Kekayaan Budaya Kuliner Nusantara Sarat Nilai dan Makna, Masak di Rumah Bisa Jadi Cara Mempertahankannya
Masak sendiri makanan di rumah bisa menjadi cara luar biasa untuk mempertahankan budaya kuliner Nusantara.
Indonesia adalah negeri dengan kekayaan budaya kuliner yang tak tertandingi. Setiap daerah memiliki cerita, tradisi, dan keunikan tersendiri dalam cara memasak, menyajikan, hingga menikmati makanan. Di balik setiap hidangan, tersimpan nilai-nilai luhur dan makna mendalam yang mencerminkan identitas bangsa. Namun, di tengah modernisasi yang pesat, nilai-nilai ini mulai bergeser.
Seiring waktu, budaya pangan Nusantara telah menjadi lebih dari sekadar tradisi memasak dan makan. Menurut Sutamara Lasurdi Noor, Koordinator Food Culture Alliance Indonesia sekaligus Project Coordinator Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN Indonesia), budaya pangan adalah cerminan cara masyarakat memikirkan dan menghargai makanan.
-
Di mana resep makanan tradisional Indonesia ini ditemukan? Melansir dari berbagai sumber, Selasa (5/9), simak ulasan informasinya berikut ini.
-
Apa yang membuat makanan tradisional Indonesia begitu lezat? Tidak hanya budaya dan keindahan alamnya saja, Indonesia juga dikenal memiliki berbagai makanan tradisional yang begitu lezat. Apalagi Indonesia juga mempunyai berbagai macam rempah-rempah yang membuat setiap masakan menawaran cita rasa khas yang memukau lidah.
-
Di mana kue tradisional tanpa terigu menjadi bagian penting dari warisan kuliner? Kue tradisional merupakan bagian penting dari warisan kuliner yang memperkaya keberagaman budaya di berbagai belahan dunia.
-
Kenapa makanan tradisional Jawa Timur populer? Dengan begitu, pengalaman Anda berkunjung ke berbagai kota di Jawa Timur akan lebih lengkap dan seru.
-
Dari mana asal makanan tradisional tahu isi? Tahu isi adalah salah satu kudapan tradisional Indonesia yang telah menjadi favorit banyak orang.
-
Apa saja kue tradisional khas Indonesia yang dibuat oleh Chef Martin Praja? Berikut ada resep camilan kue tradisional khas Indonesia yang dibuat oleh chef Martin Praja. Cara membuatnya sangat mudah, dan bahan yang digunakan juga banyak dijual murah di pasaran. Penasaran apa saja? Yuk simak selengkapnya.
"Budaya ini memberi makna pada makanan melalui simbol, label, dan ritual, baik dalam keseharian maupun momen istimewa," ujarnya.
Budaya Pangan: Lebih dari Sekadar Tradisi
Dalam tradisi masyarakat Indonesia, makanan sering kali memiliki makna simbolis. Menyajikan makanan melimpah, misalnya, melambangkan kemakmuran. Di sisi lain, makanan tradisional justru menjadi tren di perkotaan, sementara makanan ultra-processed kerap dianggap sebagai lambang status sosial di pedesaan. Fenomena ini, kata Sutamara, mencerminkan kompleksitas budaya pangan Indonesia yang terus berkembang.
Virginia Kadarsan, seorang peneliti di Akademi Gastronomi Indonesia dan anggota Gastronomi Indonesia Network, menekankan pentingnya menjaga dan mengembangkan budaya pangan ini.
"Bicara tentang budaya pangan di Indonesia berarti bicara tentang nilai, kebiasaan, pengetahuan, dan praktik terbaik," jelasnya. Menurut Virginia, semakin dalam kita mempelajari tradisi kuliner, semakin kita memahami alasan di balik pembuatan setiap makanan.
Jejak Sejarah dan Kearifan Lokal
Setiap makanan khas daerah membawa kisah sejarah dan kearifan lokal yang unik. Khoirul Anwar, Pendiri Yayasan Makanan dan Minuman Indonesia (YAMMI), menjelaskan bahwa makanan daerah mencerminkan potensi lokal dan ketersediaan bahan di daerah tersebut.
