Sederet pengekangan dialami muslim Uighur di China
Pemerintah China belakangan menerapkan tindak kekerasan terhadap warga etnis muslim Uighur yang mayoritas tinggal di Provinsi Xinjiang. Beijing beralasan mereka menindak tegas segala bentuk separatisme, radikalisme, dan terorisme di Xinjiang.
Bayangkan seperti apa rasanya jika pasukan bersenjata menggerebek rumah Anda, menangkap anggota keluarga yang Anda cintai dan menjebloskan mereka ke kamp konsentrasi lalu membawa anak-anak Anda. Itulah yang dialami Turghunjan, 44 tahun, warga muslim Uighur di China, seperti yang ditulis aktivis Uighur, Rukiye Turdush di laman Aljazeera dua hari lalu.
Pemerintah China belakangan menerapkan tindak kekerasan terhadap warga etnis muslim Uighur yang mayoritas tinggal di Provinsi Xinjiang. Beijing beralasan mereka menindak tegas segala bentuk separatisme, radikalisme, dan terorisme di Xinjiang.
-
Mengapa warga Uighur merasa diperlakukan tidak adil di China? Abdul mengatakan, saat ini terdapat ratusan tempat pengungsian konsentrasi yang mengelilingi pemukiman warga Uighur. Kamp konsentrasi ini diperkenalkan kepada dunia internasional sebagai pusat pendidikan. Namun kenyataannya kamp konsentrasi tersebut ditujukan untuk menghapuskan identitas agama dan bangsa Uighur serta membuat mereka lupa seorang muslim."Penerintah komunis China mengkriminalisasi praktek Islam yang normal," kata Abdul.
-
Apa yang terjadi pada warga Uighur di China yang membuat mereka terpisah dari keluarga? Abdul mengaku mendapat telepon dari kerabat di Shanghai pada September 2017. Menurut Abdul, kerabatnya itu mengabarkan bahwa adiknya diambil dari kamp konsentrasi warga Uighur di China. "Dan kemudian mereka tidak tahu tentang orang tuaku. Itu terakhir kali aku mendengar kabar dari mereka," ujar Abdul ketika menjadi narasumber pada agenda konferensi pers dan dialog publik bertemakan 'Plight of Uyghur and Current Updates' diselenggarakan oleh OIC Youth Indonesia di Marrakesh Inn Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (19/12).
-
Siapa yang menganggap pelanggaran HAM di China terhadap warga Uighur sebagai tindakan pelanggaran HAM? Presiden Organization of Islamic Conference (OIC) Youth Indonesia, Astrid Nadya Rizqita menilai banyak dugaan pelanggaran HAM dalam persoalan warga Uighur."Kalau merujuk pada HAM, kebebasan beragama, itu banyak sekali hal-hal yang melanggar HAM," kata Astrid saat menyampaikan pidato pembukaan di konferensi pers dan dialog publik bertemakan 'Plight of Uyghur and Current Updates' di Marrakesh Inn Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (19/12).
-
Bagaimana cara Indonesia bisa membantu warga Uighur di China? Menurutnya, Indonesia sebagai negara yang menganut prinsip non-intervensi juga bukan berarti hanya bisa diam, tetapi dapat menerapkan mekanisme dialog ataupun diplomasi untuk ikut bersuara dalam permasalahan dunia. "Ini bukan berarti kita diam atau memalingkan kepala. Namun, bukan berarti indonesia juga langsung lantas berangkat ke sana, tapi kita dapat menggunakan mekanisme dialog dan diskusi," ujar Astrid.
-
Apa yang ditemukan di China selatan? Sebuah fosil buaya yang telah punah ditemukan dengan kondisi terpenggal di China selatan.
-
Apa yang ditemukan oleh ilmuwan di China? Ilmuwan menemukan fosil larva cacing yang hidup sekitar 500 juta tahun lalu.
Dalam sidang PBB di Jenewa Agustus lalu, pejabat China Hu Lianhae mengatakan kabar soal jutaan muslim Uighur yang ditahan di kamp konsentrasi adalah tidak benar.
Namun sebulan kemudian pejabat China mengatakan kepada wartawan di sela pertemuan PBB di Jenewa, pemerintah Negeri Tirai Bambu mendirikan sebuah 'pusat pelatihan profesional dan pusat pendidikan'.
Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah China menerapkan sejumlah aturan yang bersifat mengekang kebebasan warga Uighur di Xinjiang.
Berikut sejumlah aturan yang diterapkan pemerintah China terhadap muslim Uighur di Xinjiang:
China larang nama Islami bagi umat muslim Uighur
Orangtua muslim di wilayah Xinjiang, China tidak bisa bebas memberikan nama untuk anaknya. Pasalnya, pemerintah China melarang nama islami untuk diberikan kepada bayi-bayi yang baru lahir.
Nama-nama bersifat islami, seperti Saddam, Mecca, atau nama dari istilah di Alquran, tidak diperbolehkan untuk bayi. Apabila nama tersebut tetap digunakan maka sang anak tidak akan bisa meregistrasi data diri di berbagai departemen pemerintahan. Hal itu nantinya akan berdampak kepada penolakan berbagai dokumen penting yang bisa memberikan akses terhadap layanan sosial, kesehatan dan pendidikan.
Meski demikian, pemerintah belum mempublikasikan nama-nama anak yang memenuhi syarat untuk masuk ke dalam daftar nama religius.
Seperti diketahui, Xinjiang merupakan rumah bagi puluhan juta warga Muslim Uighur di China. Masyarakat di sana berkali-kali mengeluh dan memprotes kebijakan pemerintah yang terasa tidak adil bagi mereka.
Kelompok hak asasi manusia bahkan menyebut pemerintah telah membatasi kebebasan beragama umat Islam. Di tempat mereka sendiri warga Muslim Uighur bahkan seperti terisolasi.
"Ini hanyalah peraturan paling terbaru dari serangkaian peraturan baru yang membatasi kebebasan beragama atas nama melawan "ekstremisme religius"," kata Sophie Richardson, Direktur Intel Hak Asasi Manusia China dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari laman the Guardian, Selasa (25/4).
Richardson menuturkan jika pemerintah memang ingin menciptakan wilayah yang aman dan bebas dari aksi teror maka pemerintah seharusnya membiarkan umat Islam untuk bebas berekpresi bukan ditekan dengan kebijakan yang menekan.
"Jika pemerintah memang serius ingin menjaga stabilitas dan keharmonisan kawasan seperti yang diklaimnya, maka pihaknya harus mundur dan tidak melakukan larangan-larangan serta memberlakukan kebijakan yang menekan," jelasnya.
Bukan hanya mengatur tentang pemberian nama, pemerintah juga tidak memperbolehkan warga muslim untuk menumbuhkan jenggot dan memakai jilbab.
China larang bahasa Uighur di sekolah
Pemerintah di Provinsi Xinjiang, China melarang warga muslim etnis Uighur menggunakan bahasa mereka di sekolah. Larangan itu juga berlaku di taman kanak-kanak pra sekolah.
Pemerintah China terus menekan warga muslim Uighur di Xinjiang setelah pada Ramadan lalu mereka dilarang berpuasa.
Laman the Independent melaporkan, Kamis (3/8), pengumuman larangan itu tercantum di laman resmi pemerintah Hotan di Provinsi Xinjiang. Langkah ini, kata pemerintah, bertujuan agar semua sekolah menggunakan satu bahasa nasional yaitu mandarin.
Peraturan ini rencananya akan diterapkan bulan depan pada tahun ajaran baru.
Pejabat Uighur mengatakan kepada Radio Free Asia, buku-buku teks sekolah juga nantinya akan memakai bahasa China daratan.
William Nee, peneliti dari Amnesty International mengatakan kepada Daily Mail, sebelumnya Partai Komunis China menyerukan penggunaan dua bahasa di sekolah-sekolah. Namun pada kenyataannya bahasa Mandarinlah yang lebih diutamakan dan menggusur bahasa Uighur.
"Dalam jangka panjang pemerintah bisa melemahkan identitas etnis Uighur," kata dia.
Muslim Uighur di China dilarang simpan sajadah dan Alquran
Penduduk Muslim Uighur di Xinjiang, China, terancam menjalani hukum berat jika tidak memenuhi peraturan baru yang dikeluarkan pemerintah. Setelah memberlakukan larangan berpuasa di bulan Ramadhan, pemerintah mendesak penduduk Muslim Uighur menyerahkan barang-barang keagamaan termasuk Alquran dan sajadah.
Peraturan penuh kontra tersebut dibuat sebagai upaya pemerintah meningkatkan kampanye melawan penganut Islam di wilayah tersebut. Pemerintah menilai, ajaran Islam memicu tindakan ekstremis di antara warganya dan Alquran dianggap merupakan pedoman dalam melakukan tindakan ekstrem.
Menurut pejabat setempat, peraturan baru ini sudah disebar melalui berbagai sarana salah satunya adalah lewat media obrolan daring.
"Warga di Kashgar, Hotan, dan daerah lainnya telah diberitahu bahwa semua orang Uighur harus menyerahkan barang-barang berkaitan dengan Islam. Pemberitahuan juga disiarkan melalui jaringan sosial WeChat," kata Juru Bicara Kongres Uighur, Dilxat Raxit, seperti dilansir dari laman metro.co.uk, Jumat (29/9).
Selama lima tahun terakhir, pemerintah telah mengintervensi dan mengatur kehidupan warga Uighur yang beragama Islam. Mereka menentang ajaran Islam dan menuntut agar kaum minoritas tidak menjalankan ibadah yang sudah diatur dalam kitab.
"Peraturan beragama yang baru menunjukkan bagaimana pemerintahan Xi Jinping saat ini. Di China, mereka menuntut loyalitas warganya sehingga etnis minoritas, pembangkang, dan orang-orang dengan kepercayaan tertentu dinilai menyalahi aturan tentang visi negara," kata Direktur HAM Uighur, Omer Kanat.
China dituding sekap satu juta warga muslim Uighur di kamp konsentrasi
Komite Hak Asasi Manusia PBB mendapat laporan bahwa pemerintah China menyekap satu juta warga Uighur di kamp-kamp khusus. Mereka berdalih hal tersebut untuk memerangi ekstrimisme. Laporan ini didapat dari anggota komite Gay McDougall.
"Pemerintah China telah mengubah wilayah otonomi Uighur menjadi sebuah tempat menyerupai kamp besar-besaran," kata McDougall, dikutip dari BBC, Selasa (14/8).
Sementara itu, kelompok HAM termasuk Amnesty International dan Badan Pengawas HAM, mengaku memiliki bukti yang mendokumentasikan laporan komite tentang pemenjaraan massal ini.
Dalam laporannya, kelompok HAM tersebut warga Uighur ditahan dan dipaksa untuk bersumpah untuk setia kepada Presiden China Xi Jinping.
"Para tahanan (warga Uighur) ditahan tanpa batas waktu, tanpa tuntutan, dan dipaksa untuk meneriakkan slogan-slogan Partai Komunis," ungkap Kongres Uighur Dunia.
Dikatakan juga bahwa mereka merupakan warga-warga miskin yang ditahan tanpa terbukti melakukan kejahatan. Selain itu, para tahanan juga disiksa dan tidak diberi kesempatan untuk mendapat perwakilan hukum.
Sebagai informasi, warga Uighur merupakan etnis minoritas Muslim yang bertempat tinggal di provinsi Xinjiang, China. Mereka membentuk sekitar 45 persen dari populasi warga di sana.
Banyak laporan yang mengungkapkan bahwa warga Muslim Uighur telah ditahan selama berbula-bulan di kamp-kamp tersebut. Namun pihak pemerintah China membantah tuduhan tersebut.
Pemerintah menegaskan bahwa laporan tentang penahanan satu juta warga Muslim Uighur di tahanan Xinjiang sangat tidak benar.
Para pejabat berdalih, bahwa orang-orang Uighur ini memiliki hak penuh tetapi telah terjebak dalam ekstremisme agama. Oleh karena itu, pemerintah akan berusaha memberikan pemukiman dan pendidikan kembali kepada orang-orang itu.
"Argumen mengenai satu juta warga Uighur yang ditahan di pusat-pusat sama sekali tidak benar. Warga Xinjiang, termasuk Uighur, menikmati kebebasan dan hak yang sama," kata wakil direktur Departemen Kerja Front Amerika Serikat Komite Sentral Partai Komunis China, Hu Lianhe.
"Kami memang mengadakan program pemukiman dan pendidikan ulang, bukan penahanan" lanjutnya.
(mdk/pan)