Kisah Haru Pendiri Rumah Baca Garuda yang Harus Gulung Tikar, Tak Sanggup Lagi
Hampir 30 tahun mengelola rumah baca, Suparman kini tinggal berpasrah. Ia mengaku sedih dengan fenomena digitalisasi saat ini dan tak sanggup lagi melanjutkan perjuangannya mengelola Rumah Garuda.
Digitalisasi sangat membawa dampak besar bagi kehidupan masyarakat, efeknya yang memudahkan aktivitas ternyata tidak serta merta membawa sisi positif bagi sebagian orang. Salah satunya yang dialami oleh Rumah Baca Garuda di Cimahi Jawa Barat yang didirikan Suparman.
Taman Bacaan Garuda sendiri berlokasi di sebuah gang, ruas jalan utama di Jalan Jend. Amir Mahmud-Tagog Gg. M. Arjo Kota Cimahi.
-
Apa isi dari surat kabar *Bataviasche Nouvelles*? Mengutip dari berbagai sumber, isi konten tulisan yang ada di surat kabar Bataviasceh Nouvelles ini mayoritas adalah iklan. Ada pula beberapa terbitannya juga memuat aneka berita kapal dagang milik VOC.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
-
Apa nama surat kabar pertama yang terbit di Jogja? Melalui sebuah unggahan pada 9 Mei 2024, akun Instagram @sejarahjogya menampilkan dua surat kabar yang pertama kali terbit di Jogja. Koran satu bernama “Mataram Courant” dan satunya lagi bernama “Bintang Mataram”.
-
Apa kabar terbaru dari Nunung? Nunung bilang badannya sekarang udah sehat, ga ada keluhan lagi dari sakit yang dia alamin. Kemo sudah selesai "Nggak ada (keluhan), karena kemo-nya sudah selesai sudah baik, aman, Alhamdulillah," tuturnya.
-
Apa isi dari surat kabar Soenting Melajoe? Terbit pertama kali pada 10 Juli 1912, isi dari surat kabar Soenting Melajoe ini seperti tajuk rencana, sajak-sajak, tulisan atau karya mengenai perempuan, hingga tulisan riwayat tokoh-tokoh kenamaan.
Dikutip dari akun Instagram @bukuindie_, rumah baca yang menghiasi kehidupan remaja di Cimahi era 1990-an ini, kini harus tutup karena turunnya minat baca dan maraknya E-book dan Internet.
Hampir 30 tahun mengelola rumah baca, Suparman kini tinggal berpasrah. Ia mengaku sedih dengan fenomena digitalisasi saat ini dan tak sanggup lagi melanjutkan perjuangannya mengelola Rumah Garuda.
Berawal Dari Hobi Membaca
Dilansir dari Satupena.id, Suparman sebagai pemilik menceritakan awal berdirinya Rumah Baca Garuda. Tepatnya di tahun 1990an, dirinya tergerak untuk menyewakan novel dan komik koleksinya. Suparman mengaku gemar membaca dan ingin membagikan keseruan buku-buku terbaru, yang pada saat itu cukup sulit dicari.
Hampir 30 tahun bergerak di bidang literasi, sudah ada sekitar 20 ribu koleksi buku yang disewakan, mulai dari komik, novel, cerita rakyat hingga fiksi.
"Berawal dari hobi baca, akhirnya buka taman bacaan. Awalnya koleksi buku cerita tradisional, silat, komik Indonesia. Masuk 1992 ramai komik Jepang, sekarang komik dari cerita Korea Selatan juga punya," ungkapnya.
Sempat Popular dan Jadi Legenda
Suparman menjelaskan, sekitar 2 tahun belakangan, pengunjung Rumah Baca Garuda mulai berkurang. Padahal, di masa kejayaannya dulu, rumah baca yang ia kelola ini bisa dikunjungi ratusan orang. Ada pengunjung yang datang untuk menyewa buku, atau ada juga yang datang hanya untuk membaca di tempat.
Pada pertengan 2000-an, rumah baca yang didirikan Suparman ini kerap dikunjungi anak muda dan pelajar. Sayangnya, kini minat anak muda terhadap buku semakin menurun.
Koleksi Buku Di Rumah Baca Garuda/ Sumber: Satupena.id 2020 Merdeka.com
Akan Menjual Semua Bukunya
Melihat turunnya minat baca dan sepinya Rumah Baca Garuda, Suparman berniat menjual seluruh bukunya. Total ada sekitar 20.000 buku yang ditaksir mencapai Rp75 juta. Suparman berharap ada pemborong yang mau membeli koleksi buku-bukunya tersebut.
"Bapak mau berhenti, sudah nggak kuat. Anak sekarang sudah tidak baca buku ini. Sebetulnya ini bukan persoalan saya saja, semua yang berkecimpung di dunia buku juga mengalami termasuk toko buku besar," katanya.
Akun Intagram @bukuindie_ 2020 Merdeka.com
Makna Buku bagi Suparman
Dalam unggahan tersebut, Suparman sempat ragu untuk menjual koleksi bukunya. Ia terpaksa menjual aset berharganya itu, karena apa yang Suparman inginkan saat mendirikan Rumah Baca Garuda sudah tak bisa ia lanjutkan lagi.
2019 Merdeka.com/Tantri Setyorini
Di tengah modernisasi dan digitalisasi, produk cetak seperti buku, koran dan majalah mulai beralih ke digital. Namun, bagi Suparman, buku tetap menjadi nilai kehidupan yang dapat diwarisakan.
Tidak Berniat Menambah Koleksi Buku
Suparman sebetulnya masih memiliki keinginan untuk menambah koleksi bukunya, mengingat masih ada komik keluaran terbaru yang menarik dan dijual dengan harga murah. Namun, Suparman sadar bahwa keinginanya tersebut akan sulit terlaksana.
"Wah bapak tertarik tuh, kalau dihitung-hitung dengan modal murah (Rp5000) dalam sekali penyewaan juga sudah kembali modal untuk beli buku lainnya. Tapi Bapa mikir, sepertinya sudah tidak ada baca lagi, jadi terpaksa keinginan itu bapa kubur dalam-dalam," ungkapnya.
Koleksi Komik Di Rumah Baca Garuda/ Sumber: Satupena.id 2020 Merdeka.com
Terpaksa Gulung Tikar
Dikutip dari Satupena.id, Suparman mengungkapkan kesedihannya. Ia yang sudah puluhan tahun menekuni dunia persewaan buku, kini harus pasrah dengan perkembangan zaman.
"Saat ini sudah tidak ada lagi masyarakat terutama kalangan muda yang ingin membaca buku cetak di era seperti sekarang. Berat, terus terang bapak nangis. Istilahna, ieu teh nu ngahirupan bapak (ini yang menghidupi bapak)," cerita Suparman.