Mengenal Beas Perelek, Tradisi Penjaga Stabilitas Pangan di Pedesaan Jawa Barat
Beas Perelek merupakan tradisi gotong royong masyarakat Sunda di Jawa Barat untuk membangun dan mempertahankan stabilitas ketahanan pangan serta pembangunan ekonomi kerakyatan. Tradisi tersebut dilakukan dengan mengumpulkan beras melalui sepotong bambu yang dibawa berkeliling desa-desa di Jawa Barat.
Sejak zaman nenek moyang masyarakat Jawa Barat telah menerapkan beragam tradisi untuk menjaga stabilitas pangan dan ekonomi di tengah krisis akibat bencana maupun perang dunia.
Tradisi tersebut bernama Beas Perelek. Hingga kini Beas Perelek masih terus dilaksanakan di beberapa wilayah di Jawa Barat.
-
Apa nama surat kabar pertama yang terbit di Jogja? Melalui sebuah unggahan pada 9 Mei 2024, akun Instagram @sejarahjogya menampilkan dua surat kabar yang pertama kali terbit di Jogja. Koran satu bernama “Mataram Courant” dan satunya lagi bernama “Bintang Mataram”.
-
Apa yang terlihat di langit Yogyakarta pada tanggal 14 September 2023? Malam hari, tanggal 14 September 2023, sebuah objek bercahaya panjang terbang di langit Jogja. Penampakan ini terlihat di berbagai tempat. Cahaya panjang itu bergerak dari selatan ke utara.
-
Siapa yang menunjuk Sitor Situmorang menjadi koresponden Waspada di Yogyakarta? Pada tahun 1947, Sitor di tunjuk oleh Menteri Penerangan, Muhammad Natsir untuk menjadi koresponden Waspada di Yogyakarta.
-
Kapan Yogyakarta mendapatkan status istimewa? Status keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri punya sejarah yang panjang. Sejarahnya bahkan sudah dimulai jauh sebelum undang-undangnya disahkan pada tahun 2012. Bahkan status keistimewaan itu sejatinya telah diperoleh sebelum kemerdekaan.
-
Apa yang istimewa dari Yogyakarta? Pada zaman pendudukan Jepang, wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta disebut dengan istilah Yogyakarta Kooti.
-
Apa yang disayangkan oleh TPN Ganjar-Mahfud mengenai insiden di Yogyakarta? Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud menyayangkan salah seorang warga menjadi korban penganiayaan pada saat Presiden Joko Widodo kunjungan kerja Ke Yogyakarta.
Beas Perelek sendiri merupakan tradisi yang cukup unik, yakni dengan menuangkan beras kepada tokoh masyarakat setempat yang berkeliling dengan membawa sebuah bambu sebagai wadah untuk menampung beras hasil pemberian warga.
Dilansir dari GNFI, beas perelak terdiri dari dua kata. Beas yang berarti beras, sementara perelek, merupakan istilah dalam bahasa Sunda. Istilah ini diambil berdasarkan kebiasaan orang Sunda untuk menamai sesuatu sesuai dengan bunyi yang dihasilkannya.
Pada praktiknya, bulir beras yang diambil sedikit dijatuhkan dalam wadah yang dibawa petugas desa. Bulir beras yang jatuh itu, menurut orang Sunda berbunyi, “perelek…perelek…perelek.” Karena kebiasaan tersebut, maka tradisi itu disebut Beas Perelek.
Menjaga Stabilitas Ketahanan Pangan
Infobudaya.net 2020 Merdeka.com
Beas Perelek seperti yang dilansir dari infobudaya.net, biasanya digunakan oleh masyarakat desa untuk membantu warganya yang membutuhkan. Selain itu tradisi ini juga sebagai sarana konsumsi saat terdapat acara gotong royong di desa-desa wilayah Jawa Barat.
Tradisi mirip jimpitan ini cukup populer di wilayah Jawa Barat bagian tengah hingga bagian utara seperti Ciamis, Purwakarta, hingga Majalengka. Saat ini tradisi Beas Perelek sudah mulai tergusur dan sangat sedikit desa yang masih menjalankan tradisi tersebut.
Pembangun Ekonomi Pedesaan
Infobudaya.net 2020 Merdeka.com
Tradisi Beas Perelek selain digunakan sebagai stabilitas ketahanan pangan juga biasa digunakan sebagai pembangun ekonomi kerakyatan di desa-desa di Jawa Barat.
Menurut Infobudaya.net fungsi tersebut mencakup pembangunan sarana dan prasarana desa dalam membantu dari sisi pembiayaan karena tidak cuma beras yang biasa disumbang warga, membantu modal investasi masyarakat yang ingin berdagang, hingga membantu penyediaan operasional hajatan di desa setempat seperti piring dan gelas.
Tradisi Beas Perelek di Era Sekarang
disdik.purwakartakab.go.id 2020 Merdeka.com
Dilansir dari disdikpurwakartakab.go.id, di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Purwakarta tradisi tersebut dikenalkan kepada siswa dan siswinya. Menurut Cucu Agus Hidayat, selaku kepala Sekolah SMP N 3 Tegalwaru upaya tersebut adalah sikap pembangunan karakter yang terus dibangun melalui corak budaya Sunda.
Setiap hari Kamis pagi diterapkan hari ekspresi untuk para siswa yang termasuk ekonomi mampu biasanya membawa sejumlah beras untuk disimpan di sebuah bambu yang disediakan oleh pihak sekolah.
Selain dilakukan oleh siswa, tradisi tersebut juga dilakukan oleh guru dan staff administrasi di sekolah tersebut. Menurutnya ini adalah upaya pembangunan karakter generasi milenial agar lebih memiliki tingkat kepedulian sosial yang tinggi.
Transformasi nilai-nilai tradisi Beas Perelek menjadi penting untuk terus dibina dan dikembangkan.
"Tujuannya adalah membentuk kepribadian dasar, (aspirasi, intuisi, sikap, keyakinan, harapan, perasaan, dan penilaian sosial," ujar Kepala SMP N 3 Tegalwaru Cucu Agus Hidayat.