4 Fakta Carok Madura, Pertama Kali Terjadi pada Masa Penjajahan Belanda Kini Sering Disalahpahami
Saat itu, carok jadi strategi penjajah mengadu domba pribumi dengan jagoan kaki tangan mereka.
Saat itu, carok jadi strategi penjajah mengadu domba pribumi dengan jagoan kaki tangan mereka
4 Fakta Carok Madura, Pertama Kali Terjadi pada Masa Penjajahan Belanda Kini Sering Disalahpahami
Peristiwa carok yang terjadi pada Jumat (12/1/2024) malam di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, menewaskan empat orang korban. Mengutip situs resmi Polri, peristiwa nahas itu bermula dari kejadian sepele.
(Foto: Instagram @tris_knife)
Kronologi Kejadian
Peristiwa tragis ini berawal saat pelaku H hendak tahlilan. Di tepi jalan, H bertemu korban MTA mengendarai motor dengan kencang dan lampunya menyorot ke arah H. Pelaku H menegur korban, namun yang bersangkutan tidak terima dan balik menantang pelaku. Korban MTA yang berboncengan dan membawa celurit menghentikan motornya lalu memaki dan memukul pelaku H. Pelaku tertantang, kemudian pulang untuk mengambil celurit. Ia mengajak saudaranya untuk berduel melawan MTA dan rekannya.
Carok Madura
Carok merupakan pertarungan yang terjadi karena alasan
tertentu sangat ektrem yang menyinggung harga diri, biasanya terjadi antar kelompok dengan menggunakan senjata tajam, khususnya celurit.
Pada zaman Cakraningrat, Jokotole dan Panembahan Semolo di Madura, belum ada istilah carok. Carok dalam bahasa Kawi Kuno berarti “perkelahian”. Pertengkaran ini biasanya melibatkan dua orang atau dua keluarga besar, bahkan sering terjadi antar penduduk Desa di Bangkalan, Sampang,
dan Pamekasan. Pemicu dari Carok antara lain perebutan kedudukan di keraton, perselingkuhan, rebutan tanah, bisa juga dendam turun-temurun.
Munculnya Carok di Pulau Madura bermula pada zaman
penjajahan Belanda, yaitu pada abad ke-18 Masehi. Setelah Pak Sakera tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur, warga Madura mulai berani melakukan perlawanan kepada penjajah dengan menggunakan senjata celurit.
Pada masa itu, warga pribumi dihasut Belanda dan diadu dengan golongan keluarga Blater (jagoan) yang
menjadi kaki tangan penjajah Belanda. Atas provokasi Belanda, golongan Blater sering melakukan carok terhadap pribumi kelas bawah yang melawan Belanda.
Akal-akalan Belanda
Mengutip Digilib UINSA, senjata celurit sengaja diberikan Belanda kepada kaum Blater dengan tujuan merusak citra Pak Sakera sebagai pemilik sah senjata tersebut.
(Foto: Dok. KCPI)
Sakera adalah seorang pemberontak dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat menjalankan agama Islam. Celurit digunakan Sakera
sebagai simbol perlawanan Rakyat jelata terhadap penjajah Belanda.
Sedangkan bagi Belanda, Celurit disimbolkan sebagai senjata para jagoan dan penjahat. Upaya Belanda tersebut rupanya berhasil merasuki sebagian
Masyarakat Madura dan menjadi filsafat hidupnya. Sehingga kalau ada persoalan, perselingkuhan, perebutan tanah, dan sebagainya memilih menyelesaikan dengan cara Carok. Alasannya adalah demi
menjunjung harga diri.
Korban Tipu Daya Belanda
Hingga kini, carok sebagaimana akal-akalan Belanda dianggap sebagian warga Madura sebagai cara menyelesaikan masalah. Budayawan Madura, Hidrochin Sabarudin menyebut carok sering disalahpahami sebagai jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah. Padahal ada banyak cara lain yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah tanpa kekerasan.