Tentara Israel Ungkap Mereka Diperintahkan Bunuh Warga Palestina Tanpa Pandang Bulu, Walaupun Membawa Bendera Putih
Mantan tentara cadangan yang bertugas di Gaza ini mengungkapkan nyawa warga Palestina tidak lebih berharga dari anjing liar.
Mantan tentara cadangan Israel yang dikirim ke Gaza mengungkapkan, para komandan mereka memerintahkan menembak setiap warga Palestina tanpa pandang bulu, terlepas dari apakah mereka menimbulkan ancaman atau tidak.
Dalam artikel koran Haaretz yang diterbitkan pada Rabu, jurnalis Israel, Chaim Har-Zahav yang bertugas sebagai tentara cadangan selama 86 hari di Gaza mengungkapkan secara rinci apa yang dia saksikan secara langsung di wilayah Palestina tersebut.
"Nyawa orang Palestina di Jalur Gaza pertama-tama dan terutama bergantung pada skala pribadi dan nilai-nilai pribadi para komandan di Jalur Gaza,” tulis Har-Zahav, dikutip dari Middle East Eye, Minggu (8/12).
Dia menambahkan, setiap perwira senior yang memerintahkan pembunuhan terhadap warga Palestina hanya karena identitas mereka dan para tentara tidak akan menghadapi konsekuensi atas tindakannya.
“Kehidupan manusia di Jalur Gaza bernilai lebih rendah dibandingkan nyawa ribuan anjing liar yang berkeliaran di wilayah tersebut untuk mencari makanan. Meskipun ada perintah yang jelas yang melarang menembak anjing kecuali jika seorang tentara benar-benar dalam bahaya ketika rahang anjing tersebut mengigitnya, manusia diizinkan untuk ditembak tanpa batasan nyata apa pun."
Har-Zahav mengungkapkan, seorang komandan senior Israel memerintahkan menembak seorang pria Palestina tak bersenjata yang mengibarkan bendera putih. Walaupun disampaikan kepada jenderal tersebut pria itu tidak berbahaya dan dengan jelas tidak membawa senjata, dia membalas dengan mengatakan: "Saya tidak tahu apa itu bendera putih, tembak dia, ini sebuah perintah."
"Tidak ada yang melaksanakan perintah itu, dan dipahami bahwa para komandan di lapangan tahu itu jelas perintah ilegal," tulis Har-Zahav.
Dalam sebuah unggahan di X, dia juga menulis nyawa orang Palestina tergantung "sepenuhnya pada nilai-nilai dan pandangan dunia prajurit yang memegang senjata", dan menambahkan "nilai-nilai, perintah dan norma-norma tidak ada lagi" dimiliki tentara Israel.
Menurut Har-Zahav, kode etik dan pedoman tentara Israel telah "dibuang sejak 7 Oktober."
Penembakan Sekelompok Pria Palestina
Stasiun televisi Inggris, ITV News menyiarkan pada Januari lalu, pasukan Israel menargetkan sekelompok pria Palestina yang sedang berjalan kaki di Khan Younis, Gaza selatan, mengangkat tangan mereka tanda menyerah. Mohammed Abu Safia, juru kamera yang bekerja untuk ITV News, merekam suara drone di atas para pria tersebut. Ketika para pria itu berjalan, suara tembakan terdengar, Ramzi Abu Sahloul, yang memegang bendera putih, ditembak mati dan dibunuh.
Walaupun pada awalnya militer Israel menuduh video itu hasil editan, bukti yang dimiliki ITV News menunjukkan linimasa bagaimana insiden tersebut terjadi melalui melalui berbagai sudut kamera, citra satelit, geolokasi, dan analisis ahli.
Selain itu, Brigadir Jenderal Dan Goldfuss, komandan senior Divisi 98 Israel, mengonfirmasi kepada ABC News bahwa pasukan yang terlihat dalam video tersebut adalah bagian dari pasukannya, dan menambahkan bahwa kejadian tersebut sedang diselidiki.
Dua Bersaudara Ditembak
Penembakan warga Palestina yang membawa bendera putih juga terjadi pada 24 Januari pagi. Ketika itu, keluarga Barbakh sedang bersiap meninggalkan lingkungan Amal di Khan Younis barat, setelah Israel mengeluarkan perintah pengusiran, memaksa warga menuju "zona kemanusiaan" Al-Mawasi, seperti dilaporkan Al-Jazeera.
Nahed Adel Barbakh (14) adalah orang pertama yang keluar rumah dengan membawa bendera putih, ketika dia tiba-tiba ditembak di kaki dan jatuh ke tanah. Ketika keluarganya berusaha membawanya ke dalam rumah, Nahed berusaha bangun lagi, tapi kemudian ditembak dua kali di punggung dan kepala.
Ramez, kakak Nahed, berlari ke luar rumah untuk menyelamatkan adiknya, namun, dia juga ditembak dan jatuh tersungkur di atas adiknya.
"Saya tetap berharap mereka masih hidup, mereka masih bernapas," kata ibu Nahed dan Ramez, Islam.
"Saya tidak bisa memikirkan yang lain selain 'saya ingin anak-anak saya, saya ingin anak-anak saya.'"
Saat itu mereka tidak bisa mengambil jasad kedua bersaudara itu karena tentara Israel terus menembak. Ahmed (18), kakak tertua mereka, mengambil foto kedua adiknya.
"Saya memotret saudara-saudara saya yang dibunuh agar saya tidak akan pernah melupakan mereka, dan untuk mendokumentasikan kejahatan yang dilakukan (Israel), kejahatan menembak seorang anak yang membawa bendera putih dan kemudian menembak kakaknya yang berlari menolongnya," jelas Ahmed.