Tentara Israel Bocorkan Kebiadaban Komandannya di Gaza, Pukul dan Injak Bocah Palestina Usia 4 Tahun Saat Sedang Bermain
Tentara lainnya juga mengaku melihat rekannya menembak warga Arab Palestina tidak bersenjata dengan empat peluru.
Tentara penjajah Israel yang pernah dikerahkan untuk perang genosida di Jalur Gaza mengungkapkan kebiadaban komandannya. Bahkan mereka sampai terperangah melihat kekejaman tersebut terjadi di depan mata mereka.
Testimoni tentara ini diungkapkan psikolog Israel yang menjadi tempat konsultasi tentara tersebut, Yoel Elizur. Elizur mengangkapkan hal ini dalam testimoninya yang diterbitkan koran Israel, Haaretz.
- Tentara Israel Ungkap Mereka Diperintahkan Bunuh Warga Palestina Tanpa Pandang Bulu, Walaupun Membawa Bendera Putih
- Tentara Israel Mengaku Jika Merasa Bosan Mereka Tembaki Warga Palestina di Gaza Sesuka Hati, Biarkan Mayat-Mayat Berserakan di Jalan
- Tentara Israel Culik Bayi Palestina dari Jalur Gaza Setelah Orang Tuanya Tewas Akibat Serangan Bom
- 3.000 Tentara Israel Cacat Permanen Setelah Bertempur di Jalur Gaza
Dalam tulisannya, Elizur mengungkapkan, bahwa menurut salah satu tentara, "Seorang komandan baru mendatangi kami. Kami keluar bersamanya pada patroli pertama pada jam enam pagi. Dia berhenti. Tidak ada satu pun orang di jalan-jalan, hanya seorang bocah laki-laki empat tahun bermain di gundukan pasir di halamannya. Komandan ini tiba-tiba berlari, meraih anak itu, dan lengannya patah di bagian siku dan kakinya di sini. Menginjak perutnya tiga kali dan pergi," seperti dikutip dari The Cradle, Rabu (25/12).
"Kami semua berdiri terperangah di sana. Memandangnya dengan kaget," lanjut tentara tersebut.
Tentara itu kemudian memberanikan diri bertanya ke komandannya tentang kejadian yang baru saja disaksikannya, komandan itu menjawab, "Anak-anak ini harus dibunuh dari sejak dia lahir. Ketika seorang komandan melakukannya, itu sah."
Pembunuhan Berdarah Dingin
Tentara lainnya mengungkapkan, rekannya menembak seorang warga Arab Palestina empat kali di punggung dan berdalih sebagai bentuk perlawanan.
"Empat peluru di punggung dari jarak sepuluh meter... pembunuhan berdarah dingin. Kami melakukan hal seperti itu setiap hari," ungkapnya.
"Seorang Arab hanya jalan kaki di jalanan tersebut, usianya sekitar 25 tahun, dia tidak melempar batu, tidak melakukan apa-apa. Tiba-tiba, sebuah peluru tembus ke perutnya. Tertembak di perut, dan dia sekarat di trotoar, dan kami pergi dengan acuh tak acuh," kata tentara lainnya.
Karena mengalami tekanan psikologi, sejumlah tentara penjajah Israel dilaporkan bunuh diri setelah pulang dari Gaza. Salah satunya adalah Eliran Mizrahi, yang bunuh diri karena mengidap gangguan stress pasca trauma (PTSD) setelah pulang dari perang.
Sakit Mental dan Cacat
Tak hanya menderita mental, jumlah tentara Israel yang cacat telah melampaui 70.000 orang untuk pertama kalinya, termasuk 8.663 orang yang terluka setelah dimulainya perang di Gaza pada 7 Oktober 2023, menurut laporan Middle East Eye pada Juni lalu. Channel 7 Israel mengonfirmasi tentara yang cacat akibat perang di Gaza menerima perawatan di departemen rehabilitasi Kementerian Pertahanan.
Selain itu tercatat 35 persen dari mereka menderita masalah mental dan 21 persen dari mereka mengalami cedera fisik. Departemen rehabilitasi Kementerian kini diprediksi akan menerima sekitar 20.000 korban baru pada akhir 2024.
Menurut Channel 7, data yang diberikan oleh Konferensi Medis Israel menunjukkan lebih dari seribu tentara pria dan wanita yang terluka dirawat di bangsal setiap bulannya untuk mendapatkan perawatan; 95 persen di antaranya adalah pria; sekitar 70 persen di antaranya adalah tentara cadangan, dan separuh di antaranya berusia antara 18 hingga 30 tahun.
"Menurut analisis yang dilakukan oleh para spesialis, sekitar 40 persen korban luka yang akan dirawat di rumah sakit pada akhir tahun ini mungkin akan menghadapi berbagai perubahan mental, termasuk kecemasan, depresi, stres pascatrauma, serta kesulitan dalam beradaptasi dan berkomunikasi," jelasnya.
"Dari sekitar 70.000 tentara cacat yang dirawat di bangsal rehabilitasi, 9.539 menderita reaksi pascatrauma dan mental."