- Mencicipi Krecek Bung Lumajang yang Jadi Warisan Budaya Tak Benda, Rasa Pedas Gurihnya Bikin Nagih
- Mencicipi Burasa, Kuliner Tradisional Sulawesi Selatan yang Kental dengan Nilai Budaya
- Mencicipi Uniknya Kue Lumpur Surga, Kudapan Lezat Perpaduan Wangi Pandan dan Telur Khas Lingga Kepulauan Riau
- Lagi Musim Hujan, Hangatkan Badan dengan Makanan Berkuah Khas Nusantara
"Makanan di setiap daerah bukan sekadar makanan. Ada nilai dan makna yang tersirat di dalamnya, melekat mulai dari sejarah hingga fungsi. Kita bisa menelusuri apa yang mendasari makanan itu ada," katanya.
Contohnya adalah sagu, yang masih dikonsumsi di beberapa daerah, dan rawon, yang telah disebut dalam Prasasti Taji sejak zaman kerajaan kuno. Hidangan-hidangan ini adalah bukti bahwa makanan tradisional Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga tetap relevan.
Namun, nilai-nilai budaya pangan ini mulai bergeser seiring dengan perubahan gaya hidup. Salah satu contohnya adalah kebiasaan makan sambil duduk yang dulu diajarkan oleh orang tua.
"Sekarang banyak orang makan sambil berjalan, tidak duduk lagi," ungkap Virginia. Padahal, dari sudut pandang kesehatan, makan sambil duduk lebih baik, baik untuk pencernaan maupun untuk melibatkan doa sebelum makan.
Virginia juga mengamati bahwa memasak di rumah, yang dulunya menjadi bagian penting dalam kehidupan keluarga, mulai terlupakan, terutama di perkotaan. "Karena alasan kepraktisan, banyak yang memilih pesan antar. Padahal, dengan masak sendiri, banyak hal bisa dicapai. Energi ibu yang mencurahkan seluruh cintanya saat memasak untuk keluarga akan masuk ke dalam makanan," jelasnya.
Masak di Rumah Sebagai Upaya Pelestarian
Memasak di rumah bukan hanya cara untuk menyajikan makanan bergizi, tetapi juga bentuk pelestarian budaya kuliner Indonesia. Saat memasak sendiri, kita memiliki kendali penuh atas bahan dan prosesnya, sehingga dapat memastikan bahwa makanan yang disajikan segar, bergizi, dan sesuai dengan kebutuhan keluarga.
Roby Bagindo, pendiri Masak TV, menyoroti bahwa memasak makanan tradisional bukan sekadar memberi makan raga, tetapi juga jiwa.
"Saat ultra-processed food mengepung dan banyak orang menjadi sakit, banyak negara sibuk mempelajari makanan nenek moyang mereka yang bisa menyehatkan. Kita beruntung, karena mempunyai makanan purba yang hingga kini masih disantap," ujarnya.
Masak di rumah juga menjadi momen untuk mengenang kembali tradisi nenek moyang yang penuh makna. Ritual memasak bersama keluarga, misalnya, bisa menjadi sarana untuk mempererat hubungan sekaligus mentransfer nilai-nilai budaya kepada generasi muda.
Menjaga Keberlanjutan Budaya Pangan
Budaya pangan tidak hanya soal mempertahankan tradisi, tetapi juga mengadaptasinya agar relevan dengan zaman. Seperti yang dikatakan Virginia, "Kita ingin membangun kesadaran baru yang generatif untuk membangun budaya yang nantinya relevan, yang tujuannya adalah untuk kemajuan."
Untuk itu, penting bagi kita untuk terus mengapresiasi dan melestarikan makanan tradisional Indonesia, baik melalui konsumsi sehari-hari maupun dalam acara khusus. Dengan begitu, kita tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga menghargai kearifan lokal yang telah ada selama berabad-abad.
Kekayaan budaya kuliner Indonesia adalah bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa. Melalui makanan, kita mengenal sejarah, menghormati alam, dan memperkuat ikatan sosial. Masak di rumah adalah langkah sederhana namun bermakna untuk menjaga warisan ini tetap hidup.
Sebagai generasi penerus, tanggung jawab ada di tangan kita untuk terus melestarikan nilai-nilai yang ada dalam setiap sajian Nusantara. Karena, seperti kata Sutamara, "Budaya pangan mencerminkan bagaimana kita berpikir, menilai, dan menghargai makanan dalam konteks sosial yang lebih luas."