begini Bentuknya
- Ini Daftar Negara Paling Dermawan di Dunia, Indonesia Masuk Peringkat Pertama karena Alasan Ini
- Ilmuwan Temukan Bukti Populasi Manusia di Afrika Selamat dari Letusan Gunung Toba Sumatra 74.000 Tahun Lalu
Sejalan dengan hal tersebut, 72 persen dari progam kami di Indonesia juga berfokus pada ketahanan perubahan iklim dan bencana alam."
Menurut Pant, perubahan iklim merupakan isu yang saling terkait dan pihaknya mencari solusi yang mampu memberikan respon lebih baik terhadap dampak dari perubahan iklim di masa yang akan datang. Oleh karena itu, kolaborasi menjadi sangat penting
Dalam pidatonya, Menkes Budi Sadikin menunjukan komitmennya untuk mendukung energi dan sumber daya yang diperlukan dalam memimpin proyek ini.
"Untuk mencapai hasil yang diharapkan bersama, kerja sama yang luas dari berbagai kementerian akan diperlukan,” ujar Budi.
Sebelumnya, Indah Devianti dari WHO Indonesia menjelaskan secara detail tentang Program GCF ini. Devianti menyebutkan perubahan iklim adalah nyata, begitu juga dengan dampaknya terhadap kesehatan.
“Kita mengetahui resiko perubahan iklim berdampak kepada kesehatan dan sistem kesehatan,” sebutnya. “Di satu sisi juga kita menyadari perubahan iklim juga dipengaruhi oleh kombinasi di berbagai kerentanan dan juga berbagai bahaya.”
“Meningkatnya suhu global meningkatkan panas dan kematian yang terkait dengan penyakit-penyakit seperti kardiovaskular, gagal pernapasan, dan ginjal khususnya di kelompok orang rentan seperti lanjut usia, anak-anak. Juga berdampak pada kesehatan ibu.”
Devianti juga menyebut bencana alam akibat iklim juga menambah angka kematian, mengakibatkan kerusakan infrastruktur kesehatan, memperburuk penyakit yang ditularkan lewat air, dan mengganggu kesehatan jiwa.
“Perubahan iklim juga merupakan salah satu pendorong perubahan epidemiologi penyakit menular karena aktivitas, penyebaran, dan kelangsungan hidup, ini dipengaruhi oleh variabel iklim seperti perubahan suhu, kelembaban, dan curah hujan,” jelasnya.
Sebagai contoh, kata dia, penurunan curah hujan dan suhu di Maluku meningkatkan kasus pneumonia sebesar 96 persen dan kasus diare sebesar 19 persen.
Lebih lanjut, suhu yang lebih tinggi dan curah hujan yang lebih tinggi meningkatkan kasus demam berdarah sebesar 27 persen di Bali-Nusa Tenggara, dan kasus malaria di Papua sebesar 66 persen.
Selain itu, Indonesia diperkirakan mengalami kerugian ekonomi sebesar 1,86 persen (sekitar Rp. 21,6 miliar) akibat dampak perubahan iklim pada sektor kesehatan.
Di sisi lain, laporan Bank Dunia menyatakan dampak perubahan iklim pada sektor air akan menyebabkan kerugian ekonomi sekitar 7,3 persen pada tahun 2045.
Jika dibiarkan tanpa pengawasan, perubahan iklim juga akan mempengaruhi profil kesehatan generasi saat ini dan masa depan, menjadi beban bagi sistem kesehatan, dan menghambat upaya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan dan cakupan kesehatan universal.
Secara global, WHO memperkirakan antara 2030 sampai dengan 2050, perubahan iklim menyebabkan sekitar 250.000 kematian tambahan pertahunnya. Hal ini disebabkan kekurangan gizi, malaria, diare, dan heat stress.
“Negara dengan infrastruktur kesehatan yang lemah akan menjadi daerah yang paling rentan atau tidak mampu mengatasi masalah perubahan iklim dan dampaknya,” kata Devianti.
“Perubahan iklim adalah ancaman kesehatan terbesar yang dihadapi umat manusia, dan WHO berkomitmen untuk meresponnya,” kata Dr. N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia.
“Peluncuran inisiatif ini menandai langkah maju yang berani bagi Indonesia – yang sangat rentan terhadap dampak kesehatan perubahan iklim – akan mempercepat kemajuan di sini, seperti di seluruh dunia menuju masa depan yang lebih sehat, lebih hijau, lebih tangguh, dan lebih berkelanjutan bagi semua orang.”
Melalui komitmen bersama pada proyek GCF ini, Kemenkes, UNDP, bersama dengan WHO akan berkolaborasi untuk mencapai serangkaian tujuan, terutama dalam mengurangi kerentanan Indonesia terhadap penyakit dengan iklim dan gangguan pada layanan kesehatan, termasuk meningkatkan hasil kesehatan bagi populasi rentan dan kurang beruntung, yang secara tidak proporsional terkena risiko kesehatan iklim.
Proyek ini akan melibatkan kolaborasi yang luas dengan pemangku kepentingan utama, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mulai dari pemilihan lokasi hingga sinkronisasi tujuan proyek dengan strategi pembangunan nasional Indonesia yang menyeluruh.
Selain itu, proyek ini akan melibatkan Kementerian Keuangan, yang bertindak sebagai otoritas nasional yang ditunjuk untuk Dana Iklim Hijau.