Kisah Mahasiswa RI Terjebak di Negeri Orang Hingga Kehilangan Status WNI Karena G30S PKI
Pada tahun 1950-an hingga 1960-an, Presiden Soekarno sedang gencar memberikan beasiswa kepada para mahasiswa untuk melanjutkan studi di luar negeri.
Pada tahun 1950-an hingga 1960-an, Presiden Soekarno sedang gencar memberikan beasiswa kepada para mahasiswa untuk melanjutkan studi di luar negeri.
Tujuannya agar Indonesia memiliki SDM yang berkualitas di berbagai bidang sehingga bisa mengelola Indonesia dengan baik. Namun nahas, alih-alih menimba ilmu mereka malah berakhir menjadi eksil.
-
Mengapa Soebandrio dianggap terlibat dalam G30S/PKI? Bagi AD, Soebandrio dianggap terlibat PKI, atau setidaknya memberi angin terjadinya G30S.
-
Mengapa G30S PKI menjadi salah satu peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia? Bagaimana tidak, G30S PKI dikenal sebagai salah satu upaya penghianatan besar yang pernah terjadi di Indonesia.
-
Kenapa Soeharto diawasi ketat setelah Peristiwa G30S/PKI? Angkatan Darat tak mau Soeharto diculik oleh kekuatan PKi yang masih tersisa.
-
Kapan pasukan G30S/PKI berhasil dihentikan oleh Mayjen Soeharto? Dalam waktu singkat, seluruh operasi militer G30S/PKI berhasil dihentikan Mayjen Soeharto.
-
Apa tujuan utama dari peristiwa G30S PKI? Terdapat latar belakang dan tujuan tertentu yang berada di balik sejarah G30S PKI yang kelam ini. G30S PKI dilakukan bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan saat itu.
-
Bagaimana cara para pelaku G30S PKI melakukan upaya penggulingan pemerintahan? Gerakan ini pada awalnya hanya mengincar Perwira Tinggi dan Dewan Jenderal dengan menculik mereka untuk dibawa serta disekap di Lubang Buaya. Akan tetapi dalam pelaksanaanya, 3 orang langsung dibunuh di tempat.
Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) tidak hanya berpengaruh kepada pelaku penculikan para jenderal saja, lebih dari itu dibawah pimpinan Soeharto, penumpasan pihak yang terlibat menjangkau sampai kepada para mahasiswa yang mendapat beasiswa berkuliah di luar negeri.
Mereka yang saat itu berada di negeri orang tidak tahu-menahu mengenai gerakan tersebut, namun ikut terseret karena dianggap tidak setia kepada Indonesia dan dianggap mendukung PKI.
Hal ini lantaran mereka yang menolak menandatangani surat perjanjian loyalitas kepada pemerintahan yang baru (Orde Baru). Isi surat perjanjian itu adalah mengutuk pembunuhan terhadap para jenderal dan mengutuk pemerintahan Soekarno.
Mereka yang tidak mau menandatangani perjanjian kemudian paspornya dicabut, sehingga mereka tidak memiliki kewarganegaraan. Selain itu, mereka juga dipaksa untuk kembali ke Indonesia.
Sikap Politik
Dalam film dokumenter garapan Lola Amaria, salah satu seorang eksil, I Gede Arka mengatakan, “Mengutuk pembunuhan para jenderal, kami setuju. Tetapi, saat diminta untuk mengutuk pemerintahan Soekarno, kami tidak mau," ujarnya.
- Kisah Wanita Berhasil Diterima di Kampus Negeri Ternama Setelah Hampir 2 Tahun Bekerja Jadi Karyawan, Banjir Pujian Warganet
- Ada Wacana Gaji PNS Naik di 2025, Menteri Suharso: Sedang Kita Hitung
- Tegas! Dua Mahasiswa Pelaku Teror Penembakan Sopir di Jalan Tol Dipecat dari Kampus
- Kisah Pilu Siswi SMP di Padang Diperkosa Pacar & 4 Siswa Hingga Hamil 4 Bulan
Status kewarganegaraan mahasiswa yang menolak pulang terus dipersoalkan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Adam Malik. Padahal, alasan mereka enggan pulang adalah kesetiaan kepada pemerintahan Soekarno, karena mereka dikirim ke luar negeri atas inisiatif Soekarno, bukan pemerintahan baru.
Akibat sikap politik tersebut, mereka kehilangan paspor dan identitas kewarganegaraan, serta hak untuk kembali ke Indonesia. Akhirnya, mereka terpaksa tinggal di negara lain dan dikenal sebagai eksil.
Beberapa eksil ada yang harus tinggal berpindah-pindah, ada pula yang memilih menetap di suatu negara.Puluhan tahun terjebak di luar negeri tanpa bisa pulang ke Indonesia memaksa mereka bekerja serabutan, bahkan di luar bidang keahlian mereka.
Mereka juga mengalami kesulitan berkomunikasi dengan kerabat di Indonesia.Pada awalnya, banyak eksil yang tetap tinggal tanpa status kewarganegaraan, berharap bisa mendapatkan kembali kewarganegaraan Indonesia.
Namun, karena kesempatan itu tak kunjung tiba, akhirnya mereka memilih menjadi warga negara di negara tempat mereka menetap untuk kebutuhan administrasi.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti