Ramadan di Gaza, Warga Berkerumun Sambil Memegang Mangkuk Plastik untuk Sesendok Makanan
Ramadan di Gaza, Warga Berkerumun Sambil Memegang Mangkuk Plastik untuk Sesendok Makanan
- Merasa Malu dan Bersalah atas Sikap Negaranya di Gaza, Perwira Intelijen AS Mengundurkan Diri
- 10.000 Warga Palestina Masih Terkubur di Bawah Reruntuhan Gaza, Butuh Waktu 3 Tahun untuk Dikumpulkan
- Warga Gaza Terpaksa Makan Rumput karena Kelaparan Tak Ada Makanan, Ini Dampaknya Terhadap Kesehatan
- Hidupnya Mengais Makanan dari Tong Sampah Mirip Gelandangan, Tapi Ternyata Miliuner yang Punya 10 Rumah
Ramadan di Gaza, Warga Berkerumun Sambil Memegang Mangkuk untuk Sesendok Makanan
Saat azan magrib berkumandang di Gaza, keluarga Abu Rizek berbuka puasa dengan makan bersama di reruntuhan rumah mereka.
Mereka berbuka sambil mengingat semua yang telah hilang dan hancur akibat serangan Israel.
Di saat keluarga Abu Rizek berhasil mengumpulkan cukup makanan untuk berbuka puasa, banyak orang lain yang kurang beruntung. Warga Palestina di Gaza kini tengah dilanda kelaparan akibat blokade Israel terhadap bantuan kemanusiaan.
"Ramadan tahun lalu menyenangkan tapi tahun ini tidak. Banyak yang sudah tidak ada lagi. Kakak perempuan saya, keluarga saya. Rumah kami hancur. Masih ada orang di bawah reruntuhan yang belum bisa dikeluarkan,” kata Um Mahmoud Abu Rizek, seperti dilansir Reuters, Kamis (14/3).
Dia duduk bersila di antara dinding-dinding beton yang runtuh dan sedang memasak di atas api.
"Kami hanya makan sup dan makanan kaleng. Sekaleng kacang-kacangan. Kami sangat bosan dengan makanan kaleng dan merasa muak. Anak saya terus-terusan bilang perutnya sakit," katanya, sambil mengingat betapa banyaknya makanan di bulan Ramadan tahun lalu.
Hampir setiap tahun, keluarga, teman, dan tetangga berkumpul di malam hari, untuk duduk, makan, berdoa, dan merayakan bulan suci.
“Tahun ini tidak ada tetangga atau orang-orang tercinta. Mereka tidak ada lagi di sini. Yang tersisa hanyalah kami dan anak-anak, duduk di sini. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan kami,” katanya.
Perang di Gaza terjadi setelah pejuang Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober dan selanjutnya Israel membalas dengan membombardir Gaza.
Serangan darat dan udara Israel sejak itu telah menewaskan lebih dari 30.000 warga Palestina di Gaza, terutama perempuan dan anak-anak.
Harapan untuk gencatan senjata di bulan Ramadan pupus ketika Israel dan Hamas tidak menemui kata sepakat soal persyaratan.
Dengan hampir seluruh impor pangan komersial dihentikan, sebagian besar penduduk Gaza kini sepenuhnya bergantung pada bantuan pangan.
Banyak di antara mereka yang hanya makan di dapur umum, termasuk saat berbuka puasa di bulan Ramadan.
Di salah satu dapur di Rafah, orang-orang berkerumun sambil memegang mangkuk plastik untuk sesendok makanan.
“Setiap hari kami punya 35 panci makanan, tapi 35 panci saja tidak cukup. Ini serius, bahkan 70 panci saja tidak cukup,” kata relawan Adnan Sheikh al-Eid. Dia berharap bisa memberi makan lebih banyak orang yang putus asa dan terlantar di pengungsian.
Seperti Abu Rizek, Eid, hanya bisa mengenang nikmatnya Ramadan sebelumnya. “Dulu ada dekorasi, makanan dan minuman. Tahun ini ada kesedihan dan keputusasaan,” ujarnya.
“Saya berusia 60 tahun dan saya belum pernah mengalami Ramadan seperti ini,” tambahnya.