Tanggapan Pakar Soal Upaya Pengaburan Fakta BPA, Sebut Pelabelan Bahaya BPA Demi Kesehatan Masyarakat
Pelabelan BPA sejatinya bertujuan untuk memberikan informasi yang penting dan jelas kepada konsumen mengenai kandungan dalam AMDK.
Tanggapan Pakar Soal Upaya Pengaburan Fakta BPA, Sebut Pelabelan Bahaya BPA Demi Kesehatan Masyarakat
Bahaya Bisfenol A (BPA) seringkali diabaikan oleh pihak-pihak tertentu. Bahkan, ada pula beberapa yang berupaya untuk mengaburkan fakta penting dari zat kimia berbahaya ini dengan pernyataan-pernyataan yang kurang relevan. Terkait hal tersebut, Pakar Kebijakan Publik Riant Dr. Riant Nugroho akhirnya buka suara dan menanggapinya dengan tegas.
Menurut Riant, terbitnya Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 6 Tahun 2024 sudah seharusnya didukung seluruh pemangku kepentingan, baik masyarakat umum maupun industri. Pasalnya, peraturan tersebut dibuat dengan tujuan yang jelas, yaitu melindungi kesehatan masyarakat dari paparan BPA yang berbahaya.
"Kebijakan (kemasan) bebas BPA ini sebenarnya sudah menjadi isu internasional dan bahkan penggunaan BPA telah dilarang di berbagai negara," kata Riant saat dihubungi di Jakarta.
-
Dimana ditemukannya AMDK yang tercemar BPA? Keenam daerah yang AMDK galonnya diduga tercemar paparan BPA, di antaranya Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara.
-
Apa itu BPA? Selain menghadapi tantangan lingkungan, BPOM juga mengambil langkah progresif dalam menghadapi ancaman kontaminan dari produk kemasan yang mengandung Bisphenol A (BPA).
-
Kenapa aturan pelabelan BPA penting? Konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang jelas atas produk yang dijual di pasaran, utamanya pada yang telah mengantongi izin edar BPOM. Dengan adanya pelabelan, konsumen bisa mengenal dan mewaspadai risiko paparan BPA pada kesehatan," kata dr. Oka.
-
Apa bahaya dari BPA yang terlepas ke air? Paparan inilah yang memicu pelepasan senyawa Bisfenol A (BPA) dari dinding kemasan galon ke dalam air yang diwadahinya."Galon ini menjadi masalah pada waktu akan ditransport atau didistribusikan, mulai dari yang kosong mau diisi, maupun yang sudah diisi dan (dikirim) ke distributor-distributornya, itu saya lihat dan beberapa data menyebutkan bahwa walaupun mereka tidak panas, tapi dalam distribusinya bisa terpapar panas, karena ditaruh di truk-truk terbuka,"
-
Apa yang dimaksud dengan label bebas BPA? Meskipun menimbulkan pro dan kontra, namun Epidemiolog Dicky Budiman menyatakan bahwa langkah BPOM ini sudah tepat dan penting dalam melindungi kesehatan masyarakat."Yang pertama bahwa bicara label bebas BPA atau bisphenol A pada kemasan produk ini sebenarnya adalah langkah atau kebijakan yang cukup tepat dalam konteks kesehatan masyarakat," kata Dicky dalam wawancaranya, Jumat (23/8/2024).
-
Bagaimana BPOM mengatur pelabelan BPA? Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, mengatur 2 pasal tambahan tentang pelabelan risiko bahaya BPA pada kemasan AMDK, yaitu 48a dan 61a.
Edukasi Masyarakat Lewat Pelabelan Bebas BPA
Lebih lanjut, Riant mengatakan bahwa Indonesia sudah mencoba mengadopsi kebijakan pelabelan BPA seperti di negara-negara lain. Sayangnya, menurut Riant, kebijakan tersebut tidak sampai ke pelarangan penggunaan BPA untuk kemasan AMDK.
BPOM sendiri memang telah mencoba untuk mengadopsi pelabelan bebas BPA atau Berpotensi Mengandung BPA pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Hal tersebut tentunya bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar lebih waspada terhadap potensi bahaya BPA bagi kesehatan tubuh, terutama untuk wanita hamil dan bayi.
Terkait dengan adanya sejumlah pihak yang mencoba membenturkan pelabelan ‘bebas BPA’ dengan isu lingkungan, menurut Riant tidak pada tempatnya.
"Isu sustainability tentu sangat penting, untuk kemasan non-BPA kan memang biasanya sekali pakai. Ya tinggal bagaimana memperkuat pengelolaan kemasan bekasnya. Sedangkan untuk BPA terkait dengan hak kesehatan masyarakat."
Tanggapi Polemik Terkait Peraturan BPOM yang Baru
Apa yang Riant sampaikan ini merupakan tanggapan terhadap sejumlah polemik yang mengiringi penerbitan peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan pada 5 April 2024.
Adapun Pasal 48a mengatur kewajiban pencantuman label cara penyimpanan air minum kemasan. Sementara itu, Pasal 61A mewajibkan pencantuman label peringatan risiko BPA pada semua galon air minum bermerek yang menggunakan kemasan polikarbonat. Sehingga pada tahun 2028, seluruh produsen diharapkan dapat menerapkan peringatan dalam kondisi tertentu, dengan fakta bahwa kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan.
- KKI Sebut Ada Upaya Pengaburan Fakta Terkait Risiko Bahaya BPA
- Pakar Kesehatan Ajak Masyarakat Lebih Kritis Soal Informasi yang Mengesampingkan Bahaya BPA
- Pemerintah Berikan Perlindungan Serius untuk Kesehatan Masyarakat, Industri Wajib Patuhi PerBPOM Label Bahaya BPA
- Pelabelan Bahaya BPA pada Kemasan AMDK di Indonesia Mendapat Penolakan dari Korporasi Multinasional
Minta Agar Tak Lagi Mempersoalkan Kebijakan BPOM
Di kesempatan yang sama, Ketua Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) ini juga meminta agar semua pihak tidak lagi mempersoalkan kebijakan BPOM yang ditujukan untuk memastikan produk aman dikonsumsi masyarakat. Termasuk produsen salah satu AMDK yang mestinya juga mendukung kebijakan ini dan tidak resisten.
"Apalagi perusahaan AMDK itu di negara asalnya patuh untuk tidak menggunakan kemasan mengandung BPA, kenapa di Indonesia tidak mau patuh? Mestinya comply dengan aturan di sini dan juga negara asalnya, sesuai dengan standar keselamatan dan kesehatan masyarakat," ujar Riant.
"Produsen tidak bisa menjamin produknya tidak kepanasan dan terpapar sinar matahari langsung. Inilah yang menyebabkan peluruhan senyawa kimiawi BPA terhadap isi produknya melampaui ambang batas aman," ujarnya.
Pelabelan BPA Juga Untuk Memberikan Informasi Penting
Di sisi lain, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Ema Setyawati menyatakan bahwa pelabelan BPA sejatinya bertujuan untuk memberikan informasi yang penting dan jelas kepada konsumen mengenai kandungan dalam AMDK.
"Peraturan ini adalah bentuk komitmen BPOM dalam melindungi kesehatan masyarakat melalui regulasi yang berdasarkan pada perkembangan terkini di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi," ujarnya.
Ya, BPOM sendiri telah memaparkan hasil pengawasan kemasan galon yang dilakukan dari 2021-2022 dalam acara Sarasehan Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat melalui Regulasi BPA pada AMDK. Dalam hasil tersebut, BPOM menemukan 3.4% sampel AMDK yang beredar di Indonesia, baik dari sarana produksi maupun peredaran, tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA, yakni di atas 0.6 bpj.
Masih Banyak Kemasan AMDK yang Mengandung BPA
Tak hanya itu, 46.97% kemasan galon di sarana peredaran dan 30.91% di sarana produksi juga terdeteksi mengandung BPA dengan kadar yang mengkhawatirkan, yakni 0.05 - 0.6 bpj.
Di sisi lain, hasil pengawasan kandungan BPA terhadap produk AMDK menunjukkan bahwa 5% sampel galon baru di sarana produksi dan 8.67% di sarana peredaran terbukti mengandung BPA di atas 0.01 bpj. Ini berarti, kemasan AMDK tersebut memiliki risiko bahaya BPA yang besar terhadap kesehatan tubuh.
Ema kemudian menegaskan bahwa kebijakan pelabelan BPA ini merupakan inisiasi pemerintah untuk melindungi kesehatan masyarakat. Terlebih lagi dengan adanya fakta bahwa terdapat 50,2 juta orang dari seluruh kelompok usia atau setara dengan 18 persen dari seluruh populasi Indonesia tahun 2020 yang mengonsumsi air galon dengan volume per tahunnya yang mencapai 21 miliar liter.
(*)