Lahir Dari Kekecewaan Terhadap Keraton Kanoman, Ini 4 Fakta Sejarah Pesantren Buntet
Pendirian pondok pesantren legendaris di Jawa Barat itu merupakan hasil pelampiasan rasa kecewa dari Muqoyyim saat dirinya keluar dari lingkungan Kasultanan Cirebon di Keraton Kanoman. Hal ini dikarenakan rasa kecewa dengan sistem di keraton yang mulai tercampur budaya negatif dari Belanda.
Pondok pesantren berguna bagi para santri unruk mendalami ajaran Agama Islam yang nantinya bisa diamalkan di dalam kehidupan sehari-hari. Banyak santri-santri hebat yang memiliki peran di masyarakat yang lahir dari pesantren-pesantren di Tanah Air.
Pondok Pesantren Buntet salah satunya, sebuah pondok pesantren yang terletak di Desa Mertapada Kulon, Kec. Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Pondok Pesantren Buntet dikenal sebagai salah satu pondok pesantren tertua di Indonesia.
-
Kenapa kasus Vina Cirebon ditarik ke Polda Jabar? Kemudian ramai itulah yang kemudian kasus ini ditarik ke Polda Jabar. Jadi sesama tahanan saling pukul sehingga membuat mereka lebam-lebam," ucap dia.
-
Bagaimana teks proklamasi dibacakan di Cirebon? Pembacaan teks proklamasi di Tugu Kejaksan itu dilakukan spontan,” kata pemerhati sejarah dan budaya Cirebon Jajat Sudrajat.
-
Di mana teks proklamasi dibacakan di Cirebon? Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia ternyata lebih dulu dibacakan di Kota Cirebon, Jawa Barat. Pembacaannya dilakukan oleh tokoh penting bernama Soedarsono di Simpang Kejaksan, yang kini lebih dikenal dengan Tugu Pensil.
-
Kapan teks proklamasi dibacakan di Cirebon? Pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Cirebon dua hari lebih awal dari yang dilakukan oleh Soekarno, yakni pada 15 Agustus 1945.
-
Siapa yang membacakan teks proklamasi di Cirebon? Pembacaan proklamasi kemerdekaan oleh Soedarsono dihadiri oleh sekitar 100 sampai 150 orang dari berbagai penjuru di kota pesisir Jawa Barat itu.
-
Kapan Sunan Gunung Jati tiba di Cirebon? Setelah menuntut ilmu di Makkah, Syarif Hidayatullah berangkat ke Nusantara. Ia mampir di Gujarat dan Kerajaan Samudra Pasai sebelum akhirnya tiba di Cirebon pada tahun 1470 Masehi.
Seperti melansir dari kanal www.nucirebon.or.id,Pondok Pesantren Buntet didirikan pada tahun 1750 oleh seorang tokoh dari Keraton Kanoman bernama Mbah Muqoyyim atau KH. Muqoyyim bin Abdul Hadi.
Saat itu dirinya berupaya menghimpun pemuda Cirebon untuk belajar dan mendalami Agama Islam setelah keluar dari lingkungan Kesultanan Cirebon.
Berawal Dari Kekecewaan Muqoyyim Atas Keraton Kanoman
©2020 https://nucirebon.or.id/
Ditinjau dari sejarahnya, pendirian pondok pesantren legendaris di Jawa Barat itu disebutkan merupakan hasil pelampiasan dari Muqoyyim saat dirinya keluar dari lingkungan Kasultanan Cirebon di Keraton Kanoman.
Saat itu dirinya menjabat sebagai pejabat mufti atau penasihat di Pengadilan Agama Resmi Keraton Kanoman. Ia memiliki kemampuan menguasai ilmu agama, membaca kitab Arab pegon, hingga menguasai tata cara syiar Agama Islam.
Namun di masa penjajahan Belanda pada saat itu, terjadi gesekan ideologi antara Muqoyyim dengan Pihak Keraton, di mana terdapat pihak Belanda yang melakukan Devide et impera atau Politik Memecah Belah antara kerajaan dengan rakyat.
Karena ilmu kedigdayaan serta ketata negaraan yang dimilikinya, ia merasa jika keraton sudah tidak memihak kepada masyarakat. Sebagai ungkapan rasa kecewanya, ia meninggalkan keraton dan menghimpun para masyarakat serta pemuda untuk belajar agama.
Berdiri Pondok Sederhana
Cikal bakal Pondok Pesantren Buntet tersebut kemudian didirikan oleh Muqoyyim pasca kepergiannya dari Keraton Kanoman ke kawasan kampung Kedung Malang, Desa Buntet Kecamatan Astanajapura Cirebon. Di mana bangunan awalnya masih berupa sebuah pondok sederhana dengan beberapa kamar untuk ditinggali para santri setempat yang tertarik.
Ketika itu dirinya juga membangun sebuah langgar kecil (musala), di dekat pondok sederhana untuk memudahkan kegiatan beribadah dari para santrinya saat belajar Agama Islam.
Kemudian masyarakat pun mulai banyak yang tertarik lantaran kiprah Muqoyyim di Keraton Kanoman serta kemampuannya menyiarkan Agama Islam yang dianggap mumpuni oleh masyarakat ketika itu.
Dikepung Belanda
©2020 https://nucirebon.or.id/
Terkait adanya aktivitas keagamaan di kawasan tersebut membuat tentara Belanda mencurigai Muqoyyim beserta pengikutnya, sehingga para penjajah mulai mengepung dan membubarkan lokasi pemondokan dengan senjata sehingga terdapat beberapa santrinya yang meninggal dunia.
Pasca berdarah itu, Mbah Muqoyyim pun berlindung dengan lari ke kawasan Pasawahan, Sindanglaut yang merupakan pondok pesantren dari sang Adik, Ismail ibn Abdul Hadi yang juga tengah merintis pondok pesantren.
Sempat Ditinggalkan Santrinya dan Terbengkalai
Sementara itu, pasca pembombardiran yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda di Cirebon membuat Muqoyyim yang sebelumnya mengungsi hingga ke Pemalang berhasil pulang pasca wabah kolera yang melanda di wilayah pesisir tersebut.
Semenjak itu, beliau kembali mendirikan Pondok Pesantren Buntet atas keluluhan Belanda karena berhasil menangani wabah penyakit yang merenggut banyak nyawa tersebut. Hingga bangunan Pesantren Buntet dibangun ulang di wilayah berbeda, yaitu Blok Manis, Depok, Desa Mertapada Kulon.
Sejak saat itu kegiatan belajar Agama Islam, mengaji hingga bela diri berhasil dilakukan sampai beliau wafat. Hingga akhirnya Pondok Pesantren Buntet pun terbengkalai dan ditinggal para santrinya. Hingga beberapa waktu kemudian keturunannya kembali melanjutkannya sampai sekarang. Via www.historyofcirebon.id.