Menilik Sejarah Kina di Jabar, dari Wabah Malaria hingga Jadi Komoditas Belanda
Kina merupakan pohon yang berasal dari Pegunungan Andes, Amerika Selatan. Pohon dengan genus Chinchona sp. ini tumbuh pada ketinggian 1.050 hingga 1.500 meter di atas permukaan laut.
Kina merupakan pohon yang berasal dari Pegunungan Andes, Amerika Selatan.Pohon dengan genus Chinchona sp. ini tumbuh pada ketinggian 1.050 hingga 1.500 meter di atas permukaan laut.
Dilansir dari disbun.jabarprov.go.id, kina yang pertama kali dibawa ke Pulau Jawa berasal dari kiriman kebun percobaan di Leiden, Belanda. Pada tahun 1852 bibit pohon kina tersebut dibawa ke Pulau Jawa, namun konon karena lama di perjalanan bibit tersebut tiba dalam keadaan sudah layu.
-
Kenapa surat kabar menjadi primadona di Bandung? Di era kejayaannya, surat kabar menjadi primadona bagi masyarakat yang tengah menantikan informasi.
-
Apa yang sebenarnya terjadi di foto-foto yang beredar di media sosial tentang Bandung yang dipenuhi salju? Berdasarkan hasil penelusuran, foto tersebut merupakan hasil suntingan dan telah beredar dari tahun lalu.
-
Apa yang terjadi di Kampung Gintung, Desa Cibenda, Bandung Barat? Sebagaimana diberitakan, puluhan rumah di Kampung Gintung, Desa Cibenda, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB) diterjang longsor pada Minggu (24/3/2024) sekitar pukul 23.00 WIB.
-
Apa isi dari surat kabar *Bataviasche Nouvelles*? Mengutip dari berbagai sumber, isi konten tulisan yang ada di surat kabar Bataviasceh Nouvelles ini mayoritas adalah iklan. Ada pula beberapa terbitannya juga memuat aneka berita kapal dagang milik VOC.
-
Bagaimana Sariban menyebarkan pesan kebersihan di Bandung? Di sepeda tuanya, ia menuliskan pesan untuk masyarakat agar membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya. Imbauan ini diserukan agar banyak orang yang makin sadar akan kebersihan lingkungan demi masa depan.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
Kina banyak tumbuh di Indonesia, salah satunya di Jawa Barat yang wilayahnya terdapat banyak dataran tinggi. Daerah Bandung, Garut, dan sekitarnya sempat menjadi wilayah yang ditanami pohon kina secara merata. Hal ini tak terlepas dari khasiatnya sebagai obat malaria yang saat itu tengah menyerang hampir seluruh wilayah Hindia Belanda.
Kejayaan kina di Indonesia tak terlepas dari periode agrikultur yang mengangkat Indonesia sebagai salah satu negara yang diperhitungkan sebagai ladang pertanian yang subur. Berikut selengkapnya.
Awal Munculnya Kina di Jawa Barat
©2021 Wikipedia/Tropen Museum/editorial Merdeka.com
Masuknya kina ke Indonesia tak bisa dilepaskan dari politik tanam paksa (cultuurstelsel) yang diterapkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes Graaf van den Bosch yang dikeluarkan pada tahun 1830.
Pada tahun 1852, Pulau Jawa mendapat kiriman sebuah tanaman dari Prancis. Saat itu Menteri Daerah Jajahan, Charles Ferdinand Pahud mulai gigih mengembangkan tanaman yang bisa membawa keuntungan besar bagi Hindia Belanda.
Sebelumnya bibit kina telah ditelusuri dari tempat asalnya di Amerika Latin dan diujicobakan oleh ahli Botani Belanda JC Hasskarl di Kebun Raya Bogor, Cibodas. Kemudian Frans Wilhem Junghuhn, yang merupakan ahli medis serta peneliti berkebangsaan Jerman yang mengabdi di Hindia Belanda, mencoba menanamnya di sebagian wilayah Tatar Priangan (Bandung, Lembang, hingga Garut).
Menurut Ririn Darini dalam jurnalnya yang berjudul Perkembangan Industri Kina Di Jawa, 1854 - 1940, jumlah taman kina yang hidup di Cibodas (Pegunungan Gedeh) dan di Cinyiruan (Pegunungan Malabar) terdiri dari 99 Chincona Callisaya, 140 Chincona Pahudiana, 7 Chincona Lacheolate, 3 Chincona Lancifolia, 1 Chincona Sucirubra, dan 1 Chincona Puscechen.
Wabah Malaria dan Upaya Kinanisasi
Pada paruh abad ke-18, sebagian besar wilayah Hindia Belanda dilanda wabah malaria yang cukup mematikan. Laporan Belanda menyebutkan di tahun 1760, terdapat 384 kasus dengan 12 kematian manusia.
Kematian tersebut kian meningkat, dengan rata-rata angka kematian 20 jiwa/mil. Kematian tersebut didominasi oleh masyarakat yang tinggal di kawasan hutan yang beralih fungsi menjadi permukiman. Hal ini pun membuat habitat nyamuk anopheles penyebab malaria menjadi berkurang.
Tingginya kasus malaria membuat pemerintah Hindia Belanda memasukkan kina sebagai tanaman yang wajib ditanam masyarakat Indonesia di area kebunnya. Hal tersebut juga mendorong Hindia Belanda melalui Junghuhn, untuk mengembangkan wilayah dataran tinggi Tatar Priangan untuk ditanami ratusan hektare tanaman kina melalui Perkebunan Negara.
“Penanaman tersebut terus dilakukan dan makin tersebar di kawasan pegunungan Tatar Sunda seperti Cibereum, Riung Gunung, Kawah Ciwide, Nagrag, Rancabolang, Cibitung, Talaga Patengan dan Lembang dengan luas total 1267 ha. Upaya tersebut merupakan tindakan etis Pemerintah Hindia Belanda demi kemanusiaan,” ulas Ririn dalam jurnalnya.
Dijadikan Peluang Ekonomi Belanda
©2021 Wikipedia/Tropen Museum/editorial Merdeka.com
Pada 1870-an, pemerintah Belanda mulai melihat keuntungan ekonomi dari kebijakan tersebut. Peluang mendulang keuntungan makin kuat karena ada salah satu jenis kina (C.Ledgeriana Moens) yang diuji coba mengandung unsur kina hingga 13%.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian mengeluarkan kebijakan melalui UU Agraria Tahun 1870, di mana mereka akan memberikan bibit hingga biji kina secara cuma-cuma. Bibit dan biji kina tersebut diberikan kepada masyarakat pribumi yang memiliki tanah yang cocok untuk ditanami kina seperti Bogor, Cirebon, Tegal, hingga Banyuwangi.
Pada tahun 1880, komoditas kina kian berkembang pesat. Indonesia mampu menyediakan kebutuhan kina untuk industri kesehatan luar negari dengan tingkat penjualan yang semakin tinggi. Saat itu pemerintah Hindia Belanda pun mulai menggencarkan kebijakan tanam paksa guna memaksimalkan ekspor komoditas ini.
Sejak dikeluarkannya UU Agraria 1870 perkebunan swasta terus mengalami peningkatan pendapatan dari komoditas kina ledgeriana sebesar f48.846.
Krisis Kina Dunia
Namun masifnya gerakan penanaman kina membuat banyak dari tanaman ini yang menumpuk hingga tak terpakai. Selain itu, faktor lain dari mulai merosotnya produksi kina adalah ketidakmampuan sumber daya manusia di Hindia Belanda untuk mengembangkan alternatif-alternatif kina baru dan hanya bertahan di komoditas yang sudah ada.
Hal tersebut kian diperparah dengan adanya monopoli dagang dari produsen-produsen kina di negara jajahan Hindia Belanda, seperti India hingga Afrika. Belum lagi negara Amerika yang turut menyumbang kebutuhan kina di Eropa dan belahan dunia lainnya.
Berdirinya Pabrik Kina di Bandung
Pabrik Kina di Bandung
©2021 serbabandung.com/editorial Merdeka.com
Keadaan tersebut memicu pengusaha perkebunan kina di Jawa Barat untuk mendesak Pemerintah Hindia Belanda mendirikan pabrik di Indonesia. Akhirnya pada tahun 1896 didirikanlah BKF atau Bandoengsche Kinine fabriek.
BKF mulai melakukan inovasi dengan memproduksi jenis lain dari Kina, yakni garam. Pendirian pabrik yang mulai produksi di tahun 1897 tersebut cukup mempengaruhi produksi kina di Eropa dan berangsur-angsur menjual harga kulit kina dengan harga yang menguntungkan pangsa pasar Amsterdam.
“Harga unit di tahun 1897 hanya 4,65 sen, tahun 1898 menjadi 7,05 sen, dan terus meningkat di tahun 1900 menjadi 10,10 sen. Hal tersebut membuat para produsen kulit lebih tertarik untuk menjualnya ke Amsterdam” papar Ririn dalam jurnalnya.
Di bulan September 1902 hingga pertengahan 1903, keadaan mulai berangsur-angsur pulih dengan adanya ketetapan harga yang disepakati dari masing-masing produsen kulit kina yakni sebesar 6 sen. Selain itu ada pula persetujuan lisan dengan tidak membeli kulit di produsen yang melanggar perjanjian.
Hal tersebut lantas membuat Jawa Barat berjaya sebagai produsen kina kelas dunia pada masa perang dunia ke II, dengan rata-rata membantu menjual serbuk kina sebesar 11.000 sampai 12.400 ton per tahun